Suster yang tadinya melongo karena jawaban kedua pria itu segera tersadar, ia meminta Bintang masuk karena tadi dia yang membawa Bulan ke UGD.
Bintang mengikuti langkah suster untuk menemui dokter yang menangani Bulan. Bintang di arahkan ke suatu ruang yang suhuna lebih dingin. ia melewati bulan yang masih terbaring di atas tempat tidur rumah sakit.
"Keluarga nyonya Bulan?" tanya dokter saat melihat suster membawa sesosok pria tampan di belakangnya.
"Ya." Bintang mengangguk dn langsung duduk di depan meja kerja dokter itu setelah melihat suster menarik kursi dan memeprsilahkannya duduk.
"Anda siapanya pasien?"
"Saya suaminya," jawab Bintang.
Dokter itu masih memperhatikan wajah pria di hadapannya, ia merasa tidak asing dengan wajah Bintang. namun ia segera melupakan itu dan mulai menjelaskan kondisi Bulan.
"Pak, apa anda memiliki masalah dengan istri anda?"
"Tidak."
"Apa istri anda pernah mengeluhkan sesuatu tentang sakit atau masalh yang dia alami?"
"Tidak."
"Pak, istri anda sangat depresi dan shok, barangkali dia habis mengalami sesuatu, dan dia mengalami demam.
Bintang tidak menjawab apapun, ia diam dan mecoba mengingat-ingat.
"Apakah pernikahannya selama ini yang membuatnya depresi," Batin Bintang.
"Pak," ucap dokter itu membua Bintang sadar dari lamunannya.
"Eh ... coba nanti saya tanyakan pada istri saya." Bintang sedikit gugu karena kaget .
"Baik, tolong jaga makannya dan minum obat secara teratur." Dokter itu memberi selembar kertas yang bertuliskan resep.
"Apa dia harus menginap disini?" tanya Bintang sembari menerima resep itu.
"Iya, lebih baik malam ini menginap dulu disini, dan besok siang boleh pulang," jelas dokter.
"Baik terima kasih dokter Yunita." Bintang membaca pin nama yang tertempel di jas dokter itu.
Bintang menjabat tangan dokter Yunita dan segera keluar membawa resep obat untuk Bulan.
***
Sedangkan di luar ruang UGD Raka dan Johan tidak saling sapa dan tegur, hanya saja sesekali mereka bertemu di satu pandangan. hingga Johan tidak bisa menahan hasratnya untuk bertanya tentang Bintang.
"Mas, apa benar mas yang tadi itu suaminya Bulan?" tanya Johan sembari duduk di samping Raka.
Raka bukannya menjawab ia malah engangkat kedua bahunya yang menandakan bahwa dia tida tahu.
"Pasti orang itu cuma ngaku-ngaku aja kan, mas." Johan masih memancing Raka untuk bukaa suara, namun usahanya sia-sia, reaksi Raka sama seperti tadi. ia hanya mengangkat kedua bahunya.
"Mas, kamu ini nggak bisa ngomong atau lagi kesambet." Johan merasa jengkel dengan sikap Raka.
"Ya, saya kesuruan pocong duduk," ucap Raka sembari menoleh dan menatap tajam ke arah Johan.
"Astagfirulloh, jangan becabda mas, ini malam-malam loh." ucap Johan seraya mengelus dadanya.
"Kan emang pocong keluarnya malam mas, kalau siang namanya bencong." Raka tertawa melihat wajah Johan yang berubah pucat.
"Lah, masnya di tanya cuma gini-gini aja." Johan mempratekkan gerakan Raka mengangkat kedua Bahunya.
"Kan tadi sudah di bilang, biarkan Nyonya Bulan saja yang menjelaskan," ucap Raka yang kembali terlihat serius.
"Nyonya?" Johan mengulang kata-kata Raka.
Raka hanya menatap remeh pada Johan yang masih di selimuti rasa penasaran dan khawatir. Johan menggeser tubuhnya menjauh dari Raka. fikirannya sangat kacau terlintas di benaknya wajah Dhea, namun otaknya memikirkan Bulan sepenuhnya.
'SREEEETT'
"Ka, tebus obat ini di apotik rumah sakit." Bintang keluar dengan menyodorkan selembar kertas kepada Raka. Raka dengan sigap menerima kertas itu segera pergi, Johan yang sedari tadi menunggu berdiri menghampiri Bintang.
"Bagaimana keadaan Bulan?" tanya Johan.
"Lebih baik." Bintang menjawab dengan ketus dan memalingkan wajahnya.
"Saya ingin melihatnya." Johan berjalan menuju UGD, namun di hadang Bintang.
"Besok saja," ucap Bintang.
"Kenapa? saya semakin curiga dengan sikap anda." Johan tetap berusaha masuk kedalam UGD.
"Biarkan dia istirahat." Bintang tetap mengahadang Johan.
"Ada hal yang harus saya selesaikan dengan dia, jadi biarkan saya masuk." Johan mendorong tubuh Bintang.
Bintang membalas dorongan Johan, sehingga mereka terlibat keributan dan membuat pihak keamanan memisahkan mereka.
"Kalian jangan bikin ribut disini, menganggu pasien," ucap salah satu satpam.
"Ada apa pak?" tanya seorang dokter dari ruang UGD.
"Ini Dok, mereka berkelahi di depan UGD." satpam itu menjelaskan kepada Dokter yunita.
"Saya hanya ingin menjenguk pacar saya tapi di hadang oleh dia." Johan meronta dari cengkraman satpam.
Dokter Yunita terbelalak.
"Bukankah dia suaminya." batin Dokter Yunita dengan menatap ke arah Bintang, namun ia tidak ingin mengambil pusing urusa mereka.
"Kalian bisa menemui pasien dengan syarat satu persatu masuknya." jelas Dokter Yunita.
"Kalau begitu biarkan saya masuk, kan dia sudah masuk tadi." Johan bersih keras untuk menemui Bulan.
"Baik, silahkan." Dokter Yunita mengantar Johan menemui Bulan. sedangkan kedua satpam yang melerai Johan dan Bintang tadi menunggu di depan UGD dan mengawasi Bintang.
Johan duduk di sampinh tempat tidur Bulan, ia memegang tangan Bulan dengan perlahan, hal itu membuat Bulan terbangun dan menoleh kearah Johan. Bulan tidak mengucapkan apapun, hanya air mata yang mengalir hingga telinganya.
"Lan, maafin aku," ucap Johan dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca.
"Semua yang kamu lihat aku bisa jelasin." Johan meremas telapak tangan Bulan.
Air mata Bulan semakin deras, dada terasa sesak dan sakit melihat Johan berada di sampingnya, tatapan penuh kemarahan memenuhi bola matanya. ingin sekali ia memukul Johan, berteriak sekeras mungkin namun ia merasa lemas, ia hanya menghempaskan tangannya dari genggaman Johan, ia merasa jijik melihat ucapan Johan,
"Kenapa?" Johan kaget melihat sikap Bulan yang tidak pernah ia tahu selama pacaran.
"Aku tahu kamu marah, tapi semua itu tidak seperti yang kamu pikirkan, dia hanya teman kerja aku," jelas Johan seraya mencoba meraih tangan Bulan.
"Pergi kamu!" ucap Bulan dengan lirih.
"Nggak, sayang." Johan masih berusaha menggenggam tangan Bulan, dan Bulan dengan sekuat tenaga menghindari dan menghempaskan tangan Johan dari tangannya.
"Aku tidak butuh penjelasanmu, Pergi sekarang." Bulan berkata dengan lebih keras.
"Biarkan aku menemani kamu disini, sayang."
"Enggak, kamu pergi sekarang." Bulan semakin marah.
"Enggak, aku mau menemanimu disini, aku bakal rawat kamu." Johan berusaha menenangkan Bulan dan menggenggam tangan Bulan.
"Aku bilang, PERGI!" Bulan berteriak sekuat tenaga dan menghempaskan tangannya dadi genggaman Johan sehingga menyebabkan infus di tangannya putus dan membuat darah dari tangannya mengucur deras.
"Argh." Bulan berteriak kesakitan.
Bintang, Raka, Dokter Yunita dan kedua satpam mendengar teriakan Bulan, Bintang segera menerobos kedua satpam penjaga itu dengan sekuat tenaga, hingga ia melihat Bulan sedang di rawat oleh Dokter Yunita.
"Lo apain dia?" Bintang segera menyerang Johan dengan ganas kedua satpam itu melerai kedua pria itu di bantu oleh Raka.
"Pak sebaiknya anda keluar." Satpam itu menarik keluar Johan dan Bintang.
Bersambung....