Brian menatap wajah Zahra yang kembali terlihat dingin. namun sesaat tatapan Brian yang melihat keterkejutan di wajah Zahra yang mengetahui jika, dirinya di pengaruhi obat perangsang. walau hanya sekilas melihat wajah cemas Zahra. namun mampu membuat Brian bertahan hingga tiga jam berada di air untuk menghilangkan pengaruh obat perangsang di tubuhnya.
Brian mendekati Zahra yang tengah menunggunya. tatapan dingin Zahra membuat hati Brian sakit. sakit yang ia sendiri tidak mampu menahannya. senyum manis dan wajah ceria Zahra hilang dan dirinyalah penyebab semuanya. hingga hilangnya dan kecelakaan yang menimpanya itu juga karena dirinya.
"Nona, ayo kita kembali ke kota." Kata Brian dan melangkah menuju parkiran. Zahra yang tengah melihat bagaimana putranya yang tengah bermain di apartemen. tanpa sadar tersenyum Zahra semakin lebar, membuat Brian menghentikan langkahnya dan menatap wajah cantik Zahra. 'Kamu terlalu indah, untukku yang kotor ini Zahra. kamu adalah berlian yang akan berkilau walau di dalam lumpur sekalipun dan kamu pantas mendapatkan yang lebih baik dariku. walau sebenarnya aku mengharapkan cintamu. maafkan aku gadis cantik maafkan. ketidak tahuan ku tentang dirimu membuatmu menjadi orang asing bagimu.' Kata Brian saat melihat Zahra kembali tersenyum kearah ponselnya. rasa penasaran menghantui Brian hingga dirinya kembali melangkah ke arah Zahra. namun langkahnya terhenti ketika suara dingin Zahra terdengar.
"Terima kasih, atas pertolongan anda tuan." Kata Zahra lirih namun dingin dan meninggalkan Brian yang menatapnya. Segaris senyum di bibir Brian saat Zahra mengatakan kata terima kasih padanya.
"Tidak, perlu berterima kasih pada saya. ini sudah menjadi tanggung jawab Saya. mari nona kita kembali ke kota." Kata Brian, entah kenapa hatinya begitu menghangat saat kata terima kasih terucap dari bibirnya.
"Lalu apa, efek obatnya sudah hilang tuan Brian?" Kata Zahra, langkah kakinya terkalahkan oleh langkah lebar Brian membuat Brian tersenyum penuh arti.
"Kalau belum, apa nona Zahra akan membantu menyembuhkannya hum?" Ucapan Brian membuat wajah Zahra seketika merah.
"Nona, kenapa diam. apakah anda akan membantu menghilangkan efek obatnya?" Kata Brian membuat Zahra menatap dingin padanya.
"Jika belum, sebaiknya anda berendam lebih lama di dalam kolam renang tuan Brian!" Brian terkekeh melihat kemarahan di wajah Zahra.
"Tunggu nona, bukankah jika terlalu lama di dalam air, tubuh kita seperti eemm ... itu nona apa namanya, katakan saya lupa namanya? yang saya takutkan anu ku tidak berfungsi karena terlalu lama di dalam air Nona dan bertambah mengecil." Kata Brian dan jari kelingkingnya ia tunjukkan pada Zahra. membuat wajah wanita cantik itu kembali memerah. Zahra mempercepat langkahnya dan memasuki mobilnya menyandarkan kepalanya berlahan memejamkan matanya.
Brian yang tertawa lepas melihat bagaimana kesalnya Zahra karena ulahnya. namun sesaat terpesona melihat Zahra yang terpejam. ingin rasanya Brian menarik tubuhnya dan memeluknya agar lelahnya hilang seketika. berlahan Brian duduk di samping Brian dan meminta asistennya untuk meninggalkan mobilnya ia sendiri yang akan membawanya dan dirinya tidak ingin orang lain melihat Zahra yang tertidur.
