Chereads / Menara Cinta / Chapter 3 - Tenang

Chapter 3 - Tenang

Sasya sudah tenang, tak lagi terisak seperti setengah jam yang lalu.

Karena takut dengan gelap, Sasya meminta Bryan untuk berada disampingnya.

"Apa kamu ga mau istirahat? Ini sudah malam lho.."

Sasya tersentak, kemudian menggelengkan kepala dengan semangat.

Bryan heran, lalu bertanya mengapa?

"Aku takut mati." Jawab Sasya jujur. Bryan menahan tawa mendengarnya.

"Tenang aja, selagi saya disini. Gak ada yang bakal bunuh kamu, bahkan nyentuh rambut kamu aja nyawa mereka bisa melayang." Ucap Bryan tenang.

Sasya menggigit bibir bawahnya, kedengarannya jawaban Bryan sadis. Laki-laki itu bahkan meremehkan kekuatan seseorang.

"Iblis.." gumam Sasya.

Bryan menyeringai.

"Lagian siapa yang mau bunuh kamu hn?"

"Mungkin saja ada." Sasya bergerak tak nyaman. Wajahnya memerah, mulutnya membuka ingin mengatakan sesuatu. Tapi malu.

Bryan bangun dari tidurannya, mengusap pelan wajahnya. Jujur saja, ia mengantuk.

"Bryan.." panggil Sasya pelan.

"Hm?"

"Aku.. aku mau pipis." Cicitnya pelan.

Segaris merah nampak di wajah pria tersebut, namun ia tetap bersikap biasa.

"Nanti saya panggil suster buat bantu kamu di kamar mandi."

Setelah mengatakan hal itu, Bryan keluar dari ruangan Sasya untuk mencari salah satu suster.

.

.

Bagas menatap dingin kedua orang tua Kiara. Apa katanya tadi? Dia disuruh menikahi Kiara katanya?

"Om sama tante tau, kalau kita masih sekolah." Ucap Bagas tenang.

"Iya om sama tante tau, bagus ya kamu ngomong gitu? Pas kamu ngajak Kiara buat anak kamu gak mikir kalo kalian masih sekolah tuh." Jawab Maria ketus. Disebelahnya sang suami tersedak.

Mendengus kasar, Bagas melirik Kiara yang tampak pucat.

"Emang Kiara nya mau kalo kita nikah sekarang?" Bagas bertanya tenang.

Kiara yang disebut mendongak menatap Bagas.

"Kalo gak mau sekarang terus kapan? Itu anak nambah bulan ya nambah gede. Kamu enak gak ngerasain gimana rasanya hamil." Celetuk Miranda. Sungguh dia kesal pada putra sulungnya.

Kali ini tatapan Bagas beralih menatap sang mama.

"Demi apa mama gak bela anaknya sendiri?" Batin Bagas kesal.

"Pokoknya kalian harus nikah! Papa gak mau tau. Kalian jangan membuat aib kalo gak mau tanggung jawab." Kata Johan dingin.

Mengusap kepala botaknya, sungguh Johan memang senang mendapat cucu tapi kalau caranya begini. Ia bisa mati sebelum menimang cucu.

Bagas meninggalkan mereka, ia beranjak dikamar.

Praaaang!

Cermin di kamar Bagas pecah, jangan ditanya siapa yang melakukannya.

"Gua bahkan belum nemuin Sasya.. kenapa mereka malah nyuruh gua nikah?! Bangsat!"

.

.

Bryan kembali ke ruangan Sasya, ia membawa sedikit cemilan untuk gadis itu.

"Sya, kamu laper gak? Saya bawa pizza nih."

Sasya tersenyum, perutnya memang sudah berteriak minta diisi. Ia mengulurkan tangan, seperti ingin menggapai sesuatu.

Bryan mendekat lalu duduk diranjang Sasya.

"K-kamu baik banget deh.. makasih udah mau bantu aku." Ucap Sasya dengan senyuman di wajahnya.

Bryan memotong pizzanya lalu menyuapi Sasya.  "Kapan pun itu, kalau kamu butuh bantuan. Saya siap bantu kamu. Dan jangan bilang makasih lagi."

Tangan Sasya terulur dan berhasil menggapai pundak Bryan. "A-apa keluarga ku tau?"

Ditanya begitu, Bryan tak mampu menjawab. Ia memutar bola mata, mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan tadi.

"Em.. saat saya mau kasih tau, ternyata keluarga kamu lagi di luar negeri. Jadi mereka belum tau." Menghela nafas lega.  Untungnya ini alasan yang cukup masuk akal.

"Kalo bisa, jangan kasih tau mereka. Aku gak mau pulang ke rumah." Ada nada getir didalamnya. Bryan tersenyum, memang ia belum mengatakan apapun pada keluarga Sasya.

"Baiklah jika itu mau mu."

Lihatlah, dia akan datang padaku dengan sendirinya. Pikir Bryan.

"Bryan.. kapan aku boleh keluar dari rumah sakit?" Tanya Sasya sedikit ragu.

Bryan menjawab, memangnya kenapa?

"Aku hanya tak ingin merepotkanmu." Balas Sasya pelan.

"Saya tak merasa direpotkan sama sekali." Ucap Bryan tenang. "Malah saya senang bisa merawatmu dan bisa selalu ada disampingmu." Tambahnya dalam hati.

Setelah makan, Sasya tertidur. Begitu pula Bryan yang tidur disampingnya.

Lian melihat mereka dari balik kaca pintu  ruang inap Sasya.

"Sebenarnya siapa dia? Kenapa dia mendapat tempat spesial di hati Bryan?" Lian bertanya-tanya dalam hati.

Next..