Tama terpaku dalam keheranan. Dia mengucek-ucek matanya beberapa kali untuk memastikan penglihatannya. Tapi memang benar, Penglihatannya sama sekali tidak salah. Serdadu itu mirip sekali dengannya.
Tapi, sebuah teriakan membuyarkan lamunannya. Dia pun tersadar dan bergegas mengikuti sumber suara yang berasal dari lantai satu. Di antara puluhan perempuan yang di giring, terlihat salah satu diantaranya mendorong salah satu serdadu hingga terjatuh lalu berusaha melarikan diri. Naas, belum terlalu jauh dia berlari, Sang komandan mengarahkan senjata laras panjang itu ke arahnya.
"Awas!" pekik Tama. Namun sekali lagi, ini adalah rekaman masa lalu. Jadi dia tidak bisa untuk merubahnya. Pria itu hanya memalingkan wajah, tidak tega melihat wanita itu tertembak. Sampai terdengar suara barinton lelaki yang berteriak ke sakitan.
Merasa ada yang janggal, Tama menoleh ke arah kejadian itu. Matanya terbelalak. Terlihat seorang Serdadu yang wajahnya mirip dengannya tertembak tepat di bagian jantung. Ternyata Serdadu jepang itu menghalangi tembakan itu supaya tidak mengenai wanita itu!
Seketika wanita itu menjerit histeris dan mendekati Serdadu jepang yang sedang merenggang nyawa. Dia menangis histeris melihat serdadu jepang itu tewas karena telah menyelamatkan dirinya. Mata Tama nanar melihat adegan itu. Air mata tidak terbendung di wajah putihnya. Begitu tragisnya Perbudakan pada masa penjajahan, sehingga ketika ada seseorang yang berniat baik pun harus mati dalam keadaan yang mengenaskan. Tama menyadari bahwa Penjajahan itu tidak selamanya melibatkan orang-orang jahat. Tapi justru ada orang baik di dalamnya yang dipaksaa untuk berbuat jahat.
Kejadian itu tidak berhenti di situ, Tama terkejut tatkala para serdadu yang lain menghampiri wanita yang tidak berdaya itu dan menyeretnya paksa ke dalam rumah. Tapi wanita itu terus berusaha melepaskan diri, tapi Naas dia malah dipukuli dengan ujung senjata laras panjang sehingga wanita itu pingsan dengan luka di dahi yang mengangga.
Tama tidak bisa menahan emosinya. Rekaman masa lalu itu telah berhasil mengaduk –aduk emosinya. Lalu, dia berniat menerjang para serdadu itu dan..
Tama terbangun. Dia tergeragap saat mendapati situasi di sekitarnya berubah. Dia kembali kegelapan ruang dimana banyak sekali brangkar didalamnya. Nafasnya menderu seperti telah melakukan lari maraton. Peluh sebesar jagung memenuhi dahinya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia bisa melihat rekaman masa lalu yang sadis. Terasa begitu nyata, dan berbekas di hatinya. Sungguh jika dia berada dalam situasi tersebut, ingin rasanya dia membunuh para serdadu kejam itu.
Tapi, pikirannya masih sulit menerima kejadian tadi. Bukan soal kejamnya para serdadu itu, melainkan sosok Wanita pemberani dan serdadu jepang yang mirip dengannya. Tama tersadar sesuatu. Lalu dia menatap nanar ke arah kedua tangannya, kemudian meraba-raba wajahnya. Sebenarnya kondisi fisiknya sangat berbeda dengan para orang jawa kebanyakan yang berkulit sawo matang . Tama dianugrahi kulit yang lebih putih dan postur yang tinggi semampai. Gurat keras di wajahnya menegaskan bahwa dia lain dari pada yang lain. Meski matanya tidak sipit, Tapi dengan ciri-ciri di atas sudah cukup membuktikan bahwa dirinya berbeda.
Dulu ketika dia masih kecil, Tama sering di ejek karena fisiknya berbeda itu. tapi dia hanya pasrah dan tidak berani melawan. Karena kalau sampai dia melawan maka dia akan di habisi oleh teman-teman sepermainannya. Tama kecil merengek dan bertanya kepada ibunya, kenapa dia berbeda. Ibunya hanya menangis sendu dan memeluknya erat. Ibunya tidak memberi tahu sama sekali tentang asal usul leluhurnya. Dia seolah bungkam dan tidak berniat untuk menceritakannya kepada siapapun. Tapi, dari sorot matanya, Tama bisa merasakan bahwa ada sesuatu dari leluhurnya yang sengaja di sembunyikan oleh ibunya.