Setelah memberikan uang yang cukup banyak pada asistennya Brian dengan berlahan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang dirinya tidak ingin waktu berlalu cepat darinya. saat dirinya berdua bersama Zahra. Brian menghentikan mobilnya dan menurunkan sandaran mobil agar Zahra tidur dengan nyaman. jas yang ia gunakan untuk menutupi tubuh Zahra. tatapan matanya tertuju pada wajah Zahra yang terlihat tenang. tangan Brian terulur menyentuh wajah Zahra namun terhenti tepat di atas wajah damai Zahra. dirinya mengurungkan niatnya, ia tidak ingin Zahra semakin menjauh darinya. keyakinan di dalam hatinya mampu membuat Zahra kembali padanya. walau saat ini namanya bukan lagi Zahra melainkan Yasmine. baginya apalah arti sebuah nama jika wajahnya masih seperti yang dulu. Brian kembali melajukan mobilnya sesekali melirik ke arah Zahra yang terlelap bahkan kini terdengar dengkuran. 'Sebegitu lelah sehingga kamu sampai tertidur dan mendengkur seperti ini. maafkan aku Zahra kamu harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhamu.' Kata Brian dalam hati, dan kembali melajukan mobilnya. dua jam akhirnya mobilnya telah sampai di gedung apartemen mewah milik Zahra. Brian yang ingin mengangkat tubuh Zahra namun dirinya tidak ingin membuat Zahra semakin marah padanya.
Berlahan Brian membangunkan Zahra dan tidak berapa lama Zahra terbangun menatap wajah Brian yang menatapnya.
"Kenapa anda menatap saya? sebaiknya kita harus pulang sekarang, aku tidak ingin kita bermalam di sini!" Kata Zahra dan menatap wajah Brian yang tengah manatapnya.
"Saya tahu itu nona, lihatlah saat ini anda dimana?" Kata Brian membuat wajah Zahra merona saat menyadari dirinya berada di parkiran apartemen miliknya.
"Maaf tuan Brian eemm ... saya permisi dulu, dan terima kasih." Zahra keluar dari mobilnya dan berlari ke arah lobby apartemen. Brian menggelengkan kepala melihat sikap malu Zahra. 'Aku akan berjuang untuk mendapatkan maaf dan cintamu Zahra Adelia Putri.' Kata Brian dan kembali menghidupkan mobilnya dan meninggalkan apartemen milik Zahra dan kembali ke mansion miliknya.
Di apartemen mewah Zahra yabg telah selesai membersihkan dirinya dan telah berganti pakaiannya meninggalkan apartemen mewahnya, namun langkah kakinya terhenti saat suara seseorang yang sangat ia rindukan.
"Mama ... " Zahra berbalik dan mengangkat tubuh Kecil putranya.
"Halo jagoan Mama, bagiamana hari ini?" Kata Zahra dan dirinya tidak henti-hentinya mencium wajah Al membuat sang pemilik wajah tertawa akibat perbuatan Zahra.
"Mama... sudah." Teriak Al dan Zahra bukannya berhenti namun semakin mencium Al, hingga wajah putih putranya berubah merah akibat ulahnya.
"Mama ... mau pergi lagi?" Pertanyaan yang tidak ingin Zahra dengar. namun dirinya yang melupakan menyerahkan surat pengunduran diri membuatnya harus kembali ke kantor dan berharap sang asisten masih berada di kantor dan ia bisa menyerahkan secara langsung padanya.
"Ya sayang, hanya sebenar dan setelah itu kita akan pergi yang jauh bersama-sama. dan Mama akan membuka usaha agar Mama bersama Al setiap hari bagaimana sayang?" Mendengar yang di katakan oleh Zahra, Al berjingkrak dengan suara nyaringnya berteriak.
"Horeeeee .... Mama tidak kerja." Dengan suara nyaring kas anak-anak membuat Zahra kembali menarik tubuh mungil putranya dan kembali menghujani dengan ciuman.
"Mama, bolehkah aku ikut denganmu?" Kata Al membuat Zahra terdiam sesaat dan mengangguk kepalanya.
"Erna ikutlah denganku, kita makan malam di luar." Untuk pertama kalinya Zahra benar-benar membawa Al keluar dari apartemen dengan jarak yang sedikit jauh. walau ada kecemasan saat membawa Al keluar dari apartemen. wajahnya yang sangat mirip dengan Brian membuat dirinya tidak ingin mengajaknya keluar.
"Erna pakaikan topi untuk Al." Kata Zahra semoga dengan memakaikan topi wajah Al tidak di ketahui oleh siapapun.
