Chereads / Nadia Secret Admire si Boss / Chapter 3 - Hari Pertama Bekerja

Chapter 3 - Hari Pertama Bekerja

Pagi yang cerah. Hari ini, hari pertamaku masuk kerja, walau tidak bisa dipungkiri aku sangat gugup. Aku berusaha membuang pikiran negatif tentang Roni.

Aku berdiri dari kursi kerjaku, ketika melihat bayangan Roni dari kejauhan. Mulutku baru saja mau menyapanya, tapi dia malah berlalu melewatiku begitu saja seakan memang sengaja. "Selamat pagi,pak-" sapaku terpotong.

Rasanya sakit sekali. Aku mengelus dadaku sendiri, "sabar Nadia, sabar,"aku berbisik pelan. Mungkin saat ini level kesabaranku masih di angka 7.

Roni tidak menjawab sapaanku, melihatku saja tidak, dia malah berjalan menghampiri Mia, yang saat ini masih bekerja untuknya, untuk hari ini saja maksudnya, "Mia, ambil file di meja kerjaku," perintahnya pada Mia. Yang diikuti oleh Mia, "baik pak."

Mia menghampiri aku, setelah keluar dari ruangan Roni. Dengan membawa setumpuk berkas yang ia berikan kepadaku.

"Mbak Nadia, Pak Roni bilang saya suruh ngajarin Mbak Nadia  ngerjain file-file ini," kata Mia ramah.

Dalam sekejap aku langsung bisa mengerti tentang semua yang harus aku lakukan. Aku tahu semua tugas-tugasku sekarang.

Jam menunjukkan pukul 12 siang, Mia mengajakku makan siang. "Mbak Nadia udah jam makan siang, ayo makan sama saya," ajaknya.

"Duluan aja mbak, nanti saya nyusul," tolakku halus.

Aku masih sibuk dengan file-file di meja kerjaku. Aku melihat jam tanganku, sudah 10 menit berlalu, semua karyawan makan siang, tapi Pak Roni belum keluar dari ruangannya, apa dia sudah makan? Jujur aku jadi mencemaskannya. Aku putuskan mengetuk pintu ruangannya.

"Masuk," suara di balik pintu.

Aku berharap dengan menawarinya makan dia bisa sedikit ramah padaku. Tapi ternyata tidak, hatinya tetap keras bagai batu.

Awalnya dia melihat ke arahku, tapi setelah tau aku yang masuk ke ruangannya dia kembali sibuk berkutat pada laptopnya.

"Ada apa?" dia bertanya bahkan tanpa memandang wajahku. Sebegitu hinakah aku di matanya?

Rasa sakitnya bukan sampai sini saja, terlebih saat dia menolak tawaran makan siang ku dengan dingin sekali.

"Sudah jam makan siang Pak, mau makan di luar atau mau saya pesankan makanan dari luar?" 

"Nggak usah sok tau kamu, nggak kamu suruh juga nanti saya juga akan makan!" 

Aku beringsut keluar dari ruangan dengan bibir kelu tanpa bisa berkata-kata lagi. Lagi-lagi aku harus menahan sabar. Teganya dia.

Ah sudahlah aku tidak peduli. Aku harus makan. Aku harus tetap bertahan di sini. 

Aku tersenyum melihat kotak makan siangku. Pagi tadi untung mama membawakan aku bekal dari rumah. Namun beberapa detik kemudian aku memberengutkan wajah dan membuka bekalku dengan gusar, karena sedikit emosi oleh sikap Roni tadi.

Baru saja aku memakan suapan pertamaku, tiba-tiba Mia datang, secara kebetulan Pak Roni keluar dari ruangannya.

"Kamu malah asyik makan, lihat tu Mia dah balik dari makan siang, cepetan abisin makanmu!" 

Aku tercengang dan menatap makananku dengan nanar. Waktu istirahat saja masih lama, tapi kenapa dia tega menyuruhku segera bekerja?

Aku tidak punya pilihan lain selain menuruti perintahnya itu, aku menyantap makan siangku cepat-cepat, dan kembali bekerja.

Dari hari ke hari begitulah sikap Roni padaku tidak berubah, dia sangat menyebalkan, dan tentu saja,- masih dingin.

Karena aku tidak mau mama dan papa, melihatku sedih atau kacau setiap kali pulang kerja, jadi aku memutuskan untuk tinggal di kost dekat kantor.

Aku selalu berpikir untuk resign dari kantor ini, dan memilih bekerja di kantor lain. Tapi aku tidak tega pada Tante Reni. Dia sudah sangat baik pada keluarga kami, juga padaku tentunya. Tante Reni juga terus membujukku untuk bekerja di perusahaannya.

