Chereads / Plagiat Cinta / Chapter 40 - Sebuah Rencana

Chapter 40 - Sebuah Rencana

Isabel terjatuh berguling-guling ditangga. Bibir Isabel terbentur kesisi meja sampai mengakibatkan bibirnya sedikit mengeluarkan darah. Jangan tanyakan sakit atau tidaknya, jelas itu sangat sakit. Isabel merasakan perih yang luar biasa dibibirnya. Meski dia tahan, tapi rasa sakitnya tetap dia rasakan. Anin kaget melihat Isabel yang terjatuh seperti itu, dia fikir Isabel tidak akan terjatuh sampai segitunya. Anin sedikit merasa takut dengan perbuataanya, tapi dia kembali abai.

"Ya ampun, Kak Isabel. Bagaimana ini? Haruskah aku menolongnya? Eh, tapi untuk apa aku menolong wanita seperti itu. Toh lukanya hanya luka kecil. Tidak begitu parah juga, dia tidak akan mati hanya karena luka sekecil itu. Bodo amat lah, biarin dia urus dirinya sendiri, aku tak peduli," cuek Anin. Dia langsung pergi dengan membiarkan Isabel begitu saja.

"Ah ... shhh ... perih. Kenapa Anin menjadi sangat tega seperti itu? Dia bahkan tega meninggalkan aku sendirian saat aku sedang terluka seperti ini," ucap Isabel. "Bibirku berdarah, uh ... perih-perih," lanjutnya.

Tidak lama kemudian, Bunda Arin dan Azam kembali dari dapur. Mereka melihat sudah tidak ada Isabel disofa, tapi saat mereka melihat kearah tangga, betapa terkejutnya mereka saat melihat Isabel sedang terduduk sambil memegangi bibirnya yang berdarah. Mereka berdua langsung berlari menghampiri Isabel.

"Isabel," ucap Azam dan Bunda Arin bersamaan.

"Anakku, kamu kenapa, Nak? Apa yang terjadi sama kamu, Isabelku," panik Bunda Arin.

"Isabel, kamu tidak apa?" tanya Azam yang sama paniknya seperti Bunda Arin.

"Mmm ... Isabel tidap kenapa-napa, Bun. Bunda tenang saja. Ini hanya luka kecil," terang Isabel.

"Bagaimana mungkin luka kecil, kamu berdarah, Nak. Kamu kenapa?"

"Tadi, Isabel hanya terpeleset saja, Bun," bohong Isabel. Dia tidak ingin mengatakan yang sebenarnya. Isabel tidak ingin mengadukan Anin kepada Azam dan Bunda Arin. Dia lebih baik menyembunyikan kebenarannya saja.

"Terpeleset? Bagaimana bisa kamu terpeleset, Isabel?" ragu Azam.

"Aku tadi ingin menyimpan tasku kedalam kamar, terus pas menaiki tangga, aku malah terjatuh," bohong Isabel kembali.

"Tas? Ingin menyimpan tas? Tapi tasmu masih berada diatas meja sana, Isabel," tunjuk Azam kearah tas Isabel yang masih terletak diatas meja ruang tamu. Azam menjadi curiga kepada Isabel.

"Iya, maksudku, tas kecilku. Dompet, ya dompet," ucap Isabel.

"Benarkah?" tanya Azam yang masih saja meragukan pernyataan Isabel.

"Ish, kamu nih, Zam. Udah ah, ga usah memojokan Isabel kayak gitu. Sebaiknya kamu membantu Isabel, dia kesakitan. Cepat tolongin Isabel, Zam!" titah Bunda Arin.

"Bantuin apa, Bun?"

"Gendong Isabel kedalam kamar, kasihan dia masih kesakitan. Ayo, cepat gendong Isabel," suruh Bunda Arin. Isabel menjadi panik saat Bunda Arin menyuruh Azam untuk menggendong dirinya.

"Jangan, Bun! Isabel bisa berjalan sendiri," cegah Isabel.

"Ga boleh, Nak. Kamu terluka, harus dibantu," kekeh Bunda Arin. Isabel terpaksa menuruti perkataan Bunda Arin. Azam perlahan meletakan tangannya, dikaki Isabel, lalu Azam mulai mengangkat tubuh Isabel perlahan. Detik berikutnya, Azam langsung menggendong Isabel dan menaiki anak tangga untuk membawa Isabel kedalam kamar.

Isabel merasa risih dengan gendongan Azam. Dia tidak suka dengan setiap sentuhan Azam. Tangan Azam yang menyentuh kaki dan punggungnya, tubuhnya yang bersentuhan dengan tubuh Azam, dia tidak suka dengan semua itu.

