Padahal sebenarnya mereka berdua itu agak-agak mirip. Baik Nadia dan juga Amira adalah gadis yang cerdas, ceria dan cekatan. Mereka juga juga bisa membuat suasana hatiku menjadi baik. Tapi itu dulu. Sebelum aku menolak cintanya. Karena setelah peristiwa itu, aku menjauhinya. Aku tidak mau memberinya harapan palsu.
Lagipula, Nadia itu gadis yang pintar dan cantik. Pasti mudah baginya mendapatkan pacar. Buktinya sekarang dia sudah punya pacar.
Adit. Nama pacarnya adalah Adit. Sepertinya mereka mengenal satu sama lain sudah sejak lama, bahkan mereka langsung reunian setelah Adit aku perkenalkan menjadi CMO yang baru di kantorku.
Baguslah. Mereka memang cocok. Dan yang paling penting. Nadia sudah tidak menggangguku lagi.
Sebelumnya Nadia itu mengerikan. Dia membuntutiku sudah seperti seorang detektif. Ah bukan, sudah seperti hantu malah.
Dia bisa muncul dimana-mana. Mengendap-endap dari belakang. Dan itu sudah dia lakukan semenjak SMA. Mengerikan bukan?
Hanya saat di toilet saja dia tidak mengikutiku.
Tapi akhirnya Nadia menjadi berubah .Mungkin lebih tepatnya semenjak pulang dari acara gathering di villa itu.
Sikapnya padaku menjadi berubah 180 derajat dari dia yang sebelumnya. Apa semua ini gara-gara sikapku kemarin?
Apa aku sudah keterlaluan padanya? Tapi bukankah dia juga sudah tahu bagaimana watakku? Kenapa dia harus kaget dan menjadi seperti ini sekarang?
Aku lebih merasa menyesal lagi ketika tahu bahwa selama ini dia selalu memperhatikan aku.
Iya sikapku padanya selama ini memang sudah keterlaluan. Aku tidak pernah menghargai usahanya.
Nadia sudah bersusah payah mencarikan aku payung, waktu aku kehujanan. Tapi dengan teganya aku malah mengusirnya. Bahkan aku kelepasan membentaknya.
Aku juga sudah berniat minta maaf padanya. Tapi semua sudah terlambat. Egoku semakin tinggi, ketika dia berubah menjadi dingin padaku. Mungkin juga karena dia sudah punya pacar.
Iya akhirnya aku mengetahui semua itu dari pantauan cctv.
Dia tidak tahu saja. Aku sebenarnya adalah orang yang cermat. Aku selalu memantau detail dari rekaman cctv di seluruh kantor. Karena aku tidak bisa begitu saja mempercayai petugas cctv.
Yang orang lain pikirkan. Aku adalah seorang bos yang arogan, yang akan memecat karyawan seenaknya sendiri. Padahal tidak,-
Aku sangat teliti. Ketika aku tahu ada karyawan yang berbuat curang, dan itu fatal, maka aku akan memecatnya, aku akan menunjukkan bukti cctv. Tapi aku tidak membongkar kesalahan mereka untuk diketahui umum.
Aku hanya akan memberi mereka pelajaran. Agar mereka tidak seperti itu lagi di perusahaan tempat mereka bekerja yang baru. Tapi kesalahan yang mereka perbuat, itu tetap akan menjadi privasi mereka.
Dari cctv juga, aku melihat Nadia setiap pagi membuatkan aku kopi, tapi dia menyuruh petugas OB yang mengantarkannya. Karena aku selalu menolak memang kalau dia yang buatkan.
Dan aku harus jujur. Kopi buatan Nadia itu sangat enak. Aku berkata seperti ini, karena ternyata setelah dari acara di villa itu rasa kopiku tak seenak biasanya setelah OB yang buatkan, bukan dia lagi.
Jangankan memasakkan makanan untukku, menawari aku sarapan dan makan siang saja tidak pernah sekarang.
Padahal dari cctv aku juga tau selama ini dialah yang selalu menyiapkan makanan untukku. Entah masak sendiri atau beli, rasanya selalu enak. Dia tau benar seleraku.
Dari jaman kami masih SMA. Masakannya memang selalu enak. Apalagi nasi goreng seafood buatannya.
Aku sampai bisa membedakan nasi goreng seafood buatan Nadia atau bukan buatan Nadia.
