"ALIKA, LO KENAPA?!" teriak Chika saat melihat Alika memasuki kelas dengan matanya yang sembab. Angel pun sama terkejutnya tapi ia tidak heboh seperti Chika.
"Gue gapapa, kok."
"Gapapa gimana? mata lo sembab kayak gitu!" sewot Chika
"Lo kenapa?"
Alika menggeleng disertai senyumannya meyakinkan kedua sahabatnya bahwa semuanya baik-baik saja, seolah tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Ia hanya tidak ingin membebani mereka, walaupun sebenarnya ia juga tidak ingin membebani Davi. Tapi entah bagaimana caranya tiba-tiba cowok itu berada di rumahnya dan mendapati dirinya sedang menangis.
Saat ini dewi fortuna sedang berpihak pada Alika, buktinya bu Sri datang di waktu yang tepat. Setidaknya ia bisa menghindari pertanyaan beruntun Chika dan Angel.
Bu Sri merupakan guru bahasa Indonesia, bu Sri dikenal dengan sifatnya yang baik dan merupakan guru idaman siswa-siswi SMA Suka Bangsa. Jelas saja baik, bu Sri hampir tidak pernah memarahi siswa-siswinya ia hanya menegurnya sekali dan dibiarkan begitu saja. Begitu pula dengan kegiatan belajar mengajar, bu Sri tidak pernah memberikan tugas yang banyak seperti guru lain seperti pak Dedi contohnya.
"Baik, ibu akan bagi kelompok ya,"
"Bu, pilih masing-masing yaa?" mohon salah satu teman Alika, Gio namanya.
"Gak bisa, ibu sudah bentuk kelompoknya." tegas bu Sri, yap walaupun bu Sri baik tapi tetap saja jika ia sudah membuat peraturan maka tidak ada yang bisa melanggarnya.
Sedangkan Gio menghela napasnya pasrah.
Bu Sri mulai membacakan anggota perkelompoknya dengan membaca kertas yang sudah ada nama-nama yang dimasukan ke kelompoknya masing-masing.
"Kelompok pertama, Gio, Eshan, dan Chika,"
Chika terkejut, "Loh, Bu? kok ceweknya saya aja?"
"Tidak ada yang protes."
"Selanjutnya, Jihan, Alika, Rangga,"
Mendengar penuturan Bu Sri, Alika hanya pasrah sedangkan Davi langsung menatap Alika dengan perasaannya yang khawatir. Ia takut jika Jihan akan berbicara seenaknya lagi pada Alika.
Merasa ada yang menatapnya lantas mata Alika menoleh, manik hitamnya bertemu dengan manik kecoklatan milik Davi. Alika bisa membaca tatapan Davi, tapi akhirnya ia tersenyum meyakinkan lelaki itu.
Lalu tatapannya beralih ke Rangga yang memang menatapnya juga, berbeda kepada Rangga ia hanya membalas tatapan Rangga dengan sinis. Sedangkan yang ditatap seperti itu hanya menampilkan ekspresi datarnya.
"Ada yang belum masuk kelompok?" Davi dan Rakha mengacungkan tangannya
Bu Sri berdeham, "Davi, kamu masuk kelompok 2 dan kamu Rakha masuk kelompok 4!"
Davi menghela napas lega, setidaknya jika ia satu kelompok dengan Alika ia bisa menjaga gadis itu.
"Untuk tugas bisa dikumpulkan minggu depan, selamat siang!"
"Siang, Bu!"
Gio si cowok heboh langsung memukul-mukul meja dengan senang lalu berlari meninggalkan kelas saat menatap Rangga yang sedang menatapnya datar dan tajam.
Alika dan teman-temannya berjalan memasuki kantin diikuti Davi dan teman-temannya juga. Mereka duduk di salah satu meja kantin yang berada di tengah-tengah.
"Pesenin, pesenin, dong!" ujar Chika
Naufal menyenggol siku Alex yang berada di sampingnya, "Pesenin sana!"
Alex lantas berdiri, bukannya memesankan makanan Alex malah berpamitan untuk menghampiri pacar yang kesekian kalinya terlebih dahulu.
"Gue samperin dulu si Letta, ya,"
"Yeee! keburu mati kelaperan dong kita!" sewot Angel
"Sebentar doang, kok,"
"Halah bullshit!" sinis Angel, sedangkan Alex sudah berlari menghampiri meja yang tak jauh dari meja teman-temannya.
