Brian yang telah tiba di Indonesia. tanpa memperdulikan dirinya yang lelah. mencari keberadaan Zahra. walau harapannya sangat kecil untuk menemukannya namun. dirinya tidak menyerah begitu saja. sesampainya di bandara Brian yang meminta pada sang asisten untuk membawa semua barang-barangnya ke apartemen. setelah mengetahui jika Zahra bukanlah orang yang harus bertanggung jawab atas spa yang terjadi dengan sang ibu. Brian mengendarai mobilnya menuju kediaman nenek Zahra. satu jam perjalanan, akhirnya Brian telah sampai di depan rumah sederhana yang kini terlihat, indah saat di pandang. langkah kakinya mendekati rumah yang terlihat bersih. Brian mengetuk pintu, berapa kali namun tidak ada satu Jawaban dari dalam.
"Tuan, sedang apa anda di rumah saya?" Kata seorang wanita, yang baru kembali dari warung.
"Begini... saya mau mencari Zahra, apakah dia ada didalam?" Kata Brian dengan antusias.
"Zahra? tidak ada. sudah lama Zahra tidak pernah pulang, dan ini rumah saya tuan." Kata wanita yang berdiri tidak jauh dari Brian.
"Apa maksudnya, rumah ini rumah anda? bukankah ini rumah neneknya Zahra?" Kata Brian.
"Ya, dulu memang rumah Zahra. tapi sekarang rumah saya tuan. sebaiknya anda pergi dari Rumah saya." Kata wanita itu lagi, dengan terpaksa Brian meninggalkan rumah Zahra dan pergi dari tempat tinggal Zahra, menuju kediamannya.
Sepanjang perjalanan Brian tidak henti-hentinya memikirkan keadaan Zahra, dan putranya. dimana ia tinggal dah apa yang akan ia lakukan tanpa ada uang.
"Aaaarrrggggg.... Zahra, kamu dimana. aku tahu kesalahan yang aku lakukan tidak pantas kamu maafkan, rapi aku mohon Jangan menjauh dari ku Zahra. jangan lagi pergi Zahra." Brian memukul stang kemudi dirinya, benar-benar frustasi. kesalahannya tidak mungkin mudah untuk di maafkan. tapi dirinya ingin memperbaiki semuanya bersama Zahra dan putranya. walau hatinya terasa sakit dan penyesalan yang mendalam. namun di dalam hatinya merasakan bahagia karena Zahra tidak mengugurkan kandungan. Zahra telah memberinya seorang anak laki-laki. walau dirinya tidak melihat dengan jelas wajahnya.
Brian menghentikan mobilnya dan merogoh kantong celana, dan menghubungi seseorang.
"Ben, dimana alamat Vania?" Kata Brian dinding.
"Akan saya kirimkan tuan Brian." Brian menatap layar ponselnya yang tertera alamat sahabat baik istrinya. tanpa menunggu lama, Brian menancapkan gasnya menuju kediamannya. 'Ini alamat rumah yang baru. kenapa dia ikutan pindah apa mungkin, Zahra ada bersama dengannya.' gumam Brian dalam hati.
Tidak berapa lama mobilnya memasuki halaman rumah sederhana, tanpa menunggu lagi Brian keluar dari mobil dan mengetuk pintu.
"Tunggu.." Terdengar suara dari dalam rumah. tidak berapa lama suara langkah kaki mendekati pintu.
"Siapa...." Vania membulatkan matanya, melihat pria tampan yang berada di hadapannya. bukan ketampanan yang membuat Vania terkejut tapi kedatangan Brian yang berada di hadapannya.
"Vania... boleh aku masuk?" Kata Brian. namun Vania yang terkejut dengan kedatangan Brian membuatnya terdiam tanpa menjawab perkataan Brian.
"Vania!" Kali ini Brian meninggikan suaranya.
"Eh! i... iya tuan Brian, silakan masuk." Vania membiarkan Brian memasuki rumahnya.
"Tuan Brian, ada apa? kenapa anda kesini?" Kata Vania.
"Vania apa Zahra menghubungimu?" Kata Brian.
"Maksud tuan apa? Zahra menghubungiku? tidak Tuan sudah lama Zahra tidak menghubungiku." Kata Vania.
"Kapan terakhir Zahra menghubungimu?" Kata Brian. dengan Suara yang cemas dirinya berharap jika Vania memiliki informasi tentang Zahra.
"Dua minggu yang lalu tuan." Ucap Vania Setelah mengingat kapan terakhir Zahra menghubungimu untuk membicarakan rumah neneknya yang ia sewakan pada orang lain.
"Apa yang dia katakan padamu Vania? atau dia membahas kepulangan dirinya kesini?" Brian yang tidak bisa menahan keinginan tahuannya kembali mendesak Vania.
