Namun, bagi Max Julius kata-kata tersebut laksana keris yang langsung menohok dan menghujam perih ke ulu hati dan teluk sanubarinya.
"Maafkan aku, Darling… Really really sorry, Darling… Aku yang salah… Kau pasti trauma… Kau pasti ketakutan setengah mati di kala itu… Aku berjanji aku akan memperlakukanmu dengan lembut, Junny Darling. Kau adalah belahan jiwaku, Darling… Sesungguhnya memperlakukanmu dengan kasar di kala itu sama saja dengan mengiris dagingku sendiri – rasanya sakit bukan main, Darling… Really really sorry… Aku berjanji mulai dari sekarang, mulai dari detik ini, aku akan memperlakukanmu dengan lembut. Kau adalah belahan jiwaku, belahan hatiku, permataku… Aku takkan sanggup lagi memperlakukanmu dengan buruk semenjak hari aku mengetahui segala kenyataan yang kausembunyikan selama ini."
Junny Belle hanya mengulum senyumannya. Dia terlihat meneguk minumannya dengan santai.
"Aku tahu aku tidak pantas meminta ini darimu, Junny Darling… Namun… Namun… Namun, aku ingin tidur denganmu malam ini – mulai malam ini dan malam-malam berikutnya, Junny Darling… Aku ingin menunjukkan padamu cinta, kelembutan dan kasih sayangku yang sesungguhnya… Kau… Kau mau kan?" tanya Max Julius dengan perasaan was-was dan deg-degan yang sudah bergumul di beranda pikirannya. Ia menanyakan pertanyaan tersebut setelah ia bersusah payah mengumpulkan segenap keberaniannya.
"Oh, tidak… tidak… Malam ini kau tetap tidur di The Pride dulu dan aku tidur di rumahku sendiri…" kata Junny Belle menggeleng cepat dan bersiap-siap akan berdiri dan berlalu dari ruangan VIP kafe tersebut.
"Hah? Kenapa, Darling? Kau sudah menerima dan memaafkan aku bukan?" tanya Max Julius terperanjat kaget bak terjengat listrik bertegangan tinggi.
"Iya… Namun, bukan berarti aku bisa melupakan trauma yang kauciptakan kepadaku… Sakit sekali… Rasanya seperti dirobek-robek di atas tempat tidur… Mengingatnya saja sekarang masih membuat sekujur tubuhku gemetaran hebat…" kata Junny Belle lemah lembut, tapi sedikit sinis dan sedikit ketus.
Junny Belle berdiri dan langsung berlalu keluar dari ruangan VIP kafe tersebut. Max Julius meninggalkan sepuluh lembar uang warna merah di atas meja dan buru-buru menyusul sang bidadari cantik kesayangannya keluar.
Max Julius berhasil mencegat tangan sang bidadari cantik kesayangannya ketika sang bidadari cantik jelita sudah keluar dari kafe dan berbelok ke arah kanan.
"Darling… Darling… Tunggu… Tunggu aku, Darling… Aku berjanji akan bersikap lembut, sangat lembut… Aku berjanji akan selalu menjaga dan melindungimu… Aku berjanji… Aku bersumpah dengan napas dan hidupku, Darling…"
Junny Belle membuang pandangannya ke arah lain sembari terus mengulum senyumannya. Sesungguhnya dia hanya sedikit trauma. Namun, sesuai dengan kata-kata Aira Antlia di telepon barusan, dia ingin memberi sedikit pelajaran dan hukuman kepada sang pangeran tampan nirmala.
Tangan Max Julius naik dan membelai-belai lagi rambut hingga wajah sang bidadari cantik jelita.
Dari arah kiri mereka – sekitaran 10 meter – terlihat Natsumi Kyoko yang bergelayut manja di lengan kanan sang suami. Sang suami tentu saja sempat melihat sekilas wajah Max Julius ketika ia keluar dari kafe, mencegat tangan Junny Belle, dan kini berdiri membelakangi mereka. Untuk sepersekian detik lamanya, Maxy Junior berdiri terpaku dan mematung di tempatnya.
Wajah itu… Wajah itu… Apakah tadi aku salah lihat? Maxy Junior hanya bisa bersenandika dalam batinnya. Ia menelan ludah ke dalam tenggorokannya yang serasa tercekat.
"Percayalah padaku, Darling… Aku akan memperlakukanmu dengan sangat lembut… Kau adalah belahan jiwaku, belahan hatiku. Sangat tidak mungkin aku akan bersikap buruk padamu, Darling. Bersikap buruk padamu sama saja mengiris dagingku sendiri. Aku takkan sanggup melakukannya…" pinta Max Julius dengan raut wajah memelas lagi.