Kini, Tama yang masih terduduk di ruang itu pun mulai menerka-nerka. Terlebih ketika dia melihat sosok serdadu di masa lalu yang mirip sekali dengannya. Matanya terbelalak, dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Feelingnya kuat mengatakan bahwa bisa saja yang mengalir di darahnya ini adalah darah orang jepang. Yang berarti dia adalah keturunan dari penjajah!
Tama menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Tidak, dia tidak boleh terbawa suasana. Dia harus menyelidiki asal usul leluhurnya supaya semuanya jelas. Meskipun ibunya tidak memberi tahu, tapi dia bertekad mencari tahu sendiri sampai sedetail-detailnya.
Pikirannya kini melayang kepada Raflina, sosok perempuan yang teramat dia sayangi itu sangat anti dengan ras penjajah tersebut. Dendam kesumat telah terpatri di hatinya dan sulit untuk di hilangkan sampai kapanpun. Terus, bagaimana kalau dia mengetahui kalau sejatinya Tama adalah keturunan dari penjajah tersebut? apakah gadis itu akan membantainya juga seperti yang dia lakukan kepada kebanyakan orang?
Tama mengacak-acak rambutnya lalu turun mengusap wajahnya dengan kasar. Dia sangat resah, tidak mampu membayangkan bahwa kalau sampai hal itu terjadi. Raflina, kekasih yang sangat dicintainya itu tega membunuhnya demi pelampiasan sebuah dendam? Tidak hanya dirinya yang mati tapi perasaan cinta yang teramat dalam itu akan lenyap begitu saja.
Dia memejamkan mata sembari mendongak. Berusaha melawan pikiran negatifnya sendiri. Hal yang akan dia lakukan sekarang adalah dia harus mencari tahu asal usul leluhurnya terlebih dahulu. walaubagaimanapun, darah keturunan itu tidak akan terhapus. Darah itu akan terus mengalir di nadinya dan berlanjut kepada anak cucunya kelak.
"Shinici..shinichi.. hihihihi."
Tiba-tiba terdengar suara lirih yang memangil-mangil, tapi bukan memanggil namanya. Pria itu berdiri dan mengedarkan pandangan ke sekitar. kini ketakutan yang menjalar di tubuhnya. Dia merempet di dinding, bergeser ke pintu kamar.
"Shinici.. shinichi..." sekarang suaranya terdengar lebih jelas. parau dan menyayat. Tapi sialnya, dia tidak bisa melihat sosok yang memanggilnya. Sepertinya dia tengah di permainkan.
Dia terjatuh tatkala keluar dari ruang yang penuh dengan brangkar itu. dalam posisi duduk, dia berbalik arah dengan tergesa-gesa. Lalu bersiap untuk lari tunggang langgang. Suara derap langkah kakinya memecah keheningan rumah itu. Dia menuruni tangga dengan sangat cepat. Firasatnya mengatakan bahwa ada sesuatu di belakangnya yang mengikutinya, makanya dia tidak mau menoleh ke belakang dan fokus untuk keluar dari rumah itu.
Begitu dia sampai di ambang pintu utama. Suara itu memanggil lagi. Suara parau yang terdengar memelas dan memohon, sehingga memancing jiwanya untuk menoleh.
Arghhh!!
Teriakannya membahana memenuhi seisi ruangan. Lalu dia lari terbirit-birit menuju mobilnya. Dia merogoh kunci di sakunya dan menancapkannya di tempatnya. Tapi karena saking takutnya, kunci itu beberapa kali jatuh. Sesekali dia melihat ke arah rumah itu, berharap sosok yang mengerikan yang dia jumpai tadi tidak mengejarnya. Namun, akhirnya mobil berhasil dinyalakan. Dan dia bergegas untuk pergi dari rumah itu sejauh mungkin.
Sementara di dalam rumah itu, terlihat seorang wanita yang sedang terbang melayang mengunakan kebaya corak merah yang tampak lusuh. Luka yang bernanah memenuhi tubuhnya. Raut wajahnya pilu menandakan derita sepanjang hayatnya. Dari mulutnya dia terus berkata lirih, "Shinichi, Temani aku."