Bulan melipat kedua tangannya dan berdiri agak jauh dari Bintang yang sedang di obati oleh Lucas. Sesekali terdengar suara Bintang yang kesakitan karena Lukanya terkena obat yang di berikan oleh Lucas. Saat melihat Lucas mulai membereskan semua obat-obatannya Bulan mulai buka suara.
"Kamu sudah tahu semua?" tanya Bulan dengan sinis.
"Ya, Lucas telah menceritakannya."
"Lalu?"
"Apakah Stella anakku?"
"Anakmu atau bukan, Semua sudah terlambat. Kau dan Sandra sudah menikah. Jadi anggap saja kita tidak memiliki hubungan apapun dahulu."
"Itu artinya Stella memang anakku?"
"Lupakan semua, hiduplah dengan tenng bersama keluarga mu." Bulan menahan air mata yang hendak menetes di pipinya.
"Gue sama Sandra tidak menikah."
Bulan menoleh ke arah Bintang, dan beralih ke Nathan meminta penjelasan, dan Nathan menganggukan kepala.
"Tapi, lima tahun lalu aku kembali ke jakarta. Bertemu pak Alex dan dia mengatakan bahwa kamu akan menikah. Aku mencoba menghubungimu tapi ada beberapa pegawai mengatakan kau di singapore."
"Ya aku memang di singapore selama lima tahun ini."
Bulan tercengang, ia bingung harus bahagia atau tidak. Ia tidak mampu berkata-kata mendengar kenyataan seperti ini.
"Kembalilah, demi ayah dan Stella." Bintang berjalan menghampiri Bulan.
Lucas dan Nathan meninggalkan mereka berdua untuk menyelesaikan masalah mereka. Bulan tidak bisa menutupi perasaannya bahwa ia senang Bintang tidak menikah dengan Sandra. Tapi ia tidak ingin gegabah mengambil keputusan.
"Lan, dulu memang aku menolak menikah denganmu, tapi setelah kepergianmu aku merasa kehilangan. Aku akan menebus semua kesalahanku."
"Kau inginkan aku atau Stella?"
"Apa maksudmu?"
"Jika kau ingin aku kembali karena Stella, aku rasa itu bukan pilihan yang bagus. Karena untuk kedua kalinya kau akan terpaksa hidup denganku. Jika karena Stella kau bisa mengunjungi dia kapanpun tanpa harus aku kembali padamu."
"Tidak, kau tidak tahu betapa gilanya aku, betapa stresnya aku saat kamu hilang."
Bintang terjatuh berlutut di bawah Bulan, dan memohon pada Bulan agar ia kembali padanya.
"Aku mohon, ikut aku ke jakarta dan memulai semua dari awal." bintang mencium tangan Bulan dan mulai meneteskan air mata lebih deras.
"Tunggulah beberapa hari untuk berfikir, dan untuk memberi pengertian pada Stella," ucap Bulan dan membantu Bintang untuk berdiri.
"Mama, Stella mau sama papa." tiba-tib suara kecil itu muncul dari balik tembok.
"Stella," ucap Bulan dan Bintang bersamaan.
"Kamu kok nggak tidur." Bulan berlutut di hadapan Stella.
"Stella takut mama kenapa-napa, jadi Stella susulin mama pas mama bangun," sahut Stella dengan polos.
"Ma, Stells boleh peluk papa?" tanya Stella dengan mata berkaca-kaca.
Bulan mengangguk dan melepaskan Stella pada Bintang. Tangis mereka pecah. Stella dengan erat memeluk Bintang begitu pula Bintang. Natha da Lucas yang melihat dari teras ikut meneteskan air mata.
"Pa, papa kenpa kerjanya lama sekali? Papa sudah buat istana buat Stella ya? Kata mama, papa kerja buat cari uang biar bisa punya rumah yang besar. Dan opa ke dua ada di sana."
"Iya, papa sudah buatin Stella rumah besar. Dan opa ada di jakarta."
Tiba-tiba Stella berlari menuju kamarnya, Bulan dan Bintang yang khawatir segera menyusul Stella.
"Sayang kamu kenapa?" tanya Bulan.
"Aku mau nunjukin ini ke papa." Stella keluar kamar dan menjukkan dua lembar kertas gambar.
"Pa, ini gambar stella. Waktu itu ibu guru minta stella gambar ayah dan Mama. Tapi Stella gambar ini juga buat papa." Stella menunjukkan gambar seorang anak yang berdiri di antara kedua orang tuanya.
