Sore ini Isabel telah bersiap untuk pergi bersama Anin ke sebuah tempat yang sama sekali belum dia ketahui. Isabel tidak tahu Anin akan membawanya ke mana. Tadi Isabel sudah sempat bertanya pada Anin, tapi Anin sama sekali tidak mengatakan apapun, dia bilang itu adalah kejutan, jadi Isabel tidak boleh mengetahuinya dulu.
Isabel menggunakan dress selutut dan hanya setengah lengan berwarna merah cerah, cocok sekali dipadukan dengan warna kulitnya yang putih bersih. Tak lupa ia juga menggunakan high heel yang tingginya 5 cm, berwarna hitam.
Isabel mengoleskan sedikit make up natural namun tetap elegant. Sempurna, hanya kata itu yang dapat menggambarkan Isabel saat ini. Isabel sangat cantik berpenampilan seperti itu.
Tak lama setelah Isabel selesai berdandan dan bersiap-siap, seseorang mengetuk pintu kamarnya. Isabel kemudian membukakan pintu saat itu juga.
"Kak Isabel, waw ... perfect," ucap Anin sembari melingkarkan jari telunjuk dan ibu jarinya.
"Hehe ... kamu lebih cantik," tutur Isabel.
"Kak Isabel nyindir, nih. Mana ada aku lebih cantik, sudah jelas Kak Isabel yang sangat cantik," ujar Anin.
Isabel hanya tersenyum mendapat pujian dari adik iparnya.
"Kak Isabel, kita peegi sekarang saja," ajak Anin.
"Tapi Mas Azam belum pulang, dia masih kerja. Bunda Anin juga masih berada dipasar," terang Isabel.
'Justru itu yang aku inginkan. Itu lebih baik'. Batin Anin.
"Tidak apa, Kak Isabel. Tadi Anin sudah minta izin sama mereka," ucap Anin.
"Syukur lah kalau begitu. Kakak jadi tenang," sahut Isabel.
'Padahal aku berbohong. Aku tidak pernah minta izin kepada Bunda dan Kak Azam'. Batin Isabel.
Anin dan Isabel pergi ke tempat yang mereka tuju dengan menaiki kendaraan umum. Lalu setelah 1 jam kemudian, mereka berhenti disebuah tempat yang sangat aneh. Mereka pergi ke sebuah tempat hiburan yang sangat ramai, dipenuhi oleh lelaki hidung belang.
"Mari, Kak Isabel. Kita turun," ajak Anin.
"Kakak tidak mau. Ini tempat apa?" takut Isabel.
"Gapapa Kak Isabel, ini bukan tempat aneh kok. Ayolah!" paksa Anin. Karena terus didesak oleh Anin, akhirnya Isabel setuju untuk masuk ke tempat tersebut.
Saat ini mereka berdua telah berada didalam. Isabel terus menperhatikan sekeliling, dia merasa begitu takut, apalagi saat dia melihat tatapan tak biasa dari para lelaki yang ada di sana. Isabel tidak terbiasa berada ditempat seperti ini.
"Anin, kita pulang saja, yuk," ucap Isabel.
"Kok pulang sih, Kak. Ga boleh, nanti dulu. Tunggu sebentar lagi, ya," kekeh Anin. Anin kemudian sedikit menghindar dari Isabel, dia menelpon seseorang dan membicarakan sesuatu dibalik telepon. Setelah itu Anin kembali dan mengambil 1 gelas minuman untuk diberikan kepada Isabel.
"Ini, minum lah, Kak Isabel. Silahkan minum!" tawar Anin.
"Tidak! Kakak tidak mau minum itu," tolak Isabel.
"Sedikit saja, Kak Isabel. Mari minum! Aku saja minum, kok," terang Anin yang langsung meminum minuman yang tersedia di sana.
"Kak Isabel tetap tidak akan meminumnya," tegas Isabel.
"Ya sudah, biar aku saja yang meminumnya," ucap Anin. Anin terus saja meminum minuman berbahaya itu, dia sampai mengahabiskan bergelas-gelas minuman. Isabel yang melihatnya menjadi khawatir kepada Anin. Dia takut akan terjadi hal buruk yang menimpa Anin.
"Jangan minum lagi, Anin. Sudah, cukup!" titah Isabel.
"Enak padahal, Kak," ucap Anin yang masih tetap minum. Dengan terpaksa Isabel mengambil alih gelas tersebut dari tangan Anin.