Saat sudah berada diatas, Isabel meminta Azam untuk segera menurunkannya.

"Mas Azam, turunin aku, cepat!" pinta Isabel.

"Iya, baik," turut Azam. Azam kemudian menurunkan Isabel dari gendongannya. Isabel berjalan kaki dan memasuki kamarnya sendiri tanpa digendong oleh Azam.

Ketika mereka berdua berada didalam kamar, Isabel segera bercermin dan melihat dirinya dicermin. Dia melihat luka dibibirnya.

"Mas akan bantu obatin luka kamu," ucap Azam.

"Ga usah," tolak Isabel segera. Isabel segera memasuki kamar mandi karena tidak ingin berdebat dengan Azam.

Satu hari berlalu setelah insiden Isabel terjatuh dari tangga. Hari ini Isabel sudah mulai kembali beraktivitas didalam dapur. Isabel memasak untuk sarapan.

Saat seluruh keluarga sudah berkumpul dimeja makan, Isabel mulai menyajikan sarapan diatas meja dan menuangkannya diatas piring masing-masing. Saat menuangkan makanan dipiring Anin, Isabel dan Anin saling bertatap muka, lalu keduanya langsung beralih pandangan.

Semua orang mulai menikmati sarapan bersama tanpa Ayah Bondan, karena dia masih belum pulang dari tempat kerjanya.

Ketika semuanya sudah selesai sarapan, semua orang kembali keaktivitas harian mereka masing-masing. Azam pamit pergi ke kantor untuk berkerja, karena sudah cukup lama dia tidak kerja. Sedangkan Bunda Arin pamit akan pergi ke rumah temannya untuk arisan. Sementara Anin, dia tetap berada dirumah, karena kuliahnya mendapat jadwal siang.

Anin menatap Isabel dan menyentuh tangan Isabel, dia sepertinya ingin mengatakan sesuatu kepada Isabel.

"Kak, maafin Anin, ya. Kemarin Anin terpancing emosi sampai tega mendorong Kak Isabel," ucap Anin.

"Tidak Anin, itu bukan salah kamu. Kakak saja yang kurang hati-hati. Justru Kak Isabel lah yang harusnya minta maaf sama kamu. Maafin Kakak ya, Kak Isabel salah," terang Isabel.

"He'em ... aku sudah maafin Kak Isabel," ungkap Anin. Isabel senang mendengarnya, akhirnya Anin sudah tidak marah lagi padanya. Isabel segera memeluk Anin. Tapi dibalik pelukan Isabel, Anin tersenyum sinis.

"Mmm ... Kak Isabel, sebagai tanda permintaan maaf aku, besok Kak Isabel mau ga, ikut sama aku? Nanti kita habiskan waktu berdua," tawar Anin. "Itu pun kalau Kak Isabel tidak ada acara," lanjutnya.

"Tidak, Kakak tidak ada acara. Iya, Kakak mau ikut sama kamu," tutur Isabel.

"Asik ... berarti besok, Kak Isabel harus siap-siap, ya. Dandan yang cantik," titah Anin.

"Iya, siap," turut Isabel.

Anin memberikan kecupan kepada Isabel, setelah itu dia segera pergi. Anin berhenti sejenak, kemudian dia berbalik untuk melihat Isabel kembali, setelah itu Anin tersenyum sinis.

Didalam kamar miliknya, Anin terlihat sedang mencari ponselnya. Saat sudah menemukannya, dia segera mengetikan sebuah nomer diponselnya untuk dia hubungi. Setelah panggilan tersambung, Anin segera membicarakan sesuatu kepada orang dibalik telepon. Lalu Anin menutup panggilannya setelah berbicara kepada orang tersebut.

'Hem ... mungkin besok akan jadi hari terakhirmu berada dirumah ini. Setelah kejadian itu, pasti Mas Azam dan semua orang yang ada dirumah ini tidak akan sudi untuk menerimamu. Rencanaku pasti berhasil, rencana yang sudah kususun dengan rapih'. Batin Anin.

Isabel masih disibukan dengan kerjaannya dirumah. Dia membereskan sisa-sisa tadi sarapan. Walau ada asisten rumah tangga dirumah mertuanya, tapi dia tetap mengerjakannya sendiri.

Setelah selesai membereskan bekas sarapan dan mencuci bersih segala barang, Isabel kembali melanjutkan pekerjaannya untuk bersih-bersih rumah. Dia menyapu, dan mengepel seluruh lantai rumah dan membersihkan debu dibalik jendela rumah. Tak hanya itu, Isabel juga membersihkan halaman rumah, mulai dari menyapu dan menyiram tanaman.