Dia juga tidak sehangat dulu. Bahkan kadang lebih dingin dari ku. Dia sekarang memperhatikan Adit saja.
Tentu saja, Adit kan pacarnya. Entah kenapa aku tidak suka mereka jadian.
Tidak, tidak… aku tidak merindukannya. Hanya saja semua terasa berbeda saja.
Aku mengusak rambutku kasar, "ah...mikir apa sih aku ini."
"Bukankah itu bagus, tidak ada yang mengganggu hidupku lagi sekarang," aku memaksakan senyum.
Tapi sedetik kemudian perutku berbunyi. Aku lapar,-
Hari ini aku sedang malas makan di kantor, jadi aku putuskan makan di luar.
Tetapi saat membuka pintu, aku justru melihat pemandangan yang memuakkan. Dan sepertinya aku akan lebih sering melihat pemandangan itu.
Sekertarisku Nadia sedang asyik makan siang dengan Adit, pacarnya. Aku tidak cemburu. Tidak,-
Hanya saja aku risih.
Segera aku sibukkan diri berjalan sambil memainkan gawaiku. Walau hanya sekedar mengecek media sosialku, yang sebenarnya di dalamnya membosankan. Sepi dan tidak ada aktivitas berarti.
Hari ini aku terlalu malas untuk menyetir sendiri. Entahlah, sepertinya hari ini semua terasa begitu menjenuhkan.
Semua terasa begitu membosankan. Hidup yang monoton. Tidak berwarna. Aku merasa Seperti robot sekarang.
Pagi-pagi berangkat bekerja, pulang, istirahat di rumah, esok harinya kerja lagi. Bahkan makan siang saja aku suka malas beberapa hari ini.
Terlebih tidak ada si cerewet Nadia yang sibuk menyuruhku makan pagi, makan siang.
Bahkan tidak ada lagi yang mengikutiku diam-diam. Tanpa sadar aku tersenyum tipis mengingat tingkah konyolnya selama ini padaku.
Semua ini salahku. Aku yang menyuruhnya menjauhiku. Dan aku juga yang menyuruhnya untuk tidak ikut campur urusan pribadiku. Walau seharusnya itu sebagian dari pekerjaannya. Aku saja yang terlalu gengsi untuk menerima semua perhatian darinya itu.
Ah, lagi-lagi aku jadi memikirkan wanita aneh itu. Tidak,- aku harus fokus pada diriku sendiri. Aku harus yakinkan diriku sendiri bahwa aku mampu tanpanya.
Aku sudah sampai di restoran. Di meja makan sudah tersaji menu makanan kesukaanku.
Tapi aneh rasanya. Aku yang biasanya menyukai menu ini mendadak hilang selera makan. Aku hanya terpaksa memasukkan makanan ke dalam mulutku. Agar aku bisa bertahan hidup saja. Aku tidak bisa merasakan dimana keenakan makanan ini.
Bahkan makananku belum habis meski sudah 1 jam aku duduk disini. Hingga suara ponsel mengagetkan aku. Aku melirik malas layar gawaiku itu.
Tapi setelah tahu siapa yang menelepon. Tiba-tiba mataku menjadi cerah berbinar. Itu telepon dari Nadia. Dan entah kenapa aku menjadi senang, dan rasanya bersemangat untuk mengangkatnya.
Tidak, tidak,-
Aku tidak boleh menunjukkan kalau aku senang menerima telepon darinya. Nanti dia bisa ke-GRan, aku harus bersikap sewajar mungkin.
"Halo, Pak Roni di mana?" Tanyanya dari ujung telepon.
"Saya sedang menikmati makan siang saya," jawabku bohong, aku pura-pura menikmati makanannya, padahal tidak berselera sama sekali.
"Saya sedang menikmati lezatnya hidangan, tanpa adanya gangguan dari siapapun," kataku lagi seperti menyindir.
"Okey...baiklah Pak, sebelumnya saya minta maaf karena telah mengganggu makan siang bapak yang lezat, tapi tolong segera habiskan makanan anda, lalu kembali ke kantor, karena anda ada janji meeting 30 menit lagi dengan perusahaan prisma group pak, terimakasih!" cerocosnya panjang lebar.
"Astaga, kenapa jadi galakan dia?" gerutuku.