"Tidak, Tuan."
"Coba kamu ingat-ingat, Vania." Brian kembali bertanya namun gelengan kepala Vania sebagai jawaban jika dirinya tidak tahu apapun tentang Zahra.
"Apa kamu menyimpan nomer ponselnya? bisakah kamu memberikannya padaku." Brian mengusap wajahnya dengan kasar. kemana lagi ia harus mencari keberadaan Zahra dan putranya.
"Ini tuan.." Dengan perasaan ragu. Vania memberikan nomer ponsel Zahra pada , Brian. ' Zahra, maafkan aku, aku tahu apa yang aku lakukan ini adalah kesalahan. maafkan aku Zahra. aku telah menghianati dirimu.' Kata Vania dalam hati.
"Terima kasih, Vania. aku pergi dulu." Tanpa menunggu lama Brian meninggalkan rumah Vania dan kembali kedalam mobilnya. Brian menghubungi nomor yang di berikan oleh Vania, satu deringan, dua deringan hingga empat deringan. terdengar suara lembut dari seberang teleponnya. tubuh Brian seketika menegang. suara yang telah lama ia rindukan. suara yang dua minggu yang lalu masih bersamanya dan kini suara lembut Zahra. namun tidak berapa lama terdengar suara yang nyaring yang memanggilnya Zahra.
"Mama...." Suara yang membuat air mata Brian jatuh tanpa bisa ia cegah.
"Sayang.. jangan berlarian Nak, Erna tolong jaga Al, jangan biarkan dia bermain pasir terlalu lama, aku takut Al sakit." Kata Zahra, tubuh Brian semakin menegang saat Zahra mengatakan pasir. Brian memutus sambungan teleponnya dan mengubungi asistennya.
"Ben... cari pantai yang ada di Indonesia. Zahra ada disana. aku mau secepatnya kamu memberikan informasi lengkap satu Minggu dari sekarang." Kata Brian dingin. senyumnya tidak pudar dari bibirnya kini dirinya semakin semangat untuk mencari keberadaan Zahra dah putranya. ia akan berjuang untuk mendapatkan maaf dari Zahra. apapun yang akan terjadi dirinya akan melakukannya.
Di tempat yang lain, Mario yang telah mendengar jika Zahra meninggalkan apartemennya yang berada di Paris. terlebih orangnya yang menyelidiki Zahra. mengatakan jika perusahaan tempat Zahra bekerja, ternyata bekerja Sama dengan perusahaan milik Brian. tanpa menunggu lama, Maria mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh menuju kediaman Brian. orangnya telah memberikan informasi jika Brian membatalkan kepulangannya ke apartemen melainkan ke kediaman yang telah lama ia tinggalkan. sesampainya di halaman rumah Brian. Mario yang melihat Brian turun dari mobilnya.
"Brian!!!" Suara lantang Mario membuat Brian menghentikan langkahnya dan menatap saudara sepupunya.
BUG BUG BUG !!!
Mario memukul tubuh Brian hingga tubuhnya tersungkur kebelakang.
"Bangsattttt... kau apakan Zahra hah!! sampai-sampai Zahra meninggalkan apartemen yang aku berikan padanya katakan Brian!!" Mario tidak henti-hentinya memukul tubuh Brian hingga darah segar keluar dari mulutnya.
"Hahahaha.... dia pergi dari kamu. baguslah, dia tahu jika dia masih berstatus istriku!" Kata Brian dingin.
"Jangan ada yang ikut campur minggir kalian!" kata Brian dingin pada para bodyguard yang bersiap untuk menahan tubuh Mario.
"Apa kamu yakin, jika Zahra masih mau menjadi istrimu? aku rasa tidak, yang ada mungkin hanya dendam padamu. Brian aku peringatkan jangan dekati Zahra dan putranya jika tidak..." Brian mendorong tubuh Mario dan memukulnya. perkelahian antara Brian dan Mario tidak terelakan lagi. mereka saling pukul dan saling menyalahkan. Mario menghentikan pukulannya dan menatap wajah Brian dingin.
"Aku ingatkan sekali lagi jangan, dekati mereka jika tidak aku yang akan membunuhmu Brian!" Kata Mario dingin.
"Hahahaha... kamu tidak bisa menghalangiku untuk mendekati Zahra, terlebih ada anak diantara kami. kamu lupa jika setatus Zahra masih menjadi istriku dan kamu tahu bukan jika putra Zahra adalah Putraku jadi kamu tidak berhak untuk melarangku Mario!" Kata Brian dingin. tidak ada yang bisa melarangnya untuk mendekati Zahra dah putranya.