Tidak terasa sudah hampir satu bulan sang Ayah meninggalkan Adrian. Adrian memulai kehidupan barunya. Yaitu kehidupan tanpa kedua orangtuanya. Hidup hanya berdua dengan Ayahnya saja Adrian sudah merasa sangat berat. Apalagi sekarang Adrian harus hidup sendiri tanpa kedua orangtuanya, dan tanpa seseorang yang spesial di hatinya.
Hari ini Adrian sedang tidak pergi ke kantor. Adrian hanya berdiam diri di rumahnya saja. Karena pada awalnya Adrian tahu jika akan ada seseorang yang datang ke rumahnya untuk membicarakan hal yang penting. Yaitu seorang pengacara dari Ayahnya yang akan membicarakan seluruh warisan dan peninggalan Ayahnya.
"Permisi. Selamat pagi."
"Pagi. Silahkan duduk, Pak."
"Terima kasih. Sekali lagi saya durut berduka cita atas kematian Pak Angga. Walaupun Pak Angga sudah hampir sebulan meninggal dunia, tetapi masih begitu terasa suasana duka tersebut."
"Iya, terima kasih, Pak."
"Sebelumnya saya minta maaf telah menganggu waktu Pak Adrian, tetapi saya harus segera membicarakan pesan-pesan yang telah di sampaikan Pak Angga kepada saya untuk Pak Adrian."
"Tidak mengganggu Pak. Silahkan langsung saja di bicarakan."
"Iya jadi seperti yang Bapak ketahui juga jika Ayah Bapak itu memiliki banyak sekali peninggalan kekayaan. Salah satunya adalah rumah yang sedang di tempati oleh Pak Adrian saat ini. Selain rumah ini, Pak Angga juga meninggalkan berbagai perusahaan yang ada di Jakarta. Berhubung Pak Adrian adalah anak satu-satunya dari Pak Angga, Pak Angga meminta kepada saya jika semua kekayaan miliknya di berikan kepada Pak Adrian. Dan ada satu lagi pesan sekaligus keinginan Pak Angga yang belum tercapai di masa hidupnya."
"Apa itu Pak?"
"Pak Angga ingin sekali bisa mempunyai panti asuhan untuk anak-anak yatim dan piatu. Pak Angga ingin Pak Adrian sendiri yang membangunnya. Apakah Bapak keberatan? Karena jika Bapak keberatan, Pak Angga berpesan supaya semua itu di lakukan oleh anak buah Pak Angga saja."
"Tidak. Saya tidak keberatan sama sekali. Saya akan mewujudkan keinginan terakhir Ayah saya."
"Baik kalau begitu. Sekarang, silahkan Pak Adrian menandatangani surat penyerahan warisan serta wasiat dari Pak Angga kepada Pak Adrian."
"Baik, Pak."
Sebelum menandatangi surat itu, Adrian membacanya dengan teliti terlebih dahulu. Adrian itu memang terkenal sebagai seseorang yang sangat teliti terhadap sesuatu hal. Walaupun itu adalah hal yang sangat kecil menurut orang lain. Setelah membacanya dengan baik dan jelas, kemudian Adrian segera menandatanginya.
"Baik. Karena sudah di tandatangani, surat ini kembali saya bawa untuk saya sahkan di tempat yang berwajib. Semoga Pak Adrian bisa menjalankan semua peninggalan Pak Angga dengan baik ya Pak. Kalau begitu saya permisi untuk pamit. Terima kasih Pak atas waktunya.
"Marih. Terima kasih juga."
Pengacara dari Ayah Adrian itu sudah melaksanakan tugasnya. Kini dia kembali pergi meninggalkan rumah Adrian. Dan sekarang Adrian sudah resmi menjadi pewaris tunggal dari Ayahnya dengan kekayaaan yang tidak bisa di hitung dengan nominal.
*****
Setelah mendapatkan informasi tentang warisan dan keinginan Ayahnya, Adrian segera mewujudkan keinginan terakhir Ayahnya. Adrian segera membangun sebuah panti asuhan untuk anak-anak yatim dan piatu dengan di bantu beberapa orang kepercayaannya.