"Ihh ... Kakak, ga asik deh. Ya udah deh, ayo kita pergi ke suatu tempat lain saja," ajak Anin.
"Ke mana? Apa kita akan keluar dari sini?" tanya Isabel antusias.
"Bukan, kita akan pergi ke suatu tempat pokoknya," terang Anin. Anin menarik paksa tangan Isabel dan membawanya ke sebuah kamar yang tersedia ditempat tersebut.
"Anin, untuk apa kita ke sini? Kakak takut, ayo pulang saja," ucap Isabel.
"Tenang, Kak. Ada aku di sini," tutur Anin. Anin membawa masuk Isabel kedalam kamar tersebut.
Anin menemani Isabel terlebih dahulu didalam kamar. Setelah itu dia berniat akan meninggalkan Isabel sendiri dikamar itu.
"Duh, Kak Isabel, Anin sakit perut. Anin akan pergi ke toilet sebentar. Kak Isabel tunggu dulu di sini," terang Anin.
"Tidak mau, Kakak tidak mau. Kakak takut Anin," tolak Isabel.
"Di sini aman, Kak. Kakak tidak perlu takut," terang Anin. Setelah itu dia langsung pergi terburu-buru keluar kamar dengan mengunci Isabel dari luar. Diluar Anin kembali menelpon seseorang.
"Orangnya sudah ada didalam. Cepat kemari!" titah Isabel kepada orang yang ada dibalik telepon.
Awalnya Isabel masih sabar menunggu Anin didalam sana, tapi lama-kelamaan Isabel semakin bosan dan merasa takut. Isabel mencoba untuk pergi saja dari kamar itu. Dia mencoba membuka pintu tapi sangat kesulitan karena Anin telah menguncinya.
"Ya ampun, kenapa pintunya susah dibuka?" panik Isabel. Isabel terus mencoba membukanya, tapi tetap saja kesulitan.
Tidak lama kemudian, pintu terbuka dari luar. Isabel mengira itu adalah Anin. Dia sangat senang akhirnya bisa segera pergi dari tempat itu. Namun betapa terkejutnya Isabel saat yang datang bukan lah Anin, melainkan seorang pria berbadan besar yang sangat menyeramkan. Isabel dibuat merinding melihatnya. Dia sudah sangat ketakutan, Isabel mencoba melarikan diri, tapi pria itu menghalangi pintu keluar untuk Isabel.
"Siapa kamu? Mau apa kamu ke sini? Di mana Anin?"
"Aku ke sini hanya untuk menemanimu saja, Kok cantik," genitnya.
"Cuih, jangan mendekat kearahku!" tegas Isabel. Ini kedua kalinya untuk Isabel mengalami hal yang tidak menyenangkan dari laki-laki kurang ajar.
Pria itu semakin mendekati Isabel, dia memojokan Isabel keatas kasur. Namun Isabel terus memberi perlawanan yang membuat pria tersebut sedikit kesulitan melakukannya. Tapi akhirnya pria itu berhasil membuat Isabel tersungkur ke atas kasur, dan tertidur diatas kasur. Pria tersebut mencoba untuk menindih Isabel, tapi Isabel menghalanginya. Isabel mengambil sebuah benda yang ada diatas meja, lalu memukulkannya ke pria tersebut. Sontak pria itu langsung merasa kesakitan dan lengah. Isabel memanfaatkan hal itu, dia segera mendorongnya dan mencoba untuk lari. Tapi usaha Isabel sia-sia, pria tersebut mencengkram tangan Isabel, dan kembali menjatuhkan Isabel diatas kasur. Saat dirinya mencoba untuk menindih tubuh Isabel, seseorang memukulnya dari belakang dengan menggunakan pemukul. Pria itu langsung merasa pusing dan terjatuh disamping Isabel tertidur.
Isabel terkejut, dia semakin terkejut saat melihat siapa yang telah menyelamatkan hidupnya. Rupanya orang tersebut adalah Azam suaminya.
Azam bisa masuk ke kamar itu dengan mudah, karena tadi pria itu lupa untuk mengunci pintunya. Azam langsung saja membantu Isabel berdiri dari kasur, dan memberikan jasnya untuk menutupi tubuh Isabel.
"Ayo cepat, Isabel! Kita harus lari," ajak Azam. Isabel mengangguk dan segera berlari bersama Azam. Isabel sangat bersyukur, akhirnya dirinya kembali diselamtakan dari orang-orang yang akan berbuat kurang ajar terhadap dirinya.