Di dalam kamar mandi, Aku mematung di depan kaca. Melihat pantulan diriku yang tanpa busana. Namun, yang ada di pikiranku saat itu adalah kejadian tadi. Di mana aku memergoki Andrew ternyata melakukan pemuasan diri di dalam mobil.
Tanganku merambat ke bawah. Mengelus sesuatu di bawah sana yang sudah kebasahan. Siapa yang mengira kalau kejadian itu bisa membuatku sangat kepanasan. Bagian bawahku berkedut-kedut seakan menginginkan sesuatu untuk masuk dan melumatnya. Ya, Aku butuh sesuatu yang hangat, keras. Mengaduk-aduk milikku. Menghujamku dengan kasar. Seperti milik Andrew!
Aku tenggelam dalam anganku sendiri, sampai kurasakan aku kepayahan sendiri.
Selesai mandi, aku hanya mengeringkan tubuh telanjangku. Kubiarkan terbuka. Melenggang keluar dari kamar mandi. Kuraih daster. Langsung memakainya tanpa dalaman. Menyambut suamiku yang baru datang sore itu.
"Mas."
Aku berkata lirih menggoda sambil mengusap dan membelai dadanya. Aku sengaja menyikap dasterku. Supaya suamiku tahu aku tidak memakai dalaman sama sekali. Siap bertempur dengannya.
"Mas. Enggak pengen?"
"Jangan sekarang, Sayang. Aku capek sekali hari ini."
Untuk kesekian kalinya, aku dibuat kecewa. Suamiku ini tidak mau mengerti akan kebutuhanku. Dia terlalu asyik dengan pekerjaannya, atau jangan-jangan dia punya simpanan di luar sana?
Malam itu kulalui dengan tangis yang membasahi pipi. Menahan terisak di sisi suamiku yang tertidur lelap. Sedangkan bagian bawahku berkedut kelaparan.
Pagi hari, seperti biasa, aku bersiap-siap menuju kantor. Tadi, aku melepas suamiku yang sudah berangkat lebih pagi. Selalu begitu, berangkat awal, pulang terlambat. Tidak ada waktu denganku. Namun, di hadapannya, aku sama sekali tidak menunjukan kekecewaan. Aku selalu tersenyum.
Begitupun di depan cermin, ketika aku sedang memandang pantulan diriku. Tersenyum sambil merapikan pakaianku yang berlengan panjang. Gaun panjang yang menutup dari pinggang hingga mata kaki. Namun pagi ini, ada yang berbeda dan membuatku sedikit gugup karena aku tak memakai dalam atas dan bawah. Kubungkus dan kumasukan ke dalam tas.
Aku berdiri di depan gerbang komplek perumahanku. Menunggu mobil Andrew menjemputku. Jantungku memompa lebih cepat. Bagaimana tidak. Akibat aku tidak memakai dalaman. Mata semua pria memandangiku. Seolah menerawang langsung di balik pakaianku. Namun, entah kenapa, aku merasakan sensasi lain diperhatikan seperti itu. Apalagi oleh Andrew nanti.
Mobil Andrew datang. Berhenti tepat di hadapanku. Aku membuka pintu mobil. Menyapanya. Pria itu tidak segera menjawab. Malah terbengong. Pandangannya terkesima dengan jakunnya naik turun.
Namun, aku cuek saja. Meski dalam hati tersenyum-senyum sendiri. Tanpa perlu ditanya, Andrew pasti tahu kalau aku memang sengaja tidak menggunakan dalaman. Seperti yang selalu dia harapkan.
Tiba-tiba di tengah perjalanan, Andrew nyeletuk.
"Kamu sengaja ya, Alya?"
"Sengaja apa, Pak?"
"Itu, enggak pakai dalaman. Kalau kamu aku apa-apain di mana?"
Andrew langsung menyerangku dengan kalimat penuh nafsu. Kali ini aku tidak melihat raut wajah bercanda. Pria itu sedang serius. Terlebih wajahnya yang sudah sangat pengen.
"Enggak kok, Pak. Lagi pengen saja enggak pakai dalaman." Aku menjawab santai.Ya, ini kan yang kamu mau Andrew. Seperti yang kamu tanyakan kemaren. Aku langsung mengabulkannya. Tidak hanya dalaman bawah saja. Melainkan atas juga. Sehingga kamu akan semakin gerah denganku.
