Chereads / Crazy Wife Vs Cold Husband / Chapter 26 - CWCVH PART 26

Chapter 26 - CWCVH PART 26

Briel sampai di kediaman Erland. Dia melihat ada Erland dan mama Erland di meja makan, dia pun menghampiri keduanya.

"Kenapa baru pulang jam segini?" tanya mama Erland.

"Em... Itu, hari ini aku cukup sibuk di tempat melukis," ucap Briel.

"Baiklah, duduk dan makan malam bersama kami," ucap mama Erland.

"Ya," Briel duduk di sebelah Erland. Suasana canggung seketika menghampiri Briel. Briel tak terbiasa makan bersama orang asing. Bersama Erland pernah makan malam bersama tetapi itupun berakhir dengan insiden tak terduga.

Briel membuka piringnya, dia pun mulai mengambil makanan.

"Oh, ya. Apa besok kamu pergi ke tempat melukis lagi?" tanya mama Erland.

"Ya, Nyonya," ucap Briel.

"Erland, apa kamu tak mengajari istrimu, bagaimana caranya memanggil Mama?" tanya mama Erland seraya menatap Erland.

Erland menoleh, dia melihat Briel.

"Anggap saja dia mamamu, jangan panggil Nyony. Kecuali, jika kamu menganggap dirimu adalah asisten rumah tangga di rumah ini," ucap Erland.

Briel tersenyum pada Erland, dia pun melihat mama Erland.

"Ya, Ma. Maaf, aku belum terbiasa," ucap Briel.

"Hem... Harus di biasakan, harus ingat juga mulai saat ini Mamamu tak hanya satu, tetapi ada Saya juga. Bukankah mertua pun sama dengan orangtua?" ucap mama Erland.

Briel tersenyum seraya mengangguk.

'Mama dan anak ini begitu mirip, apa mereka tak bisa tersenyum? Aku jadi tak mengerti, mertuaku menyukai ku atau tidak,' batin Briel.

Briel mulai memasukan suapan pertama ke mulutnya.

"Makan yang benar, dan makanlah yang banyak. Erland pasti telah membuatmu lelah di sepanjang malammu," ucap mama Erland.

Uhuk! Uhuk!

Puk!

Briel terperangah, dia menoleh ke arah Erland dan menatap Erland tajam.

"Kamu tersedak, sampai batuk begitu. Aku hanya membantumu agar merasa lega," ucap Erland seraya tersenyum puas. Sejujurnya, dia sekalian ingin memberikan pelajaran karena Briel telah menyulitkannya saat di kantor tadi.

Briel mengepalkan tangannya. Yang benar saja, Erland bisa memberikannya air minum tetapi Erland justru menepuk tengkuknya cukup keras. Hal itu sontak membuat Briel merasa terkejut.

"Minum ini," ucap mama Erland seraya memberikan air minum pada Briel. Briel mengambilnya.

"Terima kasih," ucap Briel dan bergegas menenggaknya.

"Kalian ini kenapa? Bukankah kalian sudah saling mengenal sebelum kalian menikah? Tetapi kalian terlihat seperti musuh saja. Apa seperti itu cara kalian menunjukan perasaan kalian?" ucap mama Erland.

"Tentu saja, setiap orang memiliki cara berbeda. Bukan begitu, Briel?" ucap Erland seraya merangkul Briel.

"Ehem..." Briel kembali memakan makanannya. Dia tak mengatakan apapun lagi.

***

Selesai makan malam.

"Aku sudah selesai, aku akan ke atas dulu," ucap Erland dan mulai bangun dari duduknya. Briel pun akan ikut bangun tetapi ucapan mama Erland membuat Briel terdiam.

"Bantu Mama merapikan meja, Briel," ucap mama Erland.

Briel melihat Erland, Erland pun berlalu begitu saja dan meninggalkan meja makan.

Briel mengangkat piring kotor miliknya.

"Jangan hanya satu-satu. Kalau seperti itu, akan lama beresnya. Tumpuk dulu piring kotornya, pisahkan sendok dan garfunya. Lalu, bawalah ke wastafel," ucap mama Erland dan meninggalkan meja makan. Dia membawa gelas-gelas kotor di atas meja.

'Ini berat, ya ampun,' keluh Briel ketika mulai mengangkat tumpukan piring itu.

Prank!

"Astaga! Apa yang kamu lakukan? Masa membawa piring saja tak bisa!" pekik mama Erland seraya berlari menghampiri Briel. Dia terkejut karena Briel menjatuhkan piring-piring itu hingga pecah di lantai.

Briel menelan air liurnya.

"Aku tak sengaja menjatuhkannya, piring itu licin," ucap Briel seraya memasang wajah syok. Baru kali ini dirinya mengalami hal seperti itu karena sebelumnya tak pernah mengangkat piring kotor karena banyaknya asisten rumah tangga di kediaman orangtuanya.

"Bereskan serpihan piringnya, bertanggung jawablah atas perbuatanmu!" tegas mama Erland.

Briel mengepalkan tangannya. Dia tak suka di perlakukan kasar, tak ada yang berani memperlakukannya seperti itu.

