Chereads / Nadia Secret Admire si Boss / Chapter 26 - BAB 26 insiden di rumah sakit

Chapter 26 - BAB 26 insiden di rumah sakit

"Nadia-" Adit mau menanyakan kronologi kejadian malam itu tapi ia ragu.

"Hem?" Nadia menoleh ke arah Adit.

"Kejadian waktu itu, tolong ceritain ke aku," akhirnya Adit berani bertanya, setelah awalnya dia ragu untuk bertanya. Karena malu Pak Roni bisa menghadapi preman itu, sedang ia baru melawan sudah babak belur.

Tok! Tok! Tok!

Nadia berdiri dan membuka pintu. Adit sedikit terkejut ketika yang datang adalah Reni. Ia gelagapan mengingat dirinyalah penyebab Roni sampai dirawat di rumah sakit. Ia takut akan terkena masalah.

"Sa-saya minta maaf Bu Reni. Karena saya Pak Roni celaka," ucapnya gugup.

"Tidak apa-apa, kamu juga celaka," jawab Reni sambil tersenyum.

"Bagaimana keadaan Pak Roni, Bu?" Adit tidak mengetahui jelas bagaimana kronologi Roni bisa celaka.

"Dia sudah sadar, hanya saja dokter bilang akan meneliti apa ada luka dalam yang serius. Kamu sendiri bagaimana?" 

"Saya besok sudah boleh pulang Bu Reni. Saya cuma luka ringan," jawab Adit sambil menunjuk wajahnya yang luka bekas dihajar kemarin. 

"Syukurlah kalau begitu, kamu boleh cuti beberapa sampai keadaan kamu membaik." 

Meskipun Reni sudah mengatakan boleh cuti beberapa hari, tapi ia hanya akan cuti sehari setelah ia pulang dari rumah sakit. Bagaimana bisa ia cuti lama sedang bosnya masih sakit. Nadia juga pasti akan repot karena harus menggantikan tugas Roni.

"Saya sudah tidak apa-apa Bu Reni. Saya akan masuk kerja lusa." Karena memang Adit sudah tidak apa-apa. Hanya menyisakan luka lebam di kedua tulang pipi dan bibirnya.

"Oke terima kasih ya. Kalau gitu saya mau balik lagi ya ke kamar Roni." 

"Iya Bu Reni." Reni meninggalkan kamar Adit dan Nadia di belakangnya  mengantarkan sampai di luar kamar.

"Terima kasih Bu Reni, sudah menjenguk Adit," ucap Nadia sambil membungkukkan badan.

"Iya, sama-sama Nadia," jawabnya pendek sambil meninggalkan Nadia yang masih di ambang pintu.

Setelah itu Adit dan Nadia berbincang-bincang selama satu jam. Mereka membahas kronologi kejadian pembegalan yang sempat terpotong karena kedatangan Reni. Adit masih saja penasaran detail kejadiannya. Lagipula cerita dari Reni tadi kurang jelas dan kurang mengobati rasa keingintahuan Adit.

"Jadi bagaimana cerita lengkapnya?" 

Dengan polosnya Nadia bercerita secara rinci kejadian malam itu. Bagaimana Adit kalah oleh preman-preman berbadan besar tersebut. Sedang Roni sebenarnya berhasil mengalahkan keduanya. "

"Tapi sayang salah seorang dari mereka memukul kepala Pak Roni. Terus ya aku pukul balik deh pakai helm mereka."

Adit memberengutkan wajah. Ia kecewa pada dirinya sendiri, bercampur malu karena Pak Roni ternyata jago bela diri tidak sepertinya yang malah dipukuli habis-habisan oleh bahkan seorang dari mereka saja.

"Aku malu sekali rasanya. Tidak bisa melindungi kamu." Adit mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.

Nadia menelan ludah. Ia sekarang sadar, walau yang ia katakan hanyalah kejujuran tapi itu melukai hati Adit. Ia canggung dan menjadi merasa bersalah.

"Tidak semua orang bisa bela diri Adit, sudah tidak apa-apa," jawab Nadia sambil mengelus lengan Adit.

