Isabel segera menghampiri seseorang yang butuh pertolongan, dengan sedikit berlari, Isabel sesegera mungkin untuk mendekat kepada orang tersebut.
Saat sudah hampir sampai didekat orang itu, Isabel baru tahu bahwa orang tersebut adalah seorang wanita hamil.
Sepertinya wanita hamil itu akan segera melahirkan. Wanita hamil tersebut terus memegangi perutnya yang buncit. Mencoba untuk menahan sakit yang sangat luar biasa.
Wanita tersebut mencoba untuk mengatur pernafasannya. Wajahnya sudah dipenuhi oleh keringat.
Isabel yang melihat semua itu langsung panik. Dengan buru-buru dia semakin mendekat ketempat wanita hamil itu berada.
"Permisi, Bu, apa Ibu akan melahirkan?" tanya Isabel. Karena panik Isabel sampai menanyakan hal konyol. Padahal tanpa bertanya pun harusnya dia sudah mengetahuinya.
"Mbak, ga lihat? Mbak buta atau bagaimana?" ucap wanita hamil itu, dengan begitu kesalnya.
"Maaf ... maafkan saya. Saya panik sampai tidak bisa berfikir dengan jernih," ucap Isabel.
"Aduh ... ah, aww ... uh perutku," rintih wanita hamil tersebut.
"Bu, maaf, apa saya boleh membantu Ibu?" tanya Isabel. Lagi-lagi pertanyaan Isabel membuat wanita hamil itu kesal.
"Ya ampun, mau ngebantuin apa nyusahin sih?" kesalnya.
"Oh, iya ... iya, mari saya akan bantu Ibu. Ayo Bu, saya bantuin Ibu berdiri."
Isabel membantu wanita hamil itu untuk berdiri dengan sangat susah payah. Tenaganya tidak cukup kuat untuk menahan berat badan seorang wanita hamil.
"Aduh, gimana ini? Saya kesulitan untuk membantu Ibu berdiri," keluh Isabel.
Isabel bingung bagaimana caranya membantu wanita tersebut. Apalagi tempatnya sekarang berada, merupakan tempat yang sangat sepi. Tidak ada orang yang melintas sama sekali. Sampai terlintas difikirannya, untuk memanggil Azam saja. Tapi dia juga ingat kalau Azam sedang sakit. Untuk berjalan saja susah, apalagi kalau harus membantu seseorang.
"Aww ... sakit," tiba-tiba saja wanita hamil itu menjerit kesakitan.
"Huh, ya ampun."
Isabel semakin bingung saja, sepertinya dia memang harus meminta bantuan Azam. Tidak perduli lagi gimana kondisi Azam sekarang.
"Tunggu sebentar ya, Bu. Saya akan memanggil seseorang untuk menolong, Ibu," tutur Isabel.
Isabel segera berlari menuju kearah mobilnya untuk memanggil Azam.
Setelah sampai, Isabel segera mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil.
Didalam ternyata Azam sedang tertidur dengan pulasnya.
Isabel dibuat pusing kembali, antara harus membangunkan Azam yang sedang sakit atau tidak.
Akhirnya Isabel memutuskan untuk membangunkannya saja, karena ada dua nyawa yang harus diselamatkan. Nyawa si wanita hamil dan anak yang ada didalam kandungannya.
"Mas Azam, Mas," panggil Isabel.
Azam tak kunjung terbangun juga.
"Mas! Mas Azam!" panggil Isabel kembali dengan lebih keras.
Dan untung saja akhirnya Azam mau terbangun dan segera kembuka pintu mobil.
"Ada apa, Isabel? Mana orang yang tadi butuh pertolongan?" tanya Azam.
"Nah, itu dia. Aku tidak bisa menolongnya seorang diri," jelas Isabel.
"Terus?" tanya Azam kembali.
"Aku butuh bantuanmu, Mas. Ayo cepat bantu aku," terang Isabel.
"Bagaimana caranya?" Azam terus saja bertanya membuat Isabel kesal.
"Nanti saja bertanyanya, sekarang mari ikut aku," ajak Isabel.
"Baik, tunggu sebentar," turut Azam.
Dengan susah payah Azam mencoba untuk keluar dari mobil. Dan dengan bantuan Isabel akhirnya Azam bisa keluar juga dari dalam mobil.
Saat berjalan pun Azam mengalami kesulitan. Hingga tanpa sengaja Azam terjatuh karena rasa pusing dikepalanya kembali dirasakan.
"Oh ya ampun, Mas Azam," Isabel kaget melihat Azam terjatuh.