Sesampainya di kantor, aku masih dengan sikap cuekku. Namun, saat terpisah dengan Andrew. aku langsung bergegas menuju toilet. Menyingsingkan gaunku. Jongkok. Memegang bagian bawahku yang sudah lengket sekali.
Sekali lagi, aku melakukan pemuasan diri. Sungguh mimik muka MUPENG dari Andrew tadi bikin aku bergairah.
Setelah selesai, aku merapikan diri. Melenggang keluar. Masih tetap tanpa dalaman.
Sore harinya, aku kembali bertemu dengan Andrew. Tatapan pria itu masih sama. Menelanjangi tubuhku.
Aku duduk di sampingnya. Gelagat pria itu terlihat sangat gelisah.
Sampai mobil berhenti tepat di lampu merah. Andrew menoleh ke arahku dengan wajah merahnya menahan nafsu.
"Boleh enggak Alya?"
"Boleh apaan Pak?"
Pria itu memang sedang berbicara denganku. Tapi tatapan matanya tidak fokus kepada mataku. Melainkan bagian bawahku di mana ada bulatan kembar membusung dan bukit ranum di bawah sana. Bajuku yang ketat memperlihatkan semuanya.
Tanpa pria itu sadari, aku juga sebenernya sangat ingin. Namun, aku merasa malu dan murahan kalau meminta langsung kepadanya.
Sampai aku merasa tersengat, tatkala tangan itu menyentuh pahaku. Aku langsung mendesis. Apalagi, saat tangan itu bergerak naik turun. Membuatku belingsatan.
Momennya sangat tepat. Sekalian saja aku agresif. Aku memang butuh sentuhan lelaki kan?
Namun, akal sehatku menegurku. Tidak boleh aku begini. Aku masih istri orang. Maka aku menepis halus tangan Andrew. Andrew yang mengerti menjauhkan tangannya.
Mendung gelap membasahi langit saat sampai depan gerbang kompleks perumahan. Andrew menawariku untuk mengantar sampai depan rumah, tapi aku menolaknya.
Aku turun dengan tergesa-gesa. Mendung itu ternyata membuahkan hujan. Membasahi badanku. Alhasil kemolekan badanku terlihat dari baik pakaianku yang tanpa dalaman.
Aku berlarian kecil sampai melewati seorang pemuda yang berjalan santai di bawah hujan. Sekilas, aku melihat perawakannya kekar tinggi. Tubuhnya hitam. Gempal berotot. Ada tato yang terlihat dari lengan kanan kaosnya. Aku menjadi penasaran dengan yang lain. Apakah besar juga?
"Ah, bisa-bisanya aku berpikiran begitu, kepada orang asing."
Aku membatin. Tidak kuperdulikan pria itu dan terus berlari kecil menuju rumah.
Sampailah aku di rumah dalam keadaan basah kuyub. Aku menjadi kepikiran dengan apa yang kulakukan tadi. Andrew pasti sangatlah kecewa.
Tiba-tiba, aku mendengar suara ketukan pintu. Jelas itu bukan suamiku. Suamiku pasti pulang agak telat.
"Jangan-jangan, Andrew?"
Birahiku langsung mencuat. Sepertinya Andrew benar-benar tidak mampu menahan gelora hasratnya. Makanya dia sampai mendatangiku di rumah ini. Maka tanpa membuang waktu, aku yang dalam keadaan telanjang bulat itu langsung membuka pintu. Namun, hal yang membuatku terkejut adalah yang ada di hadapanku itu bukan Andrew. Melainkan Pemuda bertubuh maskulin yang berjalan di bawah hujan tadi.
Aku memperhatikan tubuhnya yang benar-benar besar menjulang. Bahkan aku saja sampai mendongak melihatnya. Tubuhnya yang kebasahan menampilkan perawakannya yang kekar macho. Kedua bongkahan dadanya membusung. Menggodaku untuk menyentuhnya Namun, akal sehatku menolak. Aku tidak mengenal pria asing ini. Masak iya, aku sedemikian tergoda.
Aku langsung menutup pintu. Namun, pria itu malah menahan dengan rentangan tangannya. Sekuat apapun aku berusaha untuk menutupnya. Percuma saja.
Yang lebih gila lagi pria itu menerobos masuk. Aku panik. Aku hendak berteriak, tapi mana ada yang mendengar suaraku di antara derasnya hujan.
"Kamu buka pintu dengan keadaan telanjang begini? Kamu memang nakal ya."
"Siapa kamu? Aku tidak mengenalmu. Pergi!"
"Haha, kamu memang tidak mengenalku, tapi sebentar