Menjelang sore hari, bel pulang sekolah berbunyi. Setelah belajar seharian di sekolah, akhirnya para siswa bisa pulang ke rumah masing-masing.
Jun Ci menyimpan buku-bukunya ke dalam tas dan pulang ke rumah sewaannya.
Hingga sore ini, dia sudah menulis kelanjutan ceritanya hingga mencapai 100.000 kata.
Dia dapat berkonsentrasi penuh saat sedang berada di dalam kelas, sehingga kecepatan menulisnya lebih cepat dari sebelumnya.
Kak Gou membelalakkan matanya ketika melihat Jun Ci benar-benar mengirim 100.000 kata lagi. Benar-benar gila!
Gou Weiba Cou: Hei, pelan-pelan saja! Yang tadi saja belum diunggah! Belum dirilis!
Gou Weiba Cou: Besok, aku akan memberimu dukungan untuk menindaklanjuti proses rekomendasi dengan melihat uji coba pertama novelmu.
Sebenarnya, dari awal Kak Gou sudah berencana memberi dukungan besar untuk Jun Ci.
Dia bisa menjadi orang egois bila menyangkut buku bagus. Dia akan melakukan apapun yang dia bisa.
Setelah membaca bab terbaru yang diunggah Jun Ci, Kak Gou semakin tertarik dengan novel Jun Ci. Saking bagusnya, bahkan dia sampai heboh sendiri.
Struktur dan latarnya seimbang, selain itu isi ceritanya luar biasa menarik. Dengan berbagai kelebihan seperti itu, novel Jun Ci jelas layak untuk dipromosikan. Kaisar ini lebih dari menulis cerita. Bahkan pembacanya bisa merasakan sensasi yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Novel ini memiliki semacam kekuatan yang luar biasa mendominasi saat dipublikasikan!
Orang-orang yang membaca novel ini akan merasakan sensasi yang luar biasa, dari ujung kepala hingga ujung kaki. Rasanya seperti tidak mau berhenti membaca!
Ini adalah kemampuan penulisan tingkat dewa yang sangat langka!
Novel ini bahkan masuk ke dalam jenis novel langka. Hanya ada satu dari satu juta!
Tidak diragukan lagi, pasti novel ini akan sangat populer!
Kak Gou merasa sangat beruntung karena penulis ini memilih Jaringan Literatur Luodu sebagai tempat untuk menyalurkan karyanya.
Tidak heran jika dia menggunakan 'Kaisar' sebagai nama penanya. Nama yang begitu mendominasi. Website yang bekerja sama dengannya pasti akan menjadi pusat penulis dengan kemampuan yang luar biasa.
Namun, setelah dilihat-lihat, ternyata tidak ada informasi tentang penandatanganan KTP Jun Ci. Hal ini menandakan bahwa pria itu adalah penulis pendatang baru.
Bagaimana mungkin seorang penulis pendatang baru bisa memiliki kemampuan menulis, mengatur novel, serta memahami struktur karya fiksi ilmiah yang paling sulit?
Kak Gou sulit untuk mempercayainya.
Terlebih lagi, kualitas novelnya sangat bagus, dan kecepatan penulisan bab barunya sungguh tidak normal.
Saat ini saja, orang-orang terkenal di dunia sastra online tertinggal jauh dengan kecepatan menulis pria ini.
Namun, setelah mengirimkan pesan kepada Jun Ci, Kak Gou tidak kunjung mendapat balasan. Ada banyak pertanyaan dalam pikiran Kak Gou, tapi kini dia harus sabar menunggu untuk sementara waktu.
Jun Ci tentu sudah pulang ke rumah.
Dia selalu ditemani Gulu di otaknya. Dengan cahaya otak secerdas itu, mana mungkin dia tidak menerima pesan dari editor?
Hanya saja, Jun Ci sedang tidak ingin membalasnya.
Sebagai seorang putra mahkota yang memiliki karakter khusus, waktu sepulang sekolah adalah waktu di mana tidak ada orang lain yang boleh mengganggunya!
Begitu juga dengan hari ini. Sekarang rumahnya sedang kedatangan tamu.
Jun Ci berdiri di luar pintu. Saat melihat tamu yang datang, alisnya langsung terangkat dengan sinis.
Benar-benar mereka ini! Mereka tidak sadar telah masuk ke kandang macan, ya?!
Di luar toko, kakek dan nenek yang sedang menjaga toko seperti biasanya. Namun, entah kenapa ekspresi mereka terlihat mencurigakan.
Mereka melihat Jun Ci pulang sekolah. Nenek mengedipkan matanya dan menunjuk kamar Jun Ci.
Jun Ci menyunggingkan senyuman dan menyapa kedua orang tua itu tanpa tahu apa-apa. "Selamat siang, Kakek, Nenek."
"Oh, ya, siang juga, Ci Ci."
Ci Ci?
Saat Jun Ci mendengar nama ini, ujung bibirnya bergerak-gerak sedikit.
Mereka suka memanggilnya begitu sejak dia memberi tahu namanya pada pasangan tua ini.
Tidak buruk juga. Bagaimanapun juga, dua orang tua itu memperlakukannya dengan baik.
Setiap malam, mereka juga mengajaknya makan malam bersama. Jun Ci menghormati kedua orang tua ini dengan tulus dari dalam hatinya.
Oleh karena itu, dia tidak melarang mereka memanggilnya dengan sebutan itu.
Nenek tampak seperti ingin mengatakan sesuatu pada Jun Ci, tapi dia terlihat ragu-ragu dan kembali terdiam.
Akhirnya Jun Ci berjalan ke halaman rumah.
Di halaman belakang, Jun Ci sekilas melihat seseorang berdiri di depan pintunya. Orang itu berdiri tegak seperti patung dan tampak menyeramkan, seolah dipenuhi dengan roh jahat.
Orang itu berjenggot dan mengenakan kaca mata hitam.
Seluruh tubuhnya memancarkan aura yang mengintimidasi.
Orang itu adalah bajingan yang kemarin lusa dipukuli Jun Ci hingga dilarikan ke rumah sakit. Sekarang dia berdiri di depan kamar Jin Ci dengan lengan yang masih dibalut gips. Tapi, meski masih dalam keadaan seperti itu, dia masih berani menunjukkan senyuman sombong dan merendahkan.
Dia masih terlihat sangat marah pada Jun Ci. Kini dia duduk di bangku di dalam kamar Jun Ci sambil menyilangkan kaki panjangnya.
"Dasar kau bajingan, masih berani-beraninya pulang?"
"Dasar kau bajingan, masih berani-beraninya datang kemari?"
Mereka berdua berbicara bersamaan, kemudian tempat itu menjadi hening.