Bunda Arin terus memeluk Isabel, dia enggan untuk melepaskan pelukannya. Azam terus saja cemberut tak terima melihat Bunda Arin yang sedari tadi hanya memperhatikan Isabel tanpa meliriknya sekilas pun. Azam mencoba mencari-cari perhatian Bunda Arin dengan mengetuk-ngetuk kaca mobil dengan kuku jari telunjuknya, tapi semua itu sia-sia saja, karena Bunda Arin seolah menutup telinga untuk semua hal selain Isabel. Isabel sungguh beruntung memiliki mertua seperti Bunda Arin. Baru kali ini ada seorang ibu mertua yang lebih mementingkan menantunya dibandingkan dengan anaknya sendiri.
Azam kembali menarik perhatian Bunda Arin dengann berjalan bolak-balik dibelakang Bunda Arin. Namun hasilnya tetap sama, Bunda Arin tetap tidak terpengaruh. Sementara itu Isabel terus mendapat ciuman dan pelukan dari Bunda Arin yang membuat Azam semakin tersisihkan.
Beberapa saat kemudian, Azam pun mencoba untuk berbicara saja. Dia sudah bosan melakukan berbagai cara untuk menarik perhatian Bunda Arin, namun Bunda Arin tetap tidak peka dengan tujuannya.
"Bunda, ih ... masa Bunda cuekin aku terus. Di sini aku yang anak, Bunda. Tapi aku yang seolah anak pungut," oceh Azam.
"Kamu nih, Zam. Lebay banget. Kamu itu cowok, masa iya masih ingin diperhatiin. Sekarang Bunda hanya ingin memberikan kasih sayang kepada Isabel, anak kesayangan, Bunda Arin," terang Bunda Arin yang membuat Azam semakin cemburu.
"Tau ah, Azam ngambek sama, Bunda," ucap Azam.
"Idih, gayamu, Zam. Bener-bener kayak cewek, letoy kayak gitu. Perasaan waktu hamil kamu, Bunda enggak ngidam yang aneh-aneh, deh. Tapi kenapa yang lahir jadi aneh kayak gini," celoteh Bunda Arin. Azam langsung mengerutkan keningnya dan menurunkan pandangannya.
"Bunda, tolongin Isabel! Mas Azam jahat sama aku," adu Isabel.
"Eh, kenapa, Sayang? Apa yang anak nakal itu perbuat?" tanya Bunda Arin, jarinya menunjuk Azam, marah.
"Kok aku sih, Bun. Aku juga ga tahu," ucap Azam.
"Bunda lihat!" tunjuk Isabel kepada roknya yang terjepit pintu mobil. "Tuh, rok Isabel terjepit dipintu mobil Mas Azam. Pasti Mas Azam sengaja melakukannya. Terus tadi pas Isabel minta bantuan Mas Azam, Mas Azam malah menolak membantu Isabel. Dia malah ngetawain Isabel. Katanya biarin saja Isabel terjepit kayak gini semalaman, biar Isabel terkena angin dan sakit," adu Isabel sedikit berbohong yang membuat Azam langsung membelalakan matanya.
"Bohong, Bun! Isabel berbohong! Azam tidak mengatakan itu. Azam juga tidak tahu kalau rok Isabel terjepit," bela Azam.
"Azam! Kamu nih, ya. Nakal banget. Dari kecil juga kamu sering gangguin Isabel. Sampai Isabel nangis-nangis dan ga betah tinggal dirumah ini. Kamu nakal, Azam," omel Bunda Arin. Bunda Arin menjewer telinga Azam, sampai telinga Azam memerah.
"Arghhh ... sakit, Bun. Aww ..." rintih Azam.
"Ini hukuman buat kamu, Zam. Nakal terus. Mau nakal lagi? Ampun, ga?" ancam Bunda Arin.
"Ampun, Bunda, ampun. Azam ga akan nakal lagi. Azam kapok," ucap Azam yang sudah seperti anak kecil.
"Cepat! Sekarang kamu buka pintu mobilnya. Ayo, cepat, Zam!" titah Bunda Arin.
"Baik, Bun. Azam akan buka sekarang," pasrah Azam. Azam kemudian membuka pintu mobilnya.
"Udah, Bun," ucap Azam.
"Nah, Sayang. Ayo sekarang buka pintu mobilnya, Nak," ucap Bunda Arin lembut kepada Isabel, berbeda sekali saat berbicara kepada Azam tadi.
"Udah, Bunda. Udah kelepas. Makasih Bunda Arin sayang. Muachh ..." ucap Isabel.
"Iya, Sayang. Sekarang ayo kita masuk saja, yuk, Nak," ajak Bunda Arin.