"Udah biar gue aja," sergah Alika
***
Bel pulang sekolah berbunyi menandakan jam pelajaran telah selesai dan saatnya siswa-siswi meninggalkan sekolah. Tapi, berbeda dengan Alika, Jihan, Rangga dan juga Davi, mereka sedang berada di perpustakaan, karena untuk meminjam buku yang ditugaskan oleh bu Sri tadi.
Sedari tadi Jihan hanya duduk menunggu tanpa membantu mencari buku yang dibutuhkan, dirinya terlalu malas jika harus berinteraksi dengan Alika.
"Lo bantu nyari, dong!" ketus Davi, sedangkan Jihan hanya memutar bola matanya malas lalu melangkahkan kakinya keluar dari perpustakaan.
"Udah gapapa, Dav," ujar Alika saat melihat Jihan yang pergi begitu saja.
Rangga menyerahkan buku yang cukup tebal kepada Alika dengan kasar, Alika hanya bisa mendelikkan matanya sebal. Untung saja tangannya dengan cepat mengambil buku itu, jika tidak buku tebal itu akan jatuh dengan indah mengenai kaki cantiknya.
"Ini udah ketemu, Dav." ucap Alika dengan mengangkat buku itu guna menunjukkannya pada Davi.
"Dimana ngerjainnya?" tanya Davi
"Rumah, lo." Ucap Rangga singkat dengan jarinya yang menunjuk Alika, ucapan Rangga pun disetujui oleh anggukan Davi.
Saat Alika ingin melangkahkan kakinya mengikuti Davi, Rangga mencekal pergelangan tangannya membuat Alika menoleh ke belakang dengan alisnya yang bertaut.
"Lo, lupa?"
Alika semakin bingung dibuatnya, ia mengerutkan keningnya sehingga membuat keningnya berlipat-lipat.
"Kata pak Dedi!"
"Yaampun, gue lupa!"
Tadi sesaat setelah mereka istirahat, keduanya dipanggil oleh pak Dedi dan ternyata guru killer itu menyuruh Alika dan Rangga untuk membeli buku persiapan olimpiade, lantaran pak Dedi lupa membelinya. Jadilah mereka yang harus membeli.
Alika melepaskan tangannya dari tangan Rangga, "Yaudah, kalo gitu gue bilang Davi dulu. Takutnya dia nungguin gue di parkiran," ucapnya dengan berjalan mendahului Rangga.
Mengapa gadis itu bodoh? kenapa tidak jalan bersamanya saja, padahal kan dirinya juga menuju parkiran untuk membawa motornya.
"Bego!" gumamnya, lalu kakinya mengikuti Alika menuju parkiran.
***
"DAVI!"
Yang namanya merasa dipanggil pun lantas menoleh, matanya mendapati Alika yang sedang berlari ke arahnya.
Alika mengatur napasnya, "Gue pulang bareng Rangga, Dav,"
"Gue disuruh pak Dedi buat beli buku persiapan olimpiade sama si es batu!"
"Males banget," gerutunya
Davi terkekeh melihat Alika yang seperti itu, menggemaskan.
"Kalo gitu gue duluan, ya? semangat cari bukunya!"
Alika menatap Davi yang sudah melajukan motornya meninggalkan area parkiran.
"Kata orang kalo sahabatan antara cewek sama cowok, pasti salah satunya ada yang suka. Tapi gue enggak, kira-kira Davi suka gak sih sama gue?" monolognya, Alika menerawang kembali perlakuan Davi terhadapnya dari awal mereka kenal. Hingga sebuah tepukan di bahunya membuat ia tersadar.
Alika menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "E-eh ayo berangkat!" gugupnya begitu melihat Rangga di belakangnya.
Rangga menghampiri motornya yang terparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri, diikuti dengan Alika.
***
Kedua sejoli itu telah sampai di salah satu toko buku yang tidak jauh dari SMA Suka Bangsa. Alika menyusuri bagian buku-buku khusus untuk persiapan olimpiade, begitu pun dengan Rangga, cowok itu berada di samping Alika hanya saja terhalang oleh rak.
Mata hitam Alika menyapu setiap buku yang ia lewati dengan membaca judul-judulnya, lalu kepalanya beralih ke rak sebelahnya. Ia mengambil salah satu buku yang menurutnya sedikit mirip dengan yang ia cari.
"Rangga, gue nemu nih!" ujarnya dengan menjinjitkan kakinya guna menatap Rangga yang terhalang oleh buku-buku.
Rangga menoleh dan berjalan menghampiri Alika, lalu kepalanya mengangguk sembari tangannya mengambil alih buku itu dan kakinya melangkah menuju kasir, diikuti Alika dengan dengusan kesalnya.
***