"Ambil sapunya, jangan diam saja. Nanti bisa terkena kakimu, dan kaki orang lain pecahan piringnya," ucap mama Erland.

Briel bergegas menuju dapur, dia mencari sapu dengan bertanya pada Lely. Dia tak pernah masuk ke dapur sebelumnya, mana tahu di mana Lely menyimpan sapu.

"Untuk apa, Nona?" tanya Lely.

"Saya tak sengaja memecahkan piring," ucap Briel.

"Ya, ampun. Saya akan bersihkan, Nona lebih baik pergi ke kamar saja," ucap Lely.

"Tak usah dibantu, Lely. Dia yang memecahkannya," ucap mama Erland.

"Tapi, Nyonya. Nona Briel takutnya tak terbiasa melakukan itu," ucap Lely.

"Lalu, kenapa? Kamu tahu apa tentang mendidik anak? Seperti itu yang benar, dia juga sudah menikah, dia perlu belajar caranya menjadi istri yang baik. Hanya membawa piring saja masa tak bisa, bagaimana melakukan yang lain? Semua itu karena terbiasa, dia pasti sejak kecil tak pernah di ajari kerja keras," ucap mama Erland.

Briel mengambil sapu dan bergegas meninggalkan Lely juga mama Erland.

'Menyebalkan! Jika tak suka padaku, maka tak perlu bicara kasar hanya untuk memintaku membersihkan pecahan piring itu,' gumam Briel. Entah mengapa, Briel merasa mama Erland sengaja ingin menindasnya.

Briel menyapu pecahan piring itu begitu pelan. Dia tak pernah melakukannya dan takut melakukan kesalahan lagi sehingga akan mengundang kemarahan mama Erland lagi.

Sementara itu, Erland yang tadi mendengar piring itu terjatuh dan pecah di lantai, dia hanya memperhatikan dari lantai atas.

'Melihatnya begitu, sebetulnya menyedihkan juga. Tapi, dia itu terkadang menyebalkan,' gumam Erland dan berlalu menuju kamarnya.

Selang beberapa menit. Briel duduk di meja makan dia baru saja selesai membersihkan pecahan piring itu dan memilih untuk istirahat sejenak. Lelah, itu yang Briel rasakan padahal hanya menyapu sebagian kecil lantai saja dan hanya pecahan piring saja. Tapi, dia juga mengepel sisa-sisa noda makanan yang tertinggal di lantai.

Briel menuangkan air minum ke gelas, dia menenggaknya hingga habis.

Mama Erland hanya menggelengkan kepalanya melihat Briel yang terlihat begitu lelah seolah Briel baru saja membersihkan seluruh ruangan di rumah Erland.

'Orangtuanya pasti tak pernah mengajari caranya menjadi wanita yang sebenarnya, sehebat apapun wanita pada akhirnya setelah menikah wanita tetap harus melayani suaminya. Jika membawa piring saja tak bisa, bagaimana melakukan hal yang lebih besar dari itu? Menjadi istri tak hanya menjadi teman ranjang saja bagi suami, melainkan harus menjadi pendamping yang baik. Jangan-jangan, dia juga tak bisa memasak?' batin mama Erland.

Mama Erland pun pergi menuju kamarnya.

Sementara itu, Briel beranjak dari kursinya dan pergi ke kamarnya.

Sesampainya di kamar, Briel melihat Erland tengah duduk di meja kerjanya. Erland sempat melihatnya tetapi Briel mengabaikan Erland. Briel langsung pergi ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.

Selang beberapa menit, Briel keluar dari kamar mandi dengan memakai bathroobs mandinya. Dia mengambil pakaiannya di lemari dan berbalik.

"Astaga! Apa sudah kebiasaanmu mengintip seorang gadis?" pekik Briel syok karena melihat Erland lagi-lagi berdiri seraya bersandar di lemari pembatas kamar dan ruang ganti.

"Hem... Memangnya, kamu masih seorang gadis?" tanya Erland dan melangkah mendekati Briel.

Briel mengepalkan tangannya.

"Menjauhlah, aku akan pakai baju!" kesal Briel.

Namun, Erland justru mendekati Briel dan bersandar di lemari.

"Kenapa? Kamu kesal karena diminta membersihkan pecahan piring di lantai?" tanya Erland.

Briel tak mengatakan apapun, dia memilih menjauhi Erland tetapi Erland menahan tangan Briel.

Briel pun menjadi kesal dan mengempaskan tangan Erland.

"Jangan menggangguku, dan jangan mengikutiku ke manapun aku pergi!" kesal Briel.

Erland mengerutkan dahinya.

"Apa maksudmu?" tanya Erland tak mengerti. Rasanya, Erland tak pernah mengikuti Briel ke manapun Briel pergi. Seperti tak ada kerjaan saja, pikirnya.

"Heh! Kamu mengancamku akan mengatakan pada orangtuaku bahwa aku mendatangi rumah pria, bukankah itu artinya kamu mengikutiku?" ucap Briel.

Erland menaikan satu alisnya.

'Jadi, dia benar-benar datang ke rumah pria? Tapi, siapa yang dia datangi? Apa kekasihnya?' batin Erland.