Chereads / Indigenos / Chapter 6 - Di Bawah Pengaruh

Chapter 6 - Di Bawah Pengaruh

"Zal, ce-pat la ... ri ...." Susah payah Rifan memaksa pita suaranya bekerja. Sementara itu Janu masih memain-mainkan golok besarnya.

"Mana mungkin aku meninggalkanmu sendiri!" Rizal secara perlahan membuka hoodie putih yang ia kenakan.

"Kalian berdua tak akan bisa ke mana-mana!" gertak Janu.

"Se-kali i-ni sa ... ja. I-kuti per-minta-an ... ku."

"Lihat ini!" Rizal melemparkan hoodie ke wajah Janu. Secepat kilat ia meraih tangan kiri Janu yang tak memegang benda apa pun kemudian dengan sekuat tenaga menariknya dengan keras.

"TIDUR!!!" Rizal menahan tubuh Janu yang gempal agar tidak terjatuh dan mulai melancarkan aksinya.

"Jaga keseimbanganmu jangan sampai terjatuh. Aku akan menghitung dari 10 sampai 1 dan di setiap hitungannya biarkan dirimu tidur jauh lebih dalam, jauh lebih lelap dari sebelumnya." Secara perlahan Rizal menghitung dari sepuluh hingga ke satu sambil mengatur napasnya yang terengah-engah.

"Dengarkan kata-kataku, kapanpun kamu mendengar jentikkan jari tiga kali seperti ini dan mendengar perintah dariku, maka kamu akan melakukan apa pun yang aku perintahkan. Jika mengerti anggukan kepalamu."

Rupanya Rizal memberikan sugesti kepada Janu yang tengah dalam keadaan setengah tertidur.

"Dan dengarkan sekarang perintahnya, lupakan apa yang baru saja terjadi dari pikiran dan ingatanmu seolah semua itu tidak pernah ada dan tak pernah terjadi. Kamu akan bersikap seperti yang biasanya. Baru ketika kamu mendengar tiga kali jentikkan jari dan mendengar suaraku, kamu akan langsung dalam keadaan setengah tertidur seperti saat ini dan siap melakukan apa yang akan kuperintahkan." Rizal harus memberikan sugesti dengan cepat sebelum Cempaka Dewi datang mendekat. Ia pun merebut golok dari tangan kanan Janu kemudian menyembunyikannya di balik tempat tidur yang Rifan tempati.

"DI hitungan kelima, buka matamu dan bersikaplah seperti biasa dan anggap tak pernah terjadi apa yang baru saja terjadi. Kalau mengerti anggukan kepalamu."

Janu yang matanya masih dalam keadaan tertutup menganggukkan kepalanya. Setelah hitungan kelima, Janu pun membuka matanya dan seperti orang yang linglung.

"Loh, kenapa aku di sini ya? Bukannya aku tadi di luar sedang mengobrol sama ibuku?" tanya Janu terheran-heran.

"Wah mungkin mas Janu ini kecapean. Bukannya kita kemarin baru saja melakukan perjalanan jauh?" Rizal mengeluarkan senyuman palsunya.

"Ada apa, Janu?" Cempaka Dewi akhirnya datang dengan membawa gelas yang terbuat dari tanah liat. Terlihat kepulan asap di atasnya.

"Tidak ada apa-apa. Aku cari angin dulu di luar." Janu pun berlalu meninggalkan kamar.

"Ramuan obatnya sudah jadi." Cempaka Dewi menyerahkannya pada Rizal.

"Kamu bisa duduk, kan? Kamu harus minum dulu obat ini." Rizal membantu Rifan untuk duduk.

"Zal ...." Tatapan mata Rifan menyorotkan keraguan.

"Kenapa? Ayo diminum. Mumpung masih panas. Itu akan bagus untuk tubuhmu," ujar Cempaka Dewi, "apa kalian takut ada racun di dalamnya?"

