Hari ini adalah hari aku menjadi seorang Reina Tanoesodibdjo, anak dari seorang pengusaha kaya, dan sekarang aku sedang berperan sebagai putrinya. Yah, begitulah karna hari ini adalah hari Sabtu, dan nanti malam adalah acara itu. Acara yang akan menjadi titik balik dari hidup yang selama ini kujalani. Aku akan menjadi seorang Ratu, sama seperi Raisa. Akan kubuat orang-orang di acara itu mulai memperhitungkan kehadiranku.
Semua persiapan sepertinya sudah matang. Gaun yang menjadi incaran juga sudah berhasil kudapatkan, dengan membelah perut celengan ayam yang selama ini dengan setia selalu kuberi makan. Untung saja, masih terdapat sisa dari pembelian gaun itu, walaupun sebagian besarnya sekarang sudah menjadi berubah menjadi barang yang mungkin akan jarang sekali kugunakan.
Eh, tapi tunggu dulu, ada satu lagi. Mobil! Astaga! Kenapa aku bisa melupakan hal ini. Sekarang harus bagaimana? Aku tidak punya uang unntuk membeli sebuah mobil. Darimana aku akan mendapatkan uang? Minta Ayah? Hahaha, bisa-bisa dia pingsan mendengar jumlah uang yang kubutuhkan. Mencuri? Aku masih waras juga, aku kuliah untuk meraih gelar Sarjana, bukannya gelar narapidana. Hah, sudahlah. Aku pergi naik becak saja, nanti aku turun jauh dari tempat acara agar orang-orang tidak melihatku.
''Kamu mau kemana Re?'' tanya Ayah saat melihatku berpenampilan beda seperti biasanya.
''Reina mau pergi reuni sekolah, Yah.''
''Tumben kamu mau pergi acara seperti itu, biasanya kamu paling anti pergi ke acara yang banyak orang. Apalagi, reuni itu pasti dihadiri oleh teman-temanmu yang anak orang kaya itu. kamu yakin?''
''Ayah tenang, saja. Aku sudah mempersiapkan semuanya, aku yakin semua akan baik-baik saja. Sekarang, aku sudah memiliki teman yang sangat baik. Dia akan membelaku jika ada orang yang berbuat jahat padaku,'' ucapku meyakinkan Ayah.
''Semoga kamu nanti baik-baik saja. Ayah merasa akan terjadi sesuatu yang tidak baik padamu nanti. Apa sebaiknya kamu tidak usah pergi?''
''Tidak akan terjadi hal buruk Ayah. Justru, ini adalah awal dari seuatu yang baik akan terjadi. Aku pergi dulu sekarang, Yah,'' ucapku memeluk dan mencium tangan Ayah.
''Apa perlu Ayah antar?''
''Nggak, perlu Yah. Reina berangkat sendiri saja, tempatnya tidak jauh dari sini.''
Aku pergi ke pangkalan becak yang berada tidak jauh dari rumahku. Aku memilih naik becak karena memang hanya kendaraan ini saja yang paling mudah ditemukan. Abang tukang becak juga kenalan Ayah, jadi nanti bisa minta diskon ongkos.
''Bang, kita berhenti di sini saja,'' pintaku saat kami berada di warung kecil seberang jalan tidak jauh dari lokasi reuni.
''Kenapa, Neng? Sudah sampai? Atau, kamu mau beli minum dulu di warung ini?'' tanya Abang becak. Memang aku tidak memberitahukan lokasi yang akan kudatangi kepadanya, aku hanya menunjukkan arah jalannya saja.
''Belum Bang, tapi aku turun di sini saja. Makasih Bang, Ini ongkosnya, ya. Kembaliannya ambil saja,'' ucapku menyerahkan selembar uang berwarna hijau kepada Abang becak.
''Iya sama-sama. Eh, tapi ini duitnya kurang, Nen,''
''Sudahlah, Bang. Diskon sajalah, anggap saja sedekah sama aku, biasanya juga aku naik becak Abang.''
''Iyalah, ngapain kamu tadi bilang ambil, saja kembaliannya? Kayak uangnya berlebih, saja. Taunya, malah kurang, dan sekarang malah aku yang jadi bersedekah, untung saja Neng cantik,'' gerutu Abang becak yang sudah mulai berumur ini.
''Hahaha, untung aku lagi cantik ya, Bang.'' Ternyata ada untungnya juga aku memakai baju mahal, dan dandan satu jam. Jadi senang, walaupun hanya dipuji sama Abang tukang becak tapi untungnya kan aku dapat potongan ongkos juga.