"Tidak, Mas tidak apa. Mas bisa," ucap Azam mencoba meyakinkan Isabel.
Isabel jadi ragu, apa mungkin dengan kondisi Azam yang seperti ini bisa untuk membantu seseorang. Isabel berfikir sepertinya dia telah melakukan kesalahan besar dengan meminta bantuan pada Azam. Tapi harus bagaimana lagi, dia sudah terlanjur melakukannya.
Saat hendak berdiri, Azam mengalami kesulitan.
"Apa Mas bisa untuk berdiri dan berjalan kembali," tanya Isabel yang sudah semakin meragukan Azam.
"Tenang saja, Mas bisa, kok," terang Azam.
Untung saja akhirnya Azam dapat kembali berdiri dan melanjutkan perjalanannya untuk menghampiri seorang wanita hamil tersebut.
Disebrang sana, wanita hamil itu terus merintih menahan sakit. Dia melihat Azam dan Isabel begitu lama sekali untuk menolongnya. Dia merasa kesal dan marah kepada Azam dan Isabel. Bukannya cepat menolong dirinya, tapi malah berlama-lama saat berjalan.
Beberapa saat kemudian, akhirnya Azam dan Isabel sampai ketempat wanita hamil tersebut berada.
"Mas dan Mbak, kenapa lama sekali datangnya? Sebenarnya niat ga sih, menolong saya?" kesal wanita hamil tersebut.
"Maaf Bu, masalahnya Suami saya juga sedang sakit. Jadi sedikit kesulitan saat berjalan," ucap Isabel tanpa sadar menyebut kata suami.
Tidak usah ditanyakan bagaimana perasaan Azam saat ini, pasti sangat senang. Hati Azam berbunga-bunga mendengar kata suami keluar dari mulut Isabel.
Saking senangnya, Azam sampai tidak fokus dan melamun karena mendengar perkataan Isabel barusan.
Isabel yang melihat Azam melamun segera menyadarkan Azam dari lamunannya. Isabel memukul pundak Azam secara pelan.
"Mas," panggilnya.
"Eh, iya," sahut Azam sedikit kaget.
"Ayo dong bantuin si Ibunya," pinta Isabel.
"Iya ... Mas bantuin dia sekarang," ucap Azam.
Lalu Azam mencoba untuk mengangkat badan wanita itu. Dengan sangat bersusah payah Azam mencoba menggendong wanita hamil tersebut. Namun yang terjadi sangat diluar dugaan mereka semua. Azam tidak sengaja terjatuh yang menyebabkan wanita itu ikut terjatuh. Untung saja mereka terjatuh secara pelan. Azam bukannya tidak kuat mengangkat wanita tersebut, tapi memang saat ini kondisi Azam sangat tidak memungkinkan.
"Aww ... hiks sakit, bokongku terasa begitu nyeri," rintih wanita itu yang baru saja terjatuh dari pangkuan Azam.
"Mas, ya ampun, Ibu. Apa Ibu baik-baik saja," tanya Isabel takut.
"Bagaimana saya bisa baik-baik saja," bentaknya.
"Maaf Bu, maafkan saya," tutur Azam yang merasa bersalah.
"Maaf, maaf, difikir ga sakit apa? Saya ini wanita hamil, terus malah dijatuhkan seperti itu. Dan ya, jangan panggil saya Ibu! Saya yakin usia saya jauh lebih muda dari, Mas," kesalnya.
Disela-sela kesakitannya, wanita itu sempat-sempatnya marah karena dipanggil Ibu oleh Azam. Memang terlihat jelas bahwa Azam jauh lebih tua darinya, bahkan jika dibandingkan dengan Isabel pun, pasti Isabel lebih tua.
Azam dan Isabel dibuat heran dengan kelakuan wanita hamil tersebut.
"Baik, kalau begitu, saya harus panggil apa?" tanya Azam.
"Panggil saya, Icha. Iya Icha, nama saya Icha," ucapnya memperkenalkan namanya.
"Ok Icha, ayo saya akan bantu kamu lagi," ucap Azam.
"Tidak! Saya tidak mau! Nanti saya terjatuh kembali," tolak Icha.
"Terus saya harus bagaimana?" tanya Azam bingung.
Isabel hanya melihat keduanya saja, dia sudah sangat pusing. Isabel memikirkan cara agar dapat menolong Icha. Tapi dia tidak menemukan ide satu pun.
"Arghhh ... aww, uh ... huh ... sakit, perut saya sakit," rintih Icha yang kembali kesakitan.