"Minumlah!" perintah Rizal. Ia yakin bahwa minuman itu memang benar obat. Dari kepulan asapnya bisa tercium bahan-bahan herbal yang sebelumnya disebutkan Cempaka Dewi. Yang paling dominan tercium adalah wangi cengkih dan jahe. Selain itu, karena dirinya akan diserahkan kepada raja dan tentunya akan menghasilkan uang, tentu Cempaka Dewi tak akan berani berbuat macam-macam.

Setelah dibujuk akhirnya Rifan mau meminum ramuan obat itu hingga tetes terakhir.

"Bagus. Setelah ini istirahatlah. Pulihkan tenaga kalian." Cempaka Dewi akhirnya meninggalkan kamar.

"Hufft, gila. Tadi tegang banget. Aduh untung jantungku kuat." Rizal mengelus-elus dadanya.

"Tadi ka ... mu apa-kan si Janu itu? Hip-nosis ya?"

"Haha. Iya."

"Sejak ka ... pan kamu bisa hipnosis? Belajar dari siapa?" Rifan merasakan badannya agak enakan sekarang. Tenggorokan dan perutnya tak lagi terasa sakit.

"Dari kakakku. Aku belajar mulai dari SMP kok. Tapi aku gak pernah cerita-cerita ke yang lain."

"Tapi kok bisa sih kayak gitu. Aku masih heran apa itu pake ilmu sihir ya?"

"Hush, masa iya aku belajar sihir sih. Haram tau! Hipnosis itu ilmiah banget. Kalo kamu liat Janu tadi bisa langsung tidur, itu karena aku menggunakan teknik kejut. Ketika seseorang shock atau kaget, critical factor yang ada di otaknya akan terbuka. Bagian itu seperti pintu gerbangnya pikiran bawah sadar setiap manusia. Berfungsi sebagai penyaring informasi, sehingga seseorang bisa memilah mana yang penting dan mana yang gak penting. Ketika critical factor terbuka, sugesti yang masuk akan diikuti oleh penerima sugesti asalkan hal itu tidak membahayakan dirinya sendiri."

"Hmmm, gitu ya?" Rifan begitu tertarik dengan penjelasan dari Rizal. Ia sama sekali tak menyangka, teman dari kecilnya itu punya kemampuan hipnosis.

"Sayangnya, banyak orang yang gak bertanggungjawab menggunakan ilmu ini untuk kejahatan. Contohnya telepon penipuan yang ngasih tau kita jadi pemenang dan dapat uang ratusan juta rupiah. Kalo gak waspada, orang yang ditipu akan terkena hipnosis. Awalnya dari kaget dapat hadiah ratusan juta, terus si korban malah disugesti biar pergi ke ATM terus transfer duit ke si penipu."

"Aku sering banget tuh denger kayak gitu."

"Makanya, kalo ketika kaget, latih diri kita dengan ucapan-ucapan yang mengingatkan kita sama Allah. Seperti istighfar. Dengan begitu, jika ada sugesti yang akan masuk, bisa terblok lebih dulu."

"Apa semua orang bisa dihipnosis?"

"Gak. Gak semua orang bisa dihipnosis. Itu tergantung dari tingkat sugestifitasnya apakah tinggi, sedang atau rendah. Untungnya si Janu itu termasuk orang yang sugestifitasnya tinggi, sehingga mudah untuk diberikan sugesti. Dari sejak awal pertemuan kita dengan dia di rumah tua, aku sudah mulai mengetes sugestifitasnya. Eh, ternyata dia termasuk yang mudah dihipnosis." Rizal terlihat senang.

"Haaah, syukur deh kalo gitu. Setidaknya kita bisa aman sementara waktu." Rizal menghela napas panjang.

"Ok, istirahatlah sekarang. Kamu harus segera sembuh, biar kita bisa cepat-cepat meninggalkan tempat ini."

"Tapi kita butuh uang untuk bisa bertahan di sini."

"Sudah, kamu tidak perlu cemas akan hal itu. Aku udah punya ide kok buat ngatasi hal itu!" Senyuman lebar di wajah Rizal mengisyaratkan rencana besar yang telah disusunnya.