-This World by Selah Sue-
Stockholm, Swedia. Satu bulan sebelumnya.
Wanita tua itu duduk di depan sederetan orang yang berdiri hormat memandangnya. Tua, seksi, anggun, dan cantik—itulah yang tergambar jelas dari wanita tua yang dipandang oleh mereka yang melihatnya langsung.
Dengan kacamata yang mempertegas wajahnya, wanita tua itu memerintahkan sesuatu dengan senyum. Meskipun begitu, tatapannya cukup menusuk dan menakutkan. Dia bangkit dari duduknya dan melangkah ke arah mereka dengan tenang.
"Vi har vår speciella gäst på två dagar. Så mycket som möjligt bör vi välkomna nipporna väl,"[1] ucapnya dengan intonasi yang mengisyaratkan bahwa dia tidak main-main. Dadanya membusung angkuh ketika melewati orang-orangnya satu per satu.
"Bagaimanapun juga kalian juga harus sudah tahu apa yang akan kalian lakukan ketika mereka datang nanti." lanjutnya. "Jangan kecewakan aku. Mereka tidak jauh beda dengan kita. Jangan sedikit pun menyepelekan mereka ataupun memandang rendah mereka." Dia menghentikan sejenak langkahnya, kedua tangannya dilipat di dada. "Kita tidak pernah tahu siapa yang lebih berbahaya. Mereka atau kita. Ingatlah itu."
Keenam anak buahnya mendengar baik-baik ucapan itu. Posisi berdiri mereka tidak ada yang berubah sejak awal, sigap dan tegap. Mereka mengenakan pakaian formal—jas hitam di mana masing-masing kerahnya diberi pin kecil berbentuk white mask, menandakan siapa sebenarnya diri mereka. Mereka adalah orang-orang yang paling diandalkan oleh kelompok besar rahasia ini.
Kemudian, wanita tua itu mundur satu Langkah, memandang mereka dalam diam. Tak lama, dia menoleh ke sisi kanannya. Seseorang tampak bersandar di bibir pintu. Menyadari orang yang pakaiannya tidak sama dengan mereka yang ada di depannya, wanita tua itu menyunggingkan senyumannya.
Ia mengalihkan pandangannya sesaat kepada mereka yang masih di depannya,
"Kalian bisa pergi."
Dengan segera mereka mengikuti apa yang diperintahkan wanita tua itu.
"Har du tänkt på vad jag sa tidigare?"[2] tanya wanita tua itu kemudian kepada pria yang masih tinggal di bibir pintu.
Pria misterius itu hanya mematung, menatapnya dengan bibir mengatup.
"Aku hanya ingin kembali mengingatkanmu. Jika kita tidak melakukannya sesegera mungkin, kita semua akan selalu dianggap sepele oleh mereka." Wanita tua itu mengalihkan pandangannya ke arah dinding berbingkai sesaat. Menurunkan sedikit busungan dadanya dan kembali berkata, "Jadi … kapan kau akan membuatku bisa merasa hidup kembali?"
Alih-alih menjawab, pria rupawan yang terlihat matang di usia awal tiga puluhan itu melangkah menuju si wanita.
"Jag har bestämt mig för att åka imorgon morgon. Nöjd?"[3] Akhirnya dia membuka suara.
"Glad to hear that!"
Sunggingan senyum seketika diperlihatkan oleh wanita tua itu. Puas dengan apa yang didengarnya membuat wanita tua itu berjalan kecil ke mejanya dan menuangkan segelas cocktail untuk diminumnya sendiri. Sementara, pria misterius memutuskan untuk duduk di salah satu sofa dan menyalakan sebuah cerutu yang diambilnya dari balik suithitamnya.
"Kau akan sangat membuatku bangga jika berhasil merebut sesuatu yang menjadi kelemahannya." Wanita itu meneguk minumannya.
"Dan ingat. Ketika kau telah berada di negara itu, kau harus melakukan semuanya secara langsung. Aku tidak ingin mendengar kau bersikap seenaknya lagi hanya karena hal konyol yang kaurasakan selama ini. Dan aku ingin mengingatkanmu kembali. Kau telah dilupakannya. Jadi, jangan pernah melupakan bagian yang telah membuatmu menjadi seperti saat ini. Bukankah itu menyakitkan?"
Yang tadinya pria misterius itu tenang menyesap cerutunya beberapa kali, seketika raut wajahnya berubah karena ucapan tersebut. Rasa sesak kembali menyerangnya, membuatnya melonggarkan sedikit dasinya dan mengembuskan napas dengan decakan kecil.
"Saat semuanya telah berjalan dengan baik, aku akan langsung mengirimkan beberapa anak buahku untuk membantumu menjalankan rencana besar kita. Kau tidak perlu khawatir. Aku sudah mengatur semua yang kauinginkan. Kau hanya perlu melangkah sebaik mungkin tanpa memperlihatkan sedikit pun jejak yang kautinggalkan di negara itu. Aku yakin jika kau akan sangat mampu melakukan semua itu dengan baik."
Wanita tua itu kembali meneguk cocktail-nya yang hampir habis. Mengisi kembali gelas itu hingga hampir penuh dan kembali meminumnya hanya dalam dua tegukan saja.
"Kau yakin sudah mengatur semua yang aku inginkan?"
"Kau meragukanku?" Kali ini, pria misterius itu mulai berbicara dalam sindiran kecil.
"Apa kau ingin aku meragukanmu?"
"Jangan meremehkan orang tua macam sepertiku ini, son. Aku tahu apa yang harus aku lakukan dan yang tidak aku lakukan. Kau mengerti?"
"Kau tidak pernah mau dirimu dikatakan tua, tapi justru mengakuinya sendiri saat ini." Cerutu kembali diisap pria itu.