"Dan yang ini, mama, papa, Stella, opa satu, dan opa kedua." Stela menunjukkan gambar lain. Hal itu membuat Bintang menangis terisak memeluk Stella.
"Maafin papa, sayang," ucap Bintang dengan suara bergetar.
"Papa," panggil Stella, Bintang segera melapas pelukannya.
"Kenapa sayang?"
"Papa, jangan tinggalin Stella sama mama lagi." suara Stella mulai bergetar menahan tangis. "Stella nggak mau mama di katain sama tetangga terus."
"Di katain apa sayang?"
"Stella, kamu tidur ya. Sudah malam." Bulan memotong percakapan Stella dan Bintang.
"Stella nggak mau tidur," jawab Stella dan memeluk tubuh Bintang.
"Kenapa?"
"Nanti kalau Stella Bangun Papa pergi lagi." stella mulai menangis.
"Nggak, papa besok masih di sini. Sekarang Stella tidur ya."
"Sama papa tidurnya."
Bintang tersenyum dan menidurkan Stella dengan sabar. Sedangkan Bulan menunggu bersama Nathan dan Lucas.
Lucas mengambilkan segelas air untuk Bulan, dan mencoba menenangkannya, Nathan yang duduk di depan Bulan menatap tidak percaya akan pertemuan ini. Bahkan ia tidak mengeluarkan satu katapun dari mulutnya hanya matanya yang tidak berpaling dari Bulan. Lucas dan Nathan banyak pertanyaan yang ingin mereka tanyakan. Namun sungkan untuk mengatakan, dan alhasil keheningan yang terjadi antara mereka.
Sedangkan Bulan berfikir keras untuk keputusannya kedepan, ia bingung harus kembali pada Bintang atau tidak. Dalam benaknya belum yakin akan Cinta Bintang namun ia tidak tega jika harus memisahkan Stella dengan Bintang lagi.
"Stella sudah tidur." tiba-tiba suara Bintang memecah keheningan.
"Terima kasih." Bulan dengan canggung menatap Bintang.
"Aku tidak memaksamu untuk mengambil keputusan dengan cepat. Selama kamu belum memberikan putusan aku akan kesini setiap hari."
"He'em." Bulan mengangguk.
"Than, ayo pulang." Bintang mengajak Nathan untuk pulang.
"Dokter Lucas saya pamit dulu." Nathan berpamitan pada Lucas.
"Saya juga pamit, maaf untuk hari ini." Bintang memeluk Lucas menandakan mereka berdamai.
Lucas tersenyum ramah dan mengantar Bintang hingga depan rumah, Lucas lega ketegangan antara dia dan Bintang telah berakhir. Begitu pula dengan Bulan, lucas bahgia untu Bulan karena ia akan kembali pada orang yang seharusnya.
Sedangkan Nathan dan Bintang pulang dengan suasana hening dalam mobil. Mereka enggan memulai cerita. Bintang terlallu bahagia sedangkan Natham enggan bertanya karena takut mengubah mood Bintang karena pertanyaannya. Setelah perjalanan cukup lama, Bintang dan Nathan sampai di rumah Natha. Di dalam rumah minialis yang terdesain unik ini Nathan tinggal bersama tukang kebun yang menjaga rumah Nathan jika ia harus kembali ke jakarta.
"Lo tidur di kamar tamu aja," ucap Nathan saat memasuki rumahnya.
"Kenapa nggak sama Lo sih." kesal Bintang mendengar ucapan Nathan.
"Kan lo disini nggak semalam aja , Bin," sahut Nathan.
"Yah... Lo nggak pingin dengar curhatan gue?"
"Mau curhat apa lagi Bin? Semua lika liku hiduo Lo udah tahu semua gue, lo mau curhat apa lagi?"
"Sini sini," Bintang meminta Nathan mendekat di sofa.
"Apaan sih?"
"Sini dulu," pinta Bintang.
Nathan denga kaki di seret mendekat ke Bintang dan menunggu Bintang berbicara. Namun setelah duduk di sebelah Bintang, ia tak kunjung bicara.
"Lo mau ngomong apa sih?" tanya Nathan dengan kesal.
"Gue.... Gue.... Laper Than. Pesenin makan dong."
"Sialan, gue kira apaan. ngerepotin aja sih lu. Sudah malam mana ada." umpat Nathan. Nathan melempar bantal sofa ke arah Bintang.