Bunda Arin dan Isabel pun pergi meninggalkan Azam sendirian. Mereka pergi masuk kedalam rumah.
"Hm ... nasib-nasib, kasihan sekali diriku. Aku yang anaknya, aku yang diasingkan olehnya. Isabel juga sama saja, aku yang bantuin dia, eh Bunda Arin yang dapat ucapan makasih," celoteh Azam.
Saat ini Bunda Arin dan Isabel sudah berada didalam rumah, tepatnya ruang tamu.
"Bun, yang lain ke mana? Anin dan Ayah, kok dari tadi ga kelihatan. Mereka ke mana?" tanya Isabel yang sedari tadi tidak melihat siapapun selain Bunda Arin.
"Ayah pergi keluar kota, Nak. Biasa, urusan kerjaan. Nah, kalau Anin, dia pergi kuliah," terang Bunda Arin.
"Oh, jadi Bunda sendirian?" tanya Isabel. Sejujurnya Isabel ingin bertemu dengan Ayah Bondan dan Anin, dia ingin meluruskan kesalah pahamannya dengan mereka berdua.
"Iya, Nak. Bunda sangat kesepian. Apalagi tanpa kamu," ungakap Bu Karin.
"Maafkan Isabel, Bunda. Isabel malah meninggalkan Bunda sendirian, sangat lama," terang Isabel.
"Iya Sayang, tidak apa, kok. Oh ya, Nak, Isabel, kamu mau Bunda bikinin apa? Kamu mau minuman apa, Nak?" tawar Bunda Arin.
"Azam mau es jeruk, Bun," ucap Azam yang tiba-tiba muncul.
"Isabel ya, bukan Azam. Udah sana kamu, Zam. Kamu minta bikinin minum sama bibi saja," suruh Bunda Arin.
"Kok gitu sih, Bun. Isabel aja Bunda yang akan bikinin, terus kenapa Azam tidak?" keluh Azam.
"Beda lagi ceritanya, Zam."
"Sayang kamu mau minum apa, Nak?" tanya Bunda Arin kembali.
"Ga perlu, Bun. Nanti Isabel akan buat sendiri minumannya," tolak Isabel halus.
"Jangan dong, Sayang. Kamu pasti cape, jadi biar Bunda saja yang buat ya, Nak," ucap Bunda.
"Tapi, Bun. Isabel akan buat sendiri saja," kekeh Isabel.
"Enggak! Enggak boleh! Pokoknya Bunda yang akan buat. Kamu mau apa?" tanyanya kembali. Azam yang sedari tadi hanya diacuhkan, memilih untuk pergi kedapur saja, dia akan minta dibuatkan minuman kepada asisten rumah tangga saja.
"Isabel, ingin minum es teh saja, Bun," ucap Isabel pada akhirnya.
"Nah, gitu dong. Ya udah, Bunda akan buatkan dulu untuk kamu ya, Sayang," tutur Bunda Arin yang langsung pergi kedapur untuk membuatkan Isabel minum.
Kini hanya tinggal Isabel yang berada diruang tamu. Isabel membuka layar ponselnya sebentar, setelah itu dia kembali menyimpan ponselnya kedalam tas.
Saat Isabel sedang duduk dengan santainya diruang tamu, tiba-tiba saja Anin datang. Belum apa-apa, Anin sudah memberikan tatapan sinis kearah Isabel. Masih terlihat jelas kalau Anin masih marah kepada Isabel.
Isabel tahu kalau Anin masih marah padanya dan tidak menyukainya, Isabel jadi tidak enak hati kepada Anin.
"Anin," panggil Isabel yang sudah melihat Anin akan menaiki anak tangga. Anin memilih untuk mengabaikan Isabel, tapi Isabel malah memanggilnya.
Anin menghentikan langkahnya dan melirik Isabel sekilas, lalu dia mengalihkan pandangannya dari Isabel.
"Hn," sahut Anin singkat.
"Apa kabar?" tanya Isabel basa-basi.
"Seperti yang dilihat," jutek Anin.
"Anin, kamu masih marah sama, Kakak?" tanya Isabel.
"Iya, masih, mungkin selamanya Anin akan marah sama Kak Isabel. Anin sudah terlanjur tidak menyukai Kak Isabel," terang Anin. Setelah mengatakan itu, Anin segera menaiki anak tangga tanpa memperdulikan Isabel. Isabel langsung mengikuti Anin, dia mencegah Anin untuk melangkah, dengan memegang tangan Anin. Tapi respon Anin sangat tidak terduga, dia menepis tangan Isabel dan mendorongnya sampai Isabel tersungkur dan jatuh dari tangga.