"Whatever! I don't care. Fokus saja dengan tujuanmu!" Kembali wanita itu menuangkan minuman dengan kesal.
"You're getting crazier day by day. You feel that?"
"Itu bukan urusanmu. Kau bahkan lebih buruk dariku,"
"Well,"
Cerutu itu langsung disundutkan si pria dengan asal-asalan ke asbak kecil di atas meja yang ada di sebelahnya. Dia berdiri dari duduknya, bersiap untuk meninggalkan tempat.
"Kau tidak pernah memberitahuku alasan yang sebenarnya, kenapa kau sangat membenci mereka. Tapi, kau tahu semua tentangku." Dia mendecakkan lidah. "Pastinya, kepergian mereka dari sini bukanlah alasan terbesarmu membenci mereka. Suatu saat nanti aku akan mengetahuinya. Dari kau ataupun yang kutemukan."
Wanita tua itu diam saja. Tak menanggapinya dan membiarkan pria itu berbicara lagi.
"Aku tidak akan membuang banyak waktu lagi. Bagaimanapun juga mereka harus kuakhiri dengan tanganku sendiri."
"Sisakan Mark Corbin untukku. Dia juga harus membayar apa yang telah dia lakukan kepada kita." sahut cepat wanita tua itu.
"Aku tidak akan berjanji." Dia berucap penuh penekanan kali ini. "Karena dia, aku seperti ini. Apa yang telah dia lakukan kepadaku akan dia dapatkan juga nanti."
"Aku juga memiliki urusan pribadi dengannya. Bukan hanya kau saja!"
"Urusan pribadi yang sampai saat ini kau rahasiakan? Begitu?"
Wanita tua itu tidak ingin menjawab lagi dan lagi pancingan tersebut. Dia kembali memutuskan untuk diam di kala dia tahu jika dia juga memiliki hak untuk bisa mendapatkan bagiannya. Lalu, dia mengalihkan pandangan ke arah minumannya dan langsung menggeser sedikit gelas dengan helaan napas yang cukup memburu.
"Bukankah kau juga tahu alasan utama aku membencinya?!"
"Aku tidak mencium jika kematian orang kesayanganmu menjadi alasan utama kau menginginkan Mark Corbin kembali. Aku yakin ada hal lain yang sampai saat ini masih kau sembunyikan." elak pria itu.
Wanita tua itu kembali terdiam, menyisakan gelak amarah tertahan, membuatnya meneguk minuman hingga habis.
"Setidaknya, yang dia rebut dariku akan kurebut kembali. Dia akan mati dengan cara seperti itu. Kau berani bertaruh, wanita tua?" Si pria mempertegas keinginannya.
Gelas yang digenggam wanita itu dilempar kuat ke arah pria tersebut meskipun tak mengenainya. Alih-alih takut, hal itu justru menjadi lelucon kecil yang membuat pria tersebut menyunggingkan senyum sinis kepadanya.
"Kau kembali tidak suka aku memanggilmu seperti itu?"
"Apa kau bisa pergi dari sini secepatnya, huh?!"
"Du måste bara vänta på vad jag gör. Jag ringer tillbaka senare."[4]
Pria itu pergi meninggalkan wanita tua itu sendirian seutuhnya.
Amarah wanita tua itu masih bersisa. Namun, secara perlahan mulai meredup, tergantikan oleh perasaan dia yang lainnya. Minumannya di gelasnya masih setengah saat dia merasa mulai penat dengan segala pikiran yang memenuhi kepalanya. Dia melangkah dari tempatnya ke arah depan dengan membawa tatapan penuh beban.
Pandangan itu diarahkan penuh ke satu tembok berisi bermacam foto berbingkai—jajaran foto keluarga besarnya yang dimulai dari generasi sebelumnya. Namun, hanya ada satu bingkai yang terus ditatapnya tanpa henti—sebuah bingkai berisi foto seseorang menatap lurus ke arah kamera, ke arah orang yang menatapnya, ke arahnya.
Wanita tua itu terdiam penuh dalam pikiran yang kembali diarahkannya ke masa lalu. Tanpa diduga, foto dan kenangan itu justru membuatnya menitikkan air mata dalam emosi tak beraturannya.
Apa yang sebenarnya terjadi kepadanya? Dia terlihat semakin tidak baik-baik saja.
Tetesan demi tetesan air mata menghujani kedua pipinya. Satu jemari tangan dia kepalkan saat amarahnya bercampur aduk dengan air mata.
"Sebentar lagi, Eddison. Sebentar lagi …" Dia berkata kepada foto tersebut. "Bersabarlah … sebentar lagi. Jag kommer göra allt för dig. Lita på mig, Eddison ...[5]"
Saat itu juga wanita tua itu langsung mengambil bingkai foto tersebut dan memeluknya erat seakan dia sangat merindukan pria yang berada di foto tersebut.
Dendam yang sudah memenuhi jiwanya pun juga tidak bisa dihentikan. Dia memejamkan kedua matanya dengan kuat, membuat segenap keriput di wajahnya cukup terlihat. Dan saat itulah bayangan wajah Mark Corbin kembali mengukir penuh pikirannya, membuatnya menangis kuat tanpa bisa dikendalikan.
[1] Kita akan kedatangan tamu istimewa dalam dua hari. Sebisa mungkin kita harus menyambut para nippon itu dengan baik.
[2] Kau sudah memikirkan apa yang aku katakana sebelumnya?
[3] Aku sudah memutuskan untuk pergi besok pagi. Kau puas?
[4] Kau hanya tinggal menunggu apa yang aku perbuat. Aku akan menghubungimu kembali nanti.
[5] Aku akan melakukan semuanya untukmu. Percayalah kepadaku, Eddison …