Jangan tanyakan perasaanku pada Roni lagi. Rasanya hampa. Aku saja tidak mengerti apa masih ada harapan untukku atau tidak.

Aku bekerja dengan terus menahan tekanan batin. Pantas saja tidak seorangpun yang bertahan disini untuk menjadi sekretarisnya. 

Aku selalu bertanya dalam hati. Bagaimana bisa seseorang yang baik hati dan menyenangkan seperti Roni bisa berubah menyebalkan seperti ini?

Tapi meski begitu alih-alih menyerah akan sikapnya yang arogan, aku justru terus berjuang. Entahlah antara berjuang atau bodoh, lebih tepatnya.

Setiap hari, tanpa sepengetahuannya, aku selalu berangkat lebih pagi hanya demi membuatkan dia kopi dan menyuruh OB yang mengantarkan, karena dia pasti akan menolak jika ketahuan aku yang membuatkannya kopi.

Setiap hari aku selalu mengingatkannya untuk makan siang meski sikap dingin yang aku dapat. Mungkin ini yang dinamakan 'bucin (budak cinta)

***

Sudah terhitung 3 bulan aku bekerja disini. Semakin ke sini, aku semakin tau dan paham semua sifat Roni, yang lebih banyak buruknya.

Memecat karyawan seenaknya sendiri adalah bagian dari sifat buruknya Roni. Aku saat ini masih selamat itu berkat Tante Reni selaku presiden direktur di perusahaan ini.

Secara tidak sengaja aku pernah mendengar percakapan antara Roni dan Tante Reni. Mereka membahas ku. Lebih tepatnya Roni berencana untuk memecatku. Namun ditentang oleh ibunya itu.

"Kamu itu main pecat pecat pecat, hentikan kebiasaan burukmu itu Ron!"

"Kamu kira gampang cari sekretaris baru? Apalagi yang seperti Nadia?"

"Banyak ma yang lebih bagus dari Nadia, cari yang baru aja," jawabnya enteng.

"Mama tetap tidak setuju. Nadia orang yang cakap, bertanggung jawab, pintar dan cerdas menyelesaikan masalah."

"Lagipula dia sudah berperan cukup banyak bagi perusahaan ini. Banyak tender yang kita menangkan berkat dia."

Mendengar Tante Reni membelaku aku jadi lega. Aku bukan orang yang tidak tau diri, yang bekerja berleha-leha memanfaatkan kebaikannya. Ini akan jadi motivasi bagiku untuk bekerja lebih baik lagi.

Sebelum mereka mengetahui kalau aku mendengar percakapan mereka, aku segera pergi.

Tidak ingin terlihat konyol seperti sinetron. Aku memperhatikan dengan teliti barang-barang di sekitarku.

Tidak akan lucu jika aku menyenggol seseorang, atau sesuatu, dan berbunyi keras. Dan aku berhasil lolos.

Seperti cerita hari ini. Pagi-pagi sekali ketika baru saja aku duduk, Roni memerintahkan aku untuk mengumpulkan semua staff. Dia berkata padaku akan memperkenalkan CMO yang baru di perusahaan ini.

Aku tidak mengerti mengapa dia memecat CMO -nya lagi. Entah karyawannya yang salah atau memang dia yang bermasalah. 

"Kumpulkan semua staff, pagi ini saya mau umumkan CMO yang baru," perintah dari Pak Roni, "huft setidaknya sebutkan namaku, aku punya nama…" gerutuku dalam hati.

Aku terkejut dengan sosok yang mengisi jabatan CMO ini. Dia adalah orang yang tidak asing bagiku. Ini sebuah kebetulan lagi, dunia begitu sempit.

Namanya adalah Adit. Dia satu angkatan denganku saat masih di bangku kuliah. Namun aku lulus lebih cepat darinya.

Reaksi dia bertemu denganku sama terkejutnya, namun dia juga senang bertemu aku disini. Setelah berkenalan secara formal di forum rapat, kami berbincang sebentar.

"Aku seneng bisa ketemu kamu di sini. Nadia sang bintang kampus," Adit memulai percakapan.

"Aku juga senang bisa ketemu sama kamu disini," jawabku tersipu malu.

Aku dan Adit dulu sangat dekat sekali. Apalagi untuk urusan mengerjakan tugas. Kami dekat karena Adit pernah bilang padaku kalau dia menyukaiku. Tapi aku menolaknya, - maksudku karena aku nyaman menjadi sahabatnya.

Mungkin aku bodoh karena melewatkan Adit sejak dulu. Adit adalah pria tampan impian banyak wanita di kampus. Tapi aku menolaknya.