Zahra berdiri tubuhnya yang terasa kaku. hatinya yang dulu lembut kini berubah menjadi sekeras baja. senyum indahnya kini berganti dengan senyum kebencian. setelah mendengar pengakuan Mario membuatnya hatinya kembali sesak.
"Zahra. aku mohon tetaplah disini." Kata Mario. saat melihat Zahra akan pergi dengan raut wajah yang kecewa.
"Kenapa kamu melakukan ini padaku Mario? aku menganggap mu berbeda darinya. tapi hari ini kamu membuktikan darah lebih kental dari air, dan hari ini pula aku tau jika keluarga Wisongko tetaplah sama tidak ada yang berbeda dari mereka!" Kata Zahra dengan suara yang dingin.
"Zahra, apa yang kamu katakan? aku masih sama dengan Mario sahabatmu selamanya akan seperti itu! bahkan sampai detik ini Brian tidak tahu kamu dimana." Zahra menatap wajah Mario yang terlihat putus asa. namun apa yang sudah dia lakukan membuatnya merubah pendiriannya.
"Maaf sudah merepotkan dirimu selama ini. dan terima kasih atas segala bantuan yang kamu berikan padaku Mario." Kata Zahra dan meninggalkan Mario yang hanya mampu berdiri menatap kepergian Zahra.
Tubuh Zahra jatuh kelantai tubuhnya bergetar menahan tangis yang sedari tadi telah ia tahan di depan Mario.
"Aaaarrrggggg ..... Tuhan ujian apa lagi yang engkau berikan padaku, pria yang aku anggap seperti saudaraku ternyata tega melakukan ini padaku. sakit tuhan sakit rasanya aku tidak lagi sanggup tuhan, bawa aku kembali pada Nenek tuhan lelah rasanya hiks ... hiks." Zahra bersandar di pintu kamarnya isak tangisnya memecah kesunyian dini hari. lelah menangis Zahra mendekati putra tunggalnya yang terlelap. di kecupnya kening putranya dan tak berapa lama akhirnya ikut terlelap.
Keesokan harinya seperti biasa, usai memasak untuk putranya dan merapikan berkas yang akan ia berikan pada dosen pembimbingnya. diam-diam Zahra telah mencapai semester yang di inginkan. ia tidak ingin terlalu lama duduk di bangku kuliah tanpa menunggu lama akhirnya Zahra mencapai impiannya dan semua itu ia dapatkan tanpa henti siang ia bekerja dan malamnya untuk kuliah meskipun harus begadang setiap malam.
"Pagi kesayangan Mama." Zahra mengecup wajah putranya dan memeluk tubuh kecilnya.
"Mama nangis?" Tanya Al.
"Tidak sayang, tadi Mama masak ini kena asap .. ya Kena asap." Zahra duduk di samping Al dan menyuapinya makan.
Mario yang melihat bagaimana Zahra yang menutupi kesedihannya dari putranya, membuatnya semakin merasakan sesak di dadanya.
"Zahra, ada yang ingin aku katakan padamu." Kata Mario saat melihat Zahra yang tengah merapikan piring yang kotor.
"Apa lagi yang ingin kamu katakan Mario?" Tanya Zahra.
"A ... aku akan kembali, aku harap kamu tidak meninggalkan tempat ini." Kata Mario dengan suara lembut.
"Kalau aku pergi dari sini bukanlah kamu akan tahu? mereka akan memberitahumu keberadaan aku bukan!" kata Zahra dengan suara dingin.
"Zahra, bisakah kamu berhenti bekerja, aku akan mencukupi kebutuhanmu dan Al. aku mohon jangan kamu tolak lagi." Mario yang terus berusaha agar Zahra tidak meninggalkan apartemen ataupun bekerja. namun sepertinya akan sia-sia dia tahu seperti apa sifat sahabatnya.
Zahra berbalik menatap wajah Mario yang terlihat jelas, penyesalannya. namun hal itu tidak membuat hati Zahra berubah.
"Maaf Mario, tapi aku tidak bisa. Erna jaga Al jangan biarkan siapapun membawanya keluar dari sini sekalipun orang itu sangat kita kenal. karena kita tidak tahu seperti apa diluar sana. aku tidak ingin sesuatu terjadi dengan Al." Usai mengatakan Zahra meninggalkan apartemen namun langkahnya terhenti ketika suara Mario terdengar lantang.
"Aku melakukan ini karena aku cinta sama kamu Zahra Adelia Putri. sejak lama aku menyimpan rasa ini padamu. aku tidak ingin merusak persahabatan kita. aku tidak ingin kamu pergi dariku itulah kenapa aku menyimpannya dalam hati sampai detik ini." Kata Mario dengan tegas, sudah cukup dia memendam perasaan cintanya selama ini.
"Aku tidak peduli apakah kamu akan membenciku setelah ini atau tidak, yang terpenting saat ini kamu tahu perasaanku." Lanjutnya.
Zahra berbalik melangkah mendekati Mario yang berdiri di depan pintu apartemen, bersyukur di apartemen sepi. sehingga tidak menganggu kenyamanan yang orang di sekitar.
"Kamu tidak bisa merubah keadaan Mario. fakta yang sekarang aku semakin membencimu, sangat membencimu!" Zahra berbalik meninggalkan Mario yang berdiri terpaku.
'Mario seandainya, tiga tahun yang lalu kamu mengatakan ini. aku sangat bahagia. aku wanita yang bahagia mendapatkan cintamu, tapi semua sudah berakhir Mario, kata yang tiga tahun lalu aku nantikan kini hanya akan menjadi kebencian. dak aku tidak ingin semakin membencimu Mario. Kamulah orang yang baik yang pernah aku temui. maafkan aku Mario, lebih baik kamu sakit sekarang.' Kata Zahra dalam hati.
Dalam perjalanan menuju perusahaan hati perasaan kian tidak menentukan persamaan sakit hati yang tidak kunjung sembuh kini bertambah dengan pengakuan dari Mario.