Mereka keluar dari apartemen dan menaiki taksi menuju kantor Alfred. Al yang tidak henti-hentinya berceloteh membuat suasana mobil menjadi ramai, sang sopir yang hanya diam namun berapa terlihat tersenyum walau Zahra yakini jika sang sopir tidak tahu apa yang di katakan oleh putrnya. Zahra keluar dari mobil meninggalkan Erna dalam mobil, Al yang tidak ingin di mobil akhirnya mengikuti Zahra. saat akan memasuki lift Zahra yang tanpa sengaja bertemu dengan asisten Alfred.
"Tuan ... Aldrick." Zahra memanggil pria yang baru keluar dari lift, dengan langkah cepat Zahra mendekati asisten Alfred.
"Nona Zahra. bukankah anda sudah pulang kenapa anda disini?" Aldrick yang merasa aneh dengan sikap Zahra dan berapa kali menelusuri penampilan Zahra yang sederhana dan anak yang sangat tampan yang tidak melepaskan genggaman tangannya dari Zahra.
"Ya Aldrick, sebenarnya saya sudah pulang hanya saja ada yang tertinggal." Kaya Zahra dan meraih amplop berwarna coklat dan menyerahkan pada asisten Alfred.
"Apa ini nona?" Aldrick membolak-balikkan amplop coklat yang ada di tangannya, dirinya merasa binggung dengan amplop coklat yang di berikan Zahra.
"Surat apa ini?" Zahra yang sengaja memberikan amplop coklat agar tidak mudah untuk di tebak oleh Aldrick. ia ingin keluar dari kantor tanpa adanya halangan apapun.
"Tolong berikan pada tuan Alfred, ada hal yang penting disana." Kata Zahra dan meninggalkan Aldrick yang masih binggung dengan amplop yang di berikan Zahra padanya. Zahra kembali menaiki taksi yang menunggunya dan pergi mall yang tidak jauh dari apartemen dan membawa Al berkeliling.
"Mama ... Al suka itu." Zahra tertawa lepas saat Al menaiki wahana permainan yang berada di mall. meskipun Zahra menyiapkan semua permainan Al, namun suasana yang berbeda membuat Al tertawa lepas. puas bermain Al yang merasakan perutnya yang mulai lapar meminta pizza dan berapa makanan kecil yang Al minta. setelah puas bermain dah berbelanja kebutuhan Al, Zahra memutuskan untuk kembali Dan menyiapkan semuanya. malam ini dirinya akan meninggalkan kota impiannya, setelah semuanya urusannya telah selesai. dan dirinya memilih desa unik yang berada negara asalnya. walau ia sendiri hanya melihat dari sosial media namun dengan keyakinan dirinya akan tinggal disana memulai kehidupan baru dan usaha baru disana. rencana awal yang telah ia siapkan kini berubah karena laki-laki yang tidak lain adalah ayah dari putranya. tanpa Zahra ketahui kota kecil yang akan menjadi tempat tinggalnya tidak jauh dari hotel cabang. hotel kerjasama antara perusahaan Alfred dan Brian. tidak ingin terjadi sesuatu Zahra memutuskan untuk mencari tempat tinggal yang jauh. pilihannya adalah kembali ke kampung halamannya namun jauh dari kota dan tempat tinggalnya yang dulu.
"Erna, apa semuanya sudah disiapkan?" Kata Zahra saat mereka telah tiba di apartemen.
"Sudah semua Nyonya." Erna yang tengah menyeret dua koper besar-besar dan membawanya keluar dari apartemen.
"Mama ... kita mau kemana?" Kata Al pada Zahra.
"Kita akan kembali, dan kita akan memulai kehidupan baru kita di sana." Kata Zahra, saat ini mereka telah sampai di bandara internasional dan saat ini mereka tengah duduk di dalam pesawat. tatapan mata Zahra pada hamparan awan berapa kali dirinya menarik nafasnya. 'Selamat tinggal kota indah, kini impianku berganti karena ada dia sana. kepulanganku bukan u untuk kembali padanya, namun untuk membuka lembaran baru di kota yang baru. selamat tinggal kota impian, selamat datang kota harapan.' Zahra memejamkan matanya dan memeluk tubuh mungil putranya.