Karena Max Julius memeluknya sembari membelai-belai rambut dan wajahnya seperti itu, tentu saja Junny Belle langsung menjadi pusat perhatian beberapa pengunjung di plaza tersebut.
Junny Belle menggandeng tangan sang lelaki tampan nirmala dan mereka segera berlalu dari tempat tersebut. Tampak beberapa pengunjung yang terus memperhatikan mereka sambil berbisik-bisik. Ada beberapa di antara pengunjung yang bahkan tertawa cekikikan.
"Kita menjadi pusat perhatian sekarang… Ayo kita pergi dari sini…" bisik Junny Belle dengan rona merah delima yang menyelangkupi kedua belahan pipinya.
"Aku tidak peduli… Aku tidak mau tahu… Selagi kau belum memaafkan dan menerimaku sepenuhnya, aku akan terus meminta maaf padamu dan berusaha meyakinkanmu, Darling," kata Max Julius ikut saja ke mana sang bidadari cantik jelita membawanya. Max Julius sekali lagi meraih sang bidadari cantik kesayangannya ke dalam pelukan.
"Maafkan aku…" gumam Max Julius dengan gaya memelas.
Di sepanjang perjalanan mereka, tetap saja mereka berdua menjadi pusat perhatian para pengunjung yang berlalu-lalang di plaza tersebut.
"Oke… Oke… Aku memaafkanmu… Aku menerimamu sepenuhnya… Oke… Sekarang lepaskan aku… Kau boleh memelukku sepuasnya nanti sesampainya kita di rumah…" kata Junny Belle menggeliat melepaskan diri dari pelukan sang pangeran tampan nirmala.
Junny Belle menggandeng tangan sang pangeran tampan nirmala dan cepat-cepat mereka berlalu dari tempat tersebut.
Senyuman ceria kontan merekah di wajah tampan nirmala Max Julius Campbell. Dia ikut saja ke mana sang bidadari cantik jelita menarik tangannya. Perasaan hangat dan kegembiraan tiada batas menjalar ke dalam pembuluh-pembuluh darahnya. Sungguh Max Julius Campbell serasa mendapat suntikan semangat baru dan merasa seolah-olah dialah pemilik alam semesta pada saat ini. Sungguh tak ada kebahagiaan lain yang bisa menggantikan kebahagiaan yang kini tengah ia rasakan.
Natsumi Kyoko juga melihat sekilas wajah Junny Belle sesaat sebelum Junny Belle berpaling dan kini membelakanginya.
"Eh… Wanita itu… Wanita itu… Sepertinya wanita itu aku kenal deh…" kata Natsumi Kyoko sembari menyipitkan kedua matanya karena Max Julius dan Junny Belle sudah berada sangat jauh dari mereka, berbaur dengan kerumunan para pengunjung di plaza tersebut.
"Kau mengenal wanita itu, Periku?" tanya Maxy Junior sedikit tertegun.
"Sepertinya ya… Tapi, entahlah… Tidak sempat melihat wajahnya dengan jelas tadi…" kata Natsumi Kyoko ringan nan santai.
Maxy Junior juga menepiskan keanehan yang sempat bergelitar di beranda pikirannya tadi. Dia kembali menatap sang istri dengan penuh cinta dan kerinduan.
"Masih mau beli apa, Periku?" tanya Maxy Junior dengan sebersit senyuman menawannya yang menjadi ciri khasnya.
"Beli sedikit camilan untuk ibu hamil saja, Maxy Junior…" jawab Natsumi Kyoko penuh semangat.
"Oke… Habis itu, kita pulang ya…" kata Maxy Junior Tanuwira dengan sedikit kerlingan mata nakal kepada istrinya.
"Hah? Kenapa, Maxy Junior?" tanya Natsumi Kyoko polos.
Maxy Junior mendekatkan sepasang bibirnya ke telinga sang istri cantik jelita dan berbisik mesra,
"Suamimu ini sudah tidak tahan, Periku…"
Rona merah delima kontan menyelangkupi kedua belahan pipi Natsumi Kyoko Suzuki. Dia menepuk ringan lengan sang suami tampan maksimal dan kemudian kembali bergelayut manja di lengan sang suami tampan maksimal.
"Terserah kau saja, Maxy Junior…"
Kedua suami istri itu masuk ke dalam sebuah gerai yang menjual makanan dan minuman ringan khusus untuk ibu hamil.