Chereads / Nadia Secret Admire si Boss / Chapter 28 - BAB 28 setengah Hati

Chapter 28 - BAB 28 setengah Hati

Sesampainya di rumah sakit Nadia langsung ke kamar Roni. Ia lalu duduk di kursi samping tempat tidur Roni.

"Bagaimana kondisi bapak?" tanya Nadia memulai percakapan.

"Seperti yang kau lihat. Aku tidak apa-apa." Jawaban yang sebenarnya sudah bisa ditebak oleh Nadia. Jika bosnya itu tidak akan mau terlihat lemah di depan siapapun.

"Iya Pak saya mengerti. Tapi kejadian semalam, bagaimana sampai bisa terjadi?" Nadia bertanya dengan sangat hati-hati. Ia tahu saat ini Roni pasti sedang sangat sensitif.

"Saya rasa kamu tidak perlu tau. Cukup kerjakan saja apa yang menjadi tugasmu," jawabnya hanya melirik sedikit ke arah Nadia.

"Maafkan saya Pak, saya tidak akan bertanya lagi," jawab Nadia menunduk.

"Tolong carikan saya kursi roda. Saya mau menemui mama." 

"Bapak baru saja mendapat luka serius. Apa tidak apa-apa kalau-" pertanyaan Nadia tidak selesai. Roni segera menyambarnya.

"Dan membiarkan saya di sini tanpa tau kondisi mama saya sendiri?" Wajah Roni berubah menegang membuat Nadia seketika takut. 

"Ba-baiklah Pak," jawab Nadia terbata-bata. Ia bangkit dari duduknya. Dan segera mencarikan Roni kursi roda.

Selang beberapa menit Nadia masuk membawa sebuah kursi roda. "Ini Pak kursi roda yang bapak pesan tadi," ucap Nadia yang masih berdiri memegangi pegangan yang dipakai untuk mendorong pasien.

"Bantu saya untuk duduk di kursi roda itu," perintah Roni.

Dan kali ini Nadia langsung menurut tanpa mengatakan apapun. Ia sudah berdiri dan bersiap di samping ranjang Roni. 

Kemudian Roni menurunkan satu persatu kakinya yang ia rasa berat, seperti diikat dengan batu. Kini bukan kepalanya saya yang sakit, melainkan seluruh tubuhnya juga sakit akibat insiden kemarin.

Roni sedikit kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh. Saat itulah Nadia reflek menahannya. Ia melingkarkan tangannya di pinggang Roni.

Tanpa sadar bibir Roni mengenai dahi mulus Nadia. Mata Nadia melebar, wajahnya berubah menjadi memerah karena malu. 

Nadia memundurkan tubuhnya. Dan mereka berdua sama-sama menjadi canggung.

"Aku mohon jangan berpikir negatif tentang aku, aku- aku benar-benar tidak sengaja," ucap Roni canggung, tanpa melihat wajah Nadia.

"Saya tau Pak, tapi lain kali anda bisa berhati-hati," jawab Nadia menunduk.

"Lalu kenapa masih di sana, mendekatlah, kau tidak mau membuatku menunggu lama kan?" ucap Roni dengan sedikit mendongakkan wajahnya.

"Baiklah Pak, maafkan saya." Kini Nadia maju dengan hati-hati. Akan tidak nyaman jika bibir Roni kembali menyentuh salah satu bagian wajahnya.

Roni kemudian mengalungkan tangannya pada leher Nadia. Membuat wajah keduanya berubah menjadi memerah karena malu berada pada jarak sedekat ini.

"Uhh." Nadia sampai meringis dan menutup matanya rapat, karena menahan berat badan Roni yang menumpu padanya. Sebenarnya hanya alibi Nadia untuk menutupi rasa canggungnya.

Dengan susah payah akhirnya Roni berhasil duduk di kursi roda. "Maafkan saya. Sudah menyusahkan kamu, pasti saya berat ya?" Roni bertanya tanpa menatap wajah Nadia.

"Tidak masalah Pak," jawab Nadia.

"Mari saya antar sekarang," imbuhnya.