"Kamu pasti malu ya punya pacar seperti aku, ditambah lagi kamu kan-" Adit segera menghentikan kalimatnya.

Ia tadi hendak mengatakan "ditambah lagi kamu kan pernah suka dia"

Jika kalimat tadi berhasil keluar Adit takut itu akan membuat Nadia kembali suka pada Roni, lalu meninggalkannya. Dan Adit tidak mau hal ini sampai terjadi.

"Kamu kan apa?" tanya Nadia sambil mengerutkan keningnya.

"Bukan apa-apa."

"Sudahlah, jangan berpikir macam-macam, yang penting kan semua baik-baik saja." ucap Nadia membelai rambut Adit. Tanpa sadar Nadia menguap. Ia sebenarnya memang sudah mengantuk.

"Udah malem Nad, sebaiknya kamu pulang," pinta Adit setelah ia tidak tega melihat  Nadia telah menguap. Wanita itu terlihat jelas lelah dan mengantuk.

Ucapan Adit memang ada benarnya. Ia cukup lelah dengan pekerjaannya hari ini. Ia juga harus menggantikan tugas Roni. Dan itu banyak sekali.

"Oke, besok aku akan menjemputmu pulang." Adit hanya mengangguk sambil tersenyum.

Nadia sudah bersiap untuk pulang. Ia meraih tasnya yang ia letakkan di atas nakas. Tapi Adit menarik lengan Nadia. Membuat Nadia duduk di pinggiran ranjang. Nadia menoleh ke arah Adit.

Secepat kilat Adit mendekatkan wajahnya ke wajah Nadia. Lalu menyambar bibir tipis Nadia.

Adit mengecup bibir Nadia dan memagutnya lembut. Dan Nadia hanya pasrah.

Selama ia berpacaran dengan Nadia ia memang jarang berciuman dengan Nadia. 

Tapi hari ini berbeda. seharian ia tidak bertemu dengan Nadia membuatnya rindu dan ingin akhirnya melakukan hal ini. Sejenak bahkan Adit melupakan kalau saat ini bibirnya masih sakit.

"Aduh," ucap Adit mengaduh kesakitan. Sambil memegangi bibirnya. 

Nadia terkekeh. "Lagian kamu masih sakit, masih aja."

"Iya, aku rindu seharian di sini tanpa kamu," ucapnya manja. Sudah biasa Adit memang selalu bersikap manja seperti itu.

"Mau pulang sekarang atau mau tidur samping aku?" ucap Adit menggoda Nadia.

"Mulai deh, mulai…" Nadia terkekeh.

"Udah ah, aku pulang dulu," ucap Nadia sambil melambaikan tangan berlalu meninggalkan Adit. 

Adit tersenyum sambil membalas melambaikan tangan.

***

Sementara di kamar Roni. Ia kesal dan uring-uringan karena ia belum diberi kejelasan oleh dokter kapan boleh pulang. Berbeda dengan Adit yang sudah boleh pulang besok.

Dan karena hal itu kepalanya menjadi kambuh. Ia merasakan sakit kepala yang hebat. 

Ia mengerang kesakitan. Hingga membuatnya jatuh tersungkur ke lantai. Reni terbangun dari tidurnya. Ia segera berlari menghampiri putranya. Ia segera memencet tombol darurat untuk memanggil perawat atau dokter.

"Astaga Roni!" 

"Tunggu sebentar ya," ucapnya berusaha menenangkan anaknya.

Hanya dalam hitungan detik dokter dan perawat berhamburan datang. Darah Roni mengucur deras dari telapak tangannya.

Roni tidak berdaya. Ia lemas karena kehilangan banyak darah. Reni yang melihatnya hampir pingsan karena tidak tega.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa bisa jadi seperti ini?" ucapnya sambil menangis frustasi. Ibu mana yang bisa tahan melihat anaknya dalam kondisi seperti ini?

"Mari keluar dulu ibu, biar dokter yang menangani Pak Roni," ucap salah seorang perawat, sambil memapah Reni keluar dari kamar Roni. Dan Reni hanya bisa pasrah.