Adrian berencana untuk meng-gratiskan semua keperluan yang ada di panti asuhan itu. Panti tersebut bukan hanya untuk anak-anak yang sudah yatim atau piatu saja, tetapi juga untuk anak-anak yang tidak mampu. Adrian akan membantu anak-anak yang kurang mampu itu untuk bersekolah dan menjadikannya anak yang cerdas sehingga bisa sukses untuk membanggakan kedua orangtuanya. Karena Adrian sangat bersyukur bisa tumbuh dan berkembang di dalam keluarga yang serba berkecukupan. Adrian mensyukurinya dengan cara seperti ini.
Pembangunan panti asuhan itu berjalan selama kurang lebih 2 tahun. Kini, panti asuhan itu sudah selesai di bangun dan sudah di tempati juga oleh anak-anak yang membutuhkan dan juga beberapa tenaga kerja di sana. Adrian juga sering main ke panti asuhan tersebut untuk sekedar melihat-lihat saja atau mengecek keadaan panti di sana.
"Saya mau minta semua data yang ada di sini ya, Bu. Saya mau mengecek apa saja keperluan anak-anak di sini. Karena kita tidak bisa menyamakan kebutuhan semua anak-anak di sini. Pasti kebutuhan mereka berbeda antara satu dengan yang lainnya."
"Baik, Pak. Akan segera saya siapkan berkasnya."
"Terima kasih. Kalau gitu saya tunggu besok ya. Besok pagi saya akan kembali lagi ke sini."
"Baik, Pak."
Tiba-tiba saja ada Eric yang datang menyusul Adrian
"Eric? Ngapain lu di sini?"
"Gua mau jemput lu."
"Jemput? Mau kemana? Gua kan lagi mau lihat-lihat anak-anak di sini."
"Kebiasaan buruk lu deh. Siang ini kita ada meeting penting di kantor cabang. Lu harus hadir di sana. Karena kita akan kedatangan tamu yang penting."
"Astaga. Gua lupa."
"Ya makanya gua jemput lu sekarang."
"Yaudah kalo gitu kita berangkat sekarang."
"Ayo."
Eric itu selain sebagai sahabat Adrian, dia juga bisa di bilang sebagai pengingat bagi Adrian. Dia yang selalu mengingatkan semua kegiatan yang akan di lakukan oleh Adrian di setiap harinya. Karena kebiasaan buruk Adrian itu adalah selalu lupa dengan acara kegiatannya sendiri akibat terlalu sibuk mengurusi satu hal yang lainnya.
Kini Adrian dan Eric sedang dalam perjalanan menuju kantor cabang. Waktu meeting sekitar satu jam lagi, dan jarak dari panti asuhan ke kantor cabang cukup jauh. Sehingga Adrian harus membawa mobilnya dengan kecepatan yang sangat tinggi.
"Yan, pelan-pelan dong."
"Gua takut kita itu telat sampai di kantor."
"Salah lu sendiri kenapa lupa sama meeting sepenting ini."
"Lagian lu juga kenapa baru jemputnya sekarang?"
"Di kira jarak dari kantor ke panti itu dekat. Lagian kan gua juga ada urusan lain di kantor lu."
"Iya, iya, sorry."
Selama 50 menit dalam perjalanan, akhirnya Adrian dan Eric kini sudah tiba di kantor cabang. Masih ada sisa waktu 10 menit lagi untum Adrian dan Eric melakukan persiapan meeting kali ini. Karena meeting kali ini sangat penting bagi kantor Adrian.
Meeting itu pun berlangsung selama hampir satu jam.
"Saya selalu puas jika bekerja sama dengan kantor milik Pak Angga ini. Apa lagi Pak Adrian yang begitu cerdas dalam memimpin meeting tadi," ucap salah satu orang yang akan bekerja sama dengan kantor cabang Adrian.
"Terima kasih. Terima kasih banyak, Pak. Saya juga senang bisa bekerja sama dengan Bapak."
"Baik, kalau begitu saja pamit dulu. Selamat bertemu di lain waktu. Dan semoga kerja sama kita bisa berjalan dengan baik."
"Baik, Pak. Saya akan usahakan itu semua."
"Marih Pak Adrian, Pak Eric. Saya permisi."
"Iya, iya, Pak. Marih."
"Makan yu, gua laper nih. Sekalian kita ngerayain keberhasilan kerja sama kita yang besar ini," ucap Adrian kepada Eric.
"Ayooo, berangkattt," jawab Eric dengan sangat bersemangat.
-TBC-