Setelah Abang Becak pergi, aku langsung menuju hotel. Sebelumnya, aku melihat situasi sekitar, memastikan bahwa tidak ada yang tadi melihatku datang menggunakana becak. Hah, sepertinya aman, karna aku memang turun di lokasi yang agak tersembunyi. Ini semua telah uperhitungkan, aku sudah melakukan survey lokasi sebelumnya. Hari ini harus berjalan sempurna, dan harus sesuai dengan apa yang telah aku rencanakan.
Sekarang, aku sudah berada di dalam hotel. Butuh sedikit perrjuangan juga untuk aku menemukan ruangan ini, hampir lima belas mnit aku mutar-mutar nggak jelas menyusuri lobi hotel. Hotel ini memang cukup besar, kalau nggak salah di sini hanya para orang kaya dan para orang penting yang pernah mengadakan acara. Pastinya para tamu juga bukan orang yang sembarangan, dan sekarang aku adalah termasuk dalam golongan orang-orang keren ini.
Untunglah, tadi ada pemuda baik yang bersedia menunjukkan tempat ini padaku. aku yakin dia iu tampan, walaupun wajahnya terupi oeh masker yang dikenakannya. Aku tidak tau dia siapa, saat aku bertanya dia hanya menjawab bahwa dia bukan pegawai hotel, kana tadi aku malah mengatakan dia adalah pegawai baik yang sangat mengerti kesulitan tamu awam seperiku.
Dia mengatakan sedang ada keperluan dan kebetulan menginap di sini. Katanya, dia merasa lucu melihat seorang gadis celingukan nggak jelas sendirian tanpa mau bertanya kepada ke pihak lobi, makanya dia menawarkan bantuan, kebetulan dia tahu banyak tentang hotel ini. Aku juga menanyakan apakah dia juga datang untuk mengikuti acara reuni, dia menjawab tidak.
''Reina! di sini!'' panggil Raisa, sambil mlambaikan tangan tak jauh dari posisiku. Aku langsung berjalan ke arahnya. Dia sangat cantik, dengan gaun merah maroon yang dipakai, cocok sekali dengan warna kulitnya yang putih. Memang, apapun yang di pakai olehnya akan terlihat bagus.
''Hei, Raisa. Kamu juga sudah ada di sini, rasanya aku sudah pergi lebih awal, trnyata kamu jauh lebih awal lagi,''
''Yah, begitulah. Aku sangat bersemangat untuk datang ke acara reuni ini. aku sangat merindukan teman-teman masa sekolah dulu,'' ucap Raisa dengan mata berbinar. Sepertinya, dia sangat senang dengan acara ini, pasti itu karna bisa bertemu dengan orang-orang yang memujanya dulu.
''Susi dan yang lainnya kemana? Mereka juga alumni sekolah yang sama, kan?'' tanyaku saat tidak melihat ketiga dayang yang biasa mengekor kemana, pun Raisa pergi.
''Oh, mereka tadi bilang mau keluar dulu, katanyatadi sebentar, tapi kenapa mereka sekarang belum kembali, juga?''
''Begitu, ya. Raisa, aku keluar dulu sebentar, aku mau ke toilet,'' ucapku yang memang dari tadi
panggilan alam ini menyahut-nyahut ingin segera dikeluarkan.
Aku pergi meninggalkan ruangan besar ini, untuk segera menyelesaikan hal darurat yang tidak bisa ditunda, lagi. Kali ini kuberanikan diri untuk bertanya ke pegawai hotel agar tidak kembali tersesat, walaupun tadi dewi keberuntungan berpihak padaku dengan mengirimkan pemuda tampan untuk membantu, tapi tidak mngkin, kan kalau keberuntungan itu selalu menyertaiku.
Aku segera kembali ke tempat Raisa di dalam acara tadi. Di sana kulihat Susi dan kedua dayang lainnya sudah kembali, sepertinya merek sedang bicara hal yangb penting, tapi kenapa muka Raisa begitu? Kelihatannya dia sangat marah. Apa yang sudah terjadi.
''Raisa, aku sudah kembali. Maaf kalau agak sedikit lama, tadi …''
''Diam. Jangan bicara lagi,'' ucap Raisa menatap tajam kepadaku. Ada apa ini? kenapa sikapnya berubah? Apa yang sudah terjadi selama aku pergi?
''Raisa, kenapa kamu bersikap seperti i …''
''Sudah kukatakan, diam! Tidak usah sok akrab denganku.'' Kali ini suaranya mulai meninggi, tatapan matanya kebih tajam dari yang tadi, seolah aku sekarang akan diterkam olehnya.
''Kamu kena …''
''Kamu bukan Reina putrinya pengusaha sukses itu, kan?''
Aku terkejut mendengar pertanyaan Raisa. Jantungku berdegup kencang, kakiku langsung lemas seketika, kerigat dingin mulai keluar dari tubuhku. Bagaimana sekarang? apakah aku sudah ketahuan?