Saat ini sudah ada Mia dalam kamar Reni saat Nadia dan Roni masuk. 

"Bagaimana keadaan mama?" tanya Roni. 

"Mama sedang tidak baik-baik saja setelah melihatmu malam itu. Bagaimana hal seperti kemarin bisa terjadi?" Reni bertanya balik. peristiwa kemarin masih menjadi pertanyaan besar untuknya.

"Maafkan aku ma. kemarin aku hanya bosan berada seharian di sini. Sakit kepalaku kambuh lalu terjatuh," jawab Roni. Kali ini dia benar-benar merasa bersalah karena sudah membuat ibunya cemas hingga jatuh sakit.

"Bosan kau bilang? Rasa bosanmu itu  nyaris saja merenggut nyawaku. Aku hampir mati melihatmu kemarin malam. Lain kali jangan lakukan lagi atau-" omelnya geram hingga mengepalkan tangan. 

Ia belum pernah sekesal ini. Tapi ia benar-benar cemas pada keadaan anak lelakinya ini.

Roni menelan ludah. Ia sangat takut mendengar yang ibunya katakan."Jangan bicara seperti itu ma. Roni minta maaf atas kejadian kemarin. Roni janji nggak akan mengulangi perbuatan Roni kemarin."

"Kamu harus mendapatkan perawatan yang terbaik. Dan kamu harus sedikit bersabar agar kejadian kemarin tidak terulang kembali. Kurangilah emosimu itu. Dan kendalikan dirimu," imbuhnya.

"Apa yang bisa aku lakukan agar mama tidak marah lagi padaku?" tanya Roni dengan wajah memelas. Dia memang selalu lemah di depan ibunya.

"Emm. Kalau begitu mari buat perjanjian," jawab Reni menaikkan kedua alisnya.

"Perjanjian? Perjanjian apa?" tanya Roni penasaran.

"Berobatlah ke Singapore?Disana peralatan medis lebih canggih dan lengkap, jadi kamu akan lebih cepat sembuh." 

"Bagaimana kalau mama saja yang berobat ke sana? Aku janji akan lebih bersabar juga berusaha sembuh, mau ya ma? Please?!" ucap Roni memohon. Ia sampai menelakupkan kedua tangannya. Dan memasang wajah memelas.

Selama hidupnya mungkin baru kali ini Roni memohon seperti ini pada ibunya. Jadi mana mungkin Reni bisa menolaknya? 

Reni menghela napas, ia menyipitkan matanya melihat Roni. "Kau benar-benar tau kelemahanku." 

Roni terkekeh. "Jadi setuju ya?" Roni bertanya memastikan.

"Mama menyerah. Baiklah mama akan berobat ke Singapore. Tapi kalau mama kembali kamu belum sembuh. Jangan menolak untuk mama kirim ke Singapore!" Ucapnya.

"Selama di Singapore, mama akan ditemani oleh Mia. Sedang kamu. Biar Nadia yang mengurusmu disini. Nanti kalau Adit sudah sembuh biar dia yang urus perusahaan, bagaimana?" 

"Roni setuju." Hanya itu yang Roni katakan, yang terpenting bagi Roni ibunya mendapatkan perawatan yang terbaik. Ia tidak bisa begitu saja meninggalkan urusan kantor pada siapapun selain ia dan ibunya.

Ia yakin akan segera sembuh, jadi akan tetap bisa mengawasi sendiri perusahaannya, walau dari hasil laporan karyawannya.

Mia menarik napas panjang, lalu membuangnya pelan. Ia sedikit kecewa pada keputusan yang diambil oleh Reni. 

Bukan seperti ini yang diinginkan Mia. Jika dulu Nadia dipekerjakan di perusahaan Roni karena campur tangan Reni, jadi kenapa bukan dia saja yang disuruh menemani ke Singapore?

Ia melirik sedikit ke arah Nadia. Ada rasa kecemburuan di hati Mia. Ia lebih senior, seharusnya ia yang diminta menggantikan tugas Roni. Bukan Nadia

"Bagaimana Mia?"