Chereads / LIKE HER / Chapter 2 - awal

Chapter 2 - awal

CHAPTER 3

''Kamu Raisa, kan?''

''Kamu tahu namaku?''

''Ya.'' Bagaimana mungkin aku tidakn tahu namanya? Memangnya siapa di kota ini yang tidak mengenal namanya? Tapi kenapa dia tiba-tiba datang padaku.

''Baguslah, kalau begitu. Sekarang udah tidak belajar, kan? ayo kita ke kantin,'' ucap Raisa sambil menarik tanganku dan memberi isyarat agar ku mengikutinya untuk pergi ke kantin.

''Apa-apaan orang ini? seenaknya saja menarik tanganku dan menyuruhku untuk mengikutinya,'' batinku. ''Aku masih belajar, nanti saja!'' ucapku melepaskan tangannya.

''Kalau begitu aku akan menunggumu disini,'' ucap Raisa mulai mengambil posisi duduk di depanku, dan mulai membuka buku yang ada di meja, buku itu memang sengaja kuletakkan disitu untuk nanti kubaca selanjutnya.

'' Hah … baiklah. Ayo kita sekarang saja kekantinnya,'' ucapku membuang nafas malas. Padahal sekarang aku sedang berhemat untuk membeli buku modul kuliah.

Aku mengikuti Raisa dan berjalan di belakangnya. Aku tahu pasti banyak dari mahasiswa yang memperhatikan kami. Eh, maksudku Raisa, yang selalu menjadi pusat perhatian siapapun ketika Raisa melewatinya.

''Hai Angel! Kamu sangat terlihat cantik hari ini.'' Terdengar suara seorang mahasiswa yang menyapanya. Tapi kulihat Raisa hanya diam. Bahkan, kulihat dia tidak menoleh. Dia hanya terus berjalan tanpa memperdulikan orang itu. Andai saja sapaan itu untukku, aku pasti …. Hey, apa yang kupikirkan? Sejak kapan aku perduli dengan pujian seseorang? Belum satu menit aku berjalan bersama Raisa, pikiranku sudah diluar batas kenormalanku selama ini.

''Raisa! Kamu cantik sekali, ayo gabung sama kami, kamu mau kemana? Apa kamu sibuk? Apa kami boleh ikut denganmu?'' Kali ini tiga orang mahasiswi yang mendekatinya. Tapi, lagi-lagi dia hanya diam. Padahal ada banyak sekali pertanyaan yang diajukan oleh mereka. Mreka juga sepertinya orang yang baik. Apa salahnya jika melayani pembicaraan singkat prang-orang yang ingin berteman. Padahal aku juga jarang sekali berbicara dan diajak bergabung dengapara mahasiswa di kampus ini. jikalau aku irit bicara dengan mereka itu karna aku kurang percaya diri. Sedangkan Raisa? Dia kan, mempunyai semuanya. Kenapa tdak mau juga memperbanyak teman?.

''Apa kamu mau menjadi pacarku?'' Terdengar suara laki-laki dari arah belakang kami.

''Degh!'' Aku terdiam dan secara otomatis menghentikan langkah dan menoleh kerah sumber suara. Terlihat seorang pemuda tampan mirip artis drama korea yang sedang berdiri menunggu jawaban. Orang ini benar-benar tampan, tapi siapa? aku belum pernah melihatnya, atau aku yang memang tidak pernah perduli dengan siapa saja mahasiswa disini. Apa pertanyaan tadi itu untukku? Jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat saat mendengar kalimat itu. Karna aku belum pernah mendengar langsung kalimat ini, kecuali di sinetron yang biasa kutonton.

''Kenapa berhenti?'' Tanya Raisa saat menyadari aku sudah tidak lagi mengikuti langkahnya.

''Apa kamu mau jadi pacarku?'' ujar laki-laki itu kembali menanyakan pertanyan yang sama.

''Siapa?'' Tanya Raisa dengan wajah datar dan biasa saja. Padahal aku dari tadi berusaha menahan jantung agar tidak terlepas dari tempatnya saat mendengar kalimat asing yang belum tentu pasti untukku. Apa dia terlalu sering mendengar kalimat seperti itu sebelumnya?.

''Kamu. Kamu Raisa, kan?'' jawab laki-laki itu.

''Bukan dia?'' ucap Raisa melihatku.

''Apakah dia sepertimu?''

''Maksudmu?''

''Apa dia juga kaya? Atau apa dia populer? Atau apa dia cantik sepertimu?''

Aku terkejut mendengar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh laki-laki ini. apa dia sedang menghinaku dengan membandingkan aku dengan Raisa? Apa dia tidak melihat perbedaan diantara kami? Apa dia menilai suatu hubungan berdasarkan standar yang telah ditetapkannya sendiri? Dan standar itu harus seperti Raisa, begitu? Hah …. Ternyata begitu cara pandang laki-laki terhadap wanita yang ingin dijadikan sebagai kekasihnya. Benar-benar sangat dangkal menurutku.

''Tentu. Kalau tidak aku tidak akan berjalan bersamanya,'' Ucap Raisa tiba-tiba. Sekarang apa yang dikatakan oleh Raisa? Kenapa dia menyebutku sama dengannya? Apa hari ini orang-orang sedang tidak menggunakan mata mereka? Sehingga tidak melihat perbedaaan nyata antara aku dan dia.

Kali ini laki-laki itu mulai melihatku secara seksama. Mencari kebenaran dari apa yang dikatakan oleh Raisa. Dari caranya melihat dapat kupastikan bahwa dia sedang melihat dengan tatapan menghina. Aku sungguh tidak suka dengan cara orang ini melihatku, memangnya aku ini apa? Berani sekali dia. Wajahnya yang rupawan sangat berlawanan dengan etika yang dimiliki.

''Tidak mirip. Bahkan sedikit,'' ucap laki-laki itu.

''Tentu saja. Apa kamu buta?'' batinku yang mulai merasa panas dengan situasi yang sedang terjadi.

''Apa kamu menyalahkan mataku yang tidak bisa melihat kemiripan diantara kami? Berani sekali kamu!'' bentak Rasa meninggikan suaranya dan membuat semua orang mulai mengarahkan padangannya ke arah kami. Hah … aku tidak suka suasana ini.

''Matamu memang jelas salah. Dasar! dari sudut mana Raisa menilai kemiripan dantara kami?'' batinku mulai berkoar lagi di dalam sana tanpa mampu mengekspresikannya keluar melalu suara.

''Baiklah. Matamu tidak salah, mataku yang salah, aku minta maaf. Sekarang apa kamu mau jadi pacarku?'' ucap laki-laki itu kembali menanyakan pertanyaan itu lagi. Seingatku sudah tiga kali dia mengatakannya.

''Tidak! kamu sudah berani menyalahkan mataku. Sekarang pergilah!''

''Tadi aku sudah mengakui kalau aku yang salah, dan kamu yang benar. Dan, aku juga sudah minta maaf. Tapi, kenapa kamu sekarang masih menolakku? Apa kamu tidak salah? Tidak akan menyesal? Aku adalah Rian. Anak dari Ketua Rektor kampus ini. wajahku juga tampan, banyak gadis yang mengejarku. Tapi aku malah memilihmu sebagai pacarku. Apa kamu yakin?''

''O … jadi sekarang kamu malah memaksaku dan juga malah meragukan keputusanku. Kamu bilang aku akan menyesal? Haha … tentu saja aku tidak akan menyesalinya sama sekali. Aku justru akan menyesal jika menjadi pacarmu. Tadi kamu bilang kamu adalah anak Ketua Rektor? Sombong sekali kamu! Baiklah, sepertinya kamu belum mengenalku dengan baik. Perkenalkan, aku Raisa Kirana Widyatama, anak dari Ketua Yayasan sekaligus donatur utama kampus ini. jika aku mau. Aku bisa saja menyingkirkan Ayahmu itu. Sekarang minggirlah! Jangan berani lagi kamu perlihatkan wajahmu yang seperti perempuan itu di hadapanku!''

Bisa kulihat wajah orang yang katanya tadi bernama Rian itu seketika langsung berubah merah seperti tomat. Mungkin di malu karna sudah mencari masalah dengan orang yang kurang tepat. Haha rasakan itu. itulah akibatnya karna dia tadi sudah menghinaku. Bahkan, dia juga sudah berani menetapkan standar wanita harus seperti Raisa. Aku melemparkan senyum sinis pada Rian yang tertunduk malu dan memilih pergi dari hadapanku dan Raisa.

Setelah peristiwa tersebut Raisa kembali mengajakku untuk meneruskan langkah menuju kantin. Tanpa perduli dengan apa yang sudah terjadi, dia mulai membelah kerumunan orang-orang yang sedang berkumpul karna kejadian tadi. Dia bagaikan seorang Ratu yang melewati red carpet, seakan semua orang langsung menunduk memberi hormat padanya.

Sedangkan, aku? aku bagai seorang dayang yang berjalan di belakang Sang Ratu. Tidak diperhatikan, bahkan tidak di anggap. Rasanya aku juga ingin ada di posisi Ratu itu, memiliki semua hal yang aku inginkan, mendapatkan pujian yang setiap saat selalu terdengar dari mulut orang yang melihatku. Dan, tentu saja bisa mempermalukan manusia rendah seperti Rian tadi, yang memiliki pemikiran dangkal. Aku ingin menjadi ratu. Aku ingin menjadi seperti Raisa.