Ia ingin pulang. Ia ingin pulang!!!
Ia ingin melarikan diri saat itu juga!
Batin Audrey terus menggaungkan hal itu. Namun, itu sebatas jeritan batinnya saja. Mana mungkin ia akan mengatakan keinginannya untuk melarikan diri?
Itu sama saja dengan menggali kuburannya sendiri.
Mademoiselle Edeva pergi dari ruangan itu. "Aku akan memeriksa kegiatan maid lainnya," pamitnya kepada maid senior dan Tuan Mallory.
Audrey sedikit mendelik, hatinya itu berujar, pergi saja, sana pergi! Lagi pula, ia tidak membutuhkan kedengkian Edeva kepadanya.
Hembusan napas lega keluar dari paru-paru Audrey ketika gadis paruh baya itu meninggalkan dapur.
"Cepatlah, buatkan kudapan untuk Pangeran Rhysand." kali ini maid senior yang memerintahkannya. Perintahnya sedikit melembut, dibandingkan dengan Edeva si penyihir angkuh itu.
Audrey bergabung dengan para maid senior. Ia berdiri di samping maid senior. Wajahnya sudah dipenuhi kerutan. Otot tangannya juga sudah mengendur.
Audrey merasa iba melihat perempuan itu. Meski pun ia sudah tua, tetapi masih bekerja di istana. Padahal, kondisinya sudah tidak lagi bugar.
"Apa yang harus saya lakukan? Saya tidak pernah membuat kudapan,"
"Iya, kami mengetahuinya. Meski pun banyak maid yang sudah bersertifikat keterampilan, tak jarang itu hanyalah tulisan,"
"Mengapa bisa demikian? Aku kira, mereka semua bisa memasak."
Perempuan itu sedikit terkekeh. "Bagaimana bisa rakyat jelata seperti kita membuat kudapan? Untuk membeli tepung saja tidak mampu."
Audrey membungkam mulutnya. Kaum rakyat jelata seperti dirinya, tidak akan bisa memasak. Membeli bahan masak saja sudah begitu mahal. Lebih baik, membeli roti berjamur sisa bangsawan. Itu jauh lebih murah dan mampu mengganjal perut mereka.
"Jadi, apa yang harus saya lakukan?"
"Kau hanya perlu membantuku. Aku akan membantumu khusus hari ini. Entah pada hari lainnya. Kau mengerti bukan, betapa tidak sukanya maid senior di sana, yang tidak menyukaimu?"
Audrey mengikuti pandangan wanita itu, mengarah pada maid senior lain yang berdiri di dekat Tuan Mallory. Beberapa kali, mereka melayangkan tatapan penuh benci kepadanya.
"Mengapa mereka begitu membenciku?"
"Karena kau maid pilihan, berposisi tinggi, tetapi tidak mengerti apa-apa."
"Kalau begitu, bersediakah kau membantuku? Untuk sementara, sampai aku mengerti semuanya," pinta Audrey pada perempuan itu.
Perempuan itu tidak menjawab. Ia mendiamkan Audrey cukup lama. Untuk itu, Audrey memperhatikan gerakan tangannya yang lihai. Ia membulat-bulatkan adonan roti dan meletakkan cokelat di dalamnya.
Tubuh Audrey tergugah. Ia ingin turut membulat-bulatkan adonan. Dengan pelan, ia mengikuti langkah demi langkah persis seperti yang dilakukan si perempuan itu.
Perempuan itu melirik pada hasil karya Audrey. Itu jelas dari kata rapi dan indah, bentuknya asimetris tidak beraturan.
Namun, itu usaha yang begitu bagus untuk pemula seperti Audrey.
"Baiklah, aku akan mengajarimu beberapa hal. Kalau tidak ada Mademoiselle Edeva dan maid lain yang begitu mengusikku."
Gerakan tangan Audrey berhenti. "Kau akan mengajariku? Sungguh???"
Mata Audrey berbinar-binar. Kebahagiaan berkumpul dalam dadanya.
"Aku akan mencoba untuk mengajarimu."
"Kalau begitu siapa namamu?" tanya Audrey pada si perempuan.
"Adaline Pevita. Panggil saja Adaline,"
"Baiklah, Ms. Adaline, senang bertemu denganmu. Dan mohon bantuannya,"
*
"Selamat sore, Pangeran Rhysand. Saya membawakan kudapan untuk Pangeran." tutur Audrey sembari meletakkan nampan di depan meja.
"Lama sekali kau membawakan kudapan? Ini rekor terlama sepanjang sejarah,"
Audrey sudah siap untuk menyemprot pangerannya itu, tetapi, berujung menggertakkan giginya.
Ia harus menahan laju bibirnya untuk tidak mengumpati pangeran di depannya. Ia harus sabar.
Sabar, sabar...
"Maafkan saya, Pangeran. Cukup lama bagi maid baru seperti saya beradaptasi di sini,"
Rhysand sedikit mengernyit. Ia tidak menyangka Audrey akan langsung mengalah.
Rhysand menggigit kue kering yang dibuat oleh Audrey. Manis... dan cukup lezat? Namun, mengapa lidahnya ini terbiasa dengan cita rasa ini?
"Kau yakin membuatnya sendiri?"
Diteguknya saliva yang berkumul dalam mulutnya. Sudah pasti, Rhysand akan menyadari kalau itu bukan buatannya! Setiap orang memiliki sentuhan berbeda dalam masakan!
Aduh! Audrey lupa pada fakta itu!
"Aku-"
"Kau yakin membuatnya sendiri? Aku sudah familiar dengan cita rasa ini,"
"Maafkan aku, Pangeran. Aku tidak mampu membuatnya sendiri. Miss Adaline turut membantuku,"
Rhysand langsung meletakkan kue yang dipegangnya kembali dalam piring. "Kau sudah paham tugasmu, bukan? Jangan sekali-kali membawakan masakan maid lain dalam piringku. Kecuali, itu masakan utama."
Audrey mengangkat wajahnya. Ia menangkap tatapan yang diberikan oleh Sang Pangeran.
Kali ini, dia seratus persen marah.
Audrey menggigit bibir bawahnya. Mengapa ia begitu banyak kesalahan hari ini?
"Bawa ini kembali. Siapkan air hangat untukku. Aku ingin mandi."
Audrey mengangkat kembali nampan dari hadapan Pangeran Rhysand. Ia keluar dari ruangan itu.
Tetapi, otak kecilnya itu lupa pada perintah Pangeran Rhysand barusan.
Kepalanya menyembul masuk ke dalam ruangan. Rhysand melotot padanya. "Apa lagi?!"
"Mohon maaf Pangeran, tadi Pangeran meminta apa kepada saya?"
"Mandi! Aku ingin mandi!!! Periksalah buku yang sudah diberikan oleh Hugo padamu! Di sana, ada jadwal aktivitas harianku!" Rhysand menggeram.
Audrey langsung melesat pergi dari hadapannya.
Rhysand membuang napas penuh emosi.
Ia tidak habis pikir kepada Audrey, mengapa maidnya yang satu ini selalu membuatnya gondok bukan kepalang?!
*
Audrey mencelat terburu-buru dari ruangan Rhysand.
Tingkahnya ini, jelas membuat Rhysand marah. Lagi pula, kenapa juga otaknya itu lupa?
Audrey meletakkan nampan berisi kue-kue itu ke dapur. Ia akan memasak air untuk mandi si bayi besar itu.
Ketika ia memanaskan air, Miss Adaline mendekat padanya.
"Sang Pangeran akan mandi, ya?"
"Iya, Miss. Aku harus menyiapkan air panas untuknya."
"Siapkan juga keperluannya yang lain. Biasanya dia meminta handuk baru. Itu ada di penyimpanan,"
Audrey menuruti perkataan Miss Adaline. Ia pergi ke penyimpanan.
Barulah, matanya terpengarah.
Audrey berputar di gudang penyimpanan.
Di sana, banyak sekali rak-rak penuh harta karun, bagi Audrey.
Rak berisikan bahan pokok makanan, perlengkapan mandi, membersihkan istana, segalanya ada. Lengkap.
Diambilnya handuk dari sana dan menutup kembali pintunya.
"Sudah?" Adaline mengawasi gerak-geriknya menutup pintu.
"Sudah, terima kasih banyak telah mengingatkanku."
"Tentu saja, aku hanya meminta kepadamu untuk tidak terkejut ketika memandikannya."
Memandikan?
Tubuh Audrey mematung seketika. Ini, memandikan, dalam artian memandikan yang sesungguhnya?
"Maksudnya? Aku memandikan dia?"
"Aku tidak tahu persisnya, karena aku tidak pernah bersinggungan langsung dengan Pangeran Rhysand. Akan tetapi, ada yang mengatakan, kalau para maid khusus memandikannya secara langsung..."
"Ada juga yang tidak," ucap Adaline berhati-hati.
Tubuh Audrey mendadak kaku. Ia tidak pernah memandikan bayi besar mana pun selama hidupnya! Bahkan, Pruistine dan Nissim sudah mandi sendiri di umur ketujuh mereka.
Masa iya, seorang Pangeran yang sudah dewasa, dimandikan, terlebih dengan pelayan wanita??
Oh tidak!!! Audrey bisa gila kalau seperti ini terus!!!
*