Setelah perjalanan panjang, akhirnya Zahra telah sampai di sebuah kota, kota kecil yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota. disinilah dirinya akan memulai lembaran baru, menjadi orang baru dan kembali membangun kehidupan untuk putra tunggalnya. Alzaky Arsyanendra Wisongko, nama yang ia berikan dua tahun yang lalu. Al adalah cahaya dan kekuatan untuknya. Zahra menatap sekeliling desa yang masih terlihat asri. dirinya akan memulai usahanya di kampung yang baru di kota ini. berharap kehidupan baik akan berpihak padanya. Erna wanita yang muda yang menjadi pengasuh putranya. bahkan rela tidak dibayar asal selalu bersamanya. Erna adalah gadis yatim piatu Seperti dirinya tidak memiliki siapapun dalam hidupnya.
" Zahra, biarkan Al bersamaku. lebih baik kamu istirahat." Suara Erna telah membuyarkan lamunan panjang Zahra.
"Erna, kau sudah mandi?" Kata Zahra saat melihat wanita yang kini seperti kakaknya.
"Ya, sudah. sini biar Al tidur dikamar nya." Erna mengangkat tubuh mungil Al. dan membawanya kedalam kamarnya. rumah sederhana yang kini menjadi rumah Zahra, tiga puluh menit Zahra keluar dari kamar mandi dan bergegas keruang makan, terlihat Erna yang tengah menyiapkan makan siang untuk mereka. suara ketukan pintu membuat mereka saling pandang.
"Siapa yang datang Zahra?" Kata Erna.
"Entahlah, kamu tunggu disini. mungkin itu tetangga kita yang di sebelah." kata Zahra dan keluar dari menemui tamu yang datang.
"Selamat siang Bu Adelia, maafkan saya menganggu. ini kartu pengenal kamu tertinggal di meja." Kata wanita paruh baya dengan ramah.
"Ya, Bu. terima kasih sudah mau mengantar kerumah." Kata Zahra ramah.
"Tidak apa-apa Bu Adelia. ini sudah jadi tugas saya jadi d pengurus maaf Bu dimana si ganteng Al?" Zahra tersenyum saat Bu wanita paruh baya mencari Al.
"Al, tidur Bu. mungkin lelah setelah perjalanan jauh. Bu silakan duduk. mau minum apa Bu?" Kata Zahra dengan kebut dan kini mereka berbincang-bincang di ruang tamu. tidak berapa lama Erna mengantarkan minuman dan berapa kue teman ngeteh.
"Bu Adelia... bolehkah ibu bicara sesuatu dengan Bu Adelia?" Kata Bu Laras dengan hati-hati.
"Ya, Bu katakan saja ada apa?" Kata Zahra, senyumnya tidak pudar dari bibirnya membuat Laras semakin nyaman saat berbicara dengannya meski batu bertemu.
"Emm ... maukah Bu Adelia ... aku panggil dengan panggilan Nak?" Kata Laras, membuat Zahra menatap terkesiap mendengar perkataan dari wanita yang baru ia kenal.
"Apa Bu Adelia bersedia? saya tahu ini terlalu cepat tapi saya benar-benar merasa dekat dengan Nak Adelia, terlebih dengan sih tampan Al." Kata Laras. Zahra seketika merubah mimik mukanya dan dan memperlihatkan senyum indahnya pada wanita yang kini menganggapnya sebagai Putrinya.
"Silahkan ibu, Adelia juga sangat senang. ibu menganggap Adelia seperti anak ibu sendiri." Kata Zahra. dengan senyum yang tidak hilang dari bibirnya.
"Ya sudah, ibu pulang dulu ya Nak, ini kartu identitas kamu." Laras memberikan kartu identitas pada Zahra.
"Nak Adelia, kenapa tidak Zahra saja. menurut ibu jauh lebih indah dan terdengar merdu saat di panggil nak. apakah ibu boleh memanggilmu dengan sebutan Zahra?" Zahra yang tidak ingin memakai nama Zahra, pada akhirnya tidak menolak saat Laras ingin memanggilnya dengan nama Zahra.
"Terima kasih Nak, ibu permisi. sebentar lagi bapak pulang dari balai desa." Kata Laras. yang di angguki oleh Zahra.
Setelah kepergian Laras, Zahra kembali mengingat bagaimana dirinya memakai nama Zahra dan berganti menjadi Yasmine dan disini dirinya ingin memakai identitas baru untuk memulai kehidupan baru, kini harus kandas setelah ibu Laras meminta izin memanggilnya dengan nama Zahra.
"Zahra, ayo kita makan dulu." Zahra menatap Erna. dan mereka melangkah menuju ruang makan. menikmati makan siang mereka dengan tenang. usai makan siang Zahra kembali kamar dan membuka laptop memulai pencarian untuk usaha yang akan ia rintis, namun hingga malam hari tidak ada satupun yang mendukung usahanya, masalah utamanya karena perjalanan dari kota ke desa terlalu jauh dan memakan waktu hingga berjam-jam.
"Zahra, ini sudah malam. apa kamu tidak lelah. bahkan sejak kita sampai disini aku tidak melihatmu beristirahat." Kata Erna dengan lembut. sejak dirinya di pertemukan dengan Zahra di mansion mewah milik Mario, dirinya sangat mengerti bagaimana perjuangan seorang Zahra yang dalam keadaan hamil hingga melahirkan dan memilih tinggal di luar negeri hingga kini harus kembali lagi ke negeri sendiri dan dirinya harus tinggal dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan putra tunggalnya dan dirinya.
"Erna, kenapa belum tidur?" Kata Zahra saat melihat erna yang kini berada di sampingnya.
"Bagaimana aku bisa tidur, jika kamu masih menatap laptop seperti ini. beruntung hari ini Al kelelahan hingga tidak merengek meminta dirimu untuk menemaninya." kata Erna, yang dibalas dengan senyum dari Zahra. Erna yang tahu kelemahan dan kelebihan yang dimiliki Zahra, dan mudah membuat mood Zahra cepat membaik hanya dengan menceritakannya keseharian Al padanya.
Di negara yang berbeda Alfred yang kehilangan Zahra dan saat mengunjungi apartemen miliknya, telah kosong bahkan Zahra telah menitipkan kuncinya pada penjaga apartemen.
"Aaaarrrggggg .... siiiiaaallllll" Teriak Alfred, tanpa menunggu lama dirinya mengerahkan seluruh orang-orang untuk mencari Zahra. tidak jauh berbeda dengan Alfred. Brian yang mengetahui dari orangnya yang diam-diam untuk mengikuti Zahra. hingga akhirnya mereka kehilangan jejak Zahra.
"Aku tahu itu kamu Zahra, jika kamu adalah Yasmine untuk apa kamu menghindari ku? aku akan menemukan dirimu Zahra. kita lihat saja nanti. aku tidak akan melepaskan dirimu kau masih istriku tidak akan pernah berubah sampai kapan." Kata Brian, menatap foto Zahra saat mereka menikah dan foto Zahra yang berapa hari laku ia mencurinya.
"Tuan, ada kabar." Kata Ben sang asisten.
"Katakan!"
"Seorang wanita yang mirip nyonya terlihat di bandara tiga hari yang lalu dan sebelum kepergiannya malam itu, mereka sempat berjalan-jalan dan menghabiskan waktu mereka di salah satu mall dan..." Ucapan Ben terhenti saat teringat sebuah foto yang ia dapatkan.
"Ben!!! kamu tahu aku tidak suka menunggu dan yang berbelit-belit!!" Kata Brian dinding.
"Ini Tuan!" Ben memberikan lima lembar foto, dimana Zahra tengah menggendongnya anak laki-laki yang wajahnya tertutup dengan topi.
"Ben, apakah dia... dia anakku?" kata Brian tidak percaya saat melihat foto Zahra yang tengah bermain dengan seorang anak laki-laki di salah satu pusat perbelanjaan yang ramai pengunjung. dan anak itu terlihat sangat mirip dengannya.
"Ben, dia .... dia benar-benar anakku, Zahra tidak menggugurkan kandungan Ben, dia mirip denganku bukan Ben?" Kata Brian, tanpa terasa butiran bening keluar dari kelopak Matanya.
"Sepertinya seperti itu tuan, hanya saja wajahnya tidak begitu jelas Tuan?" Kata Ben, dirinya yang pernah secara langsung melihatnya dan saat itu Zahra menatapnya dengan tatapan dingin seakan ingin membunuh siapa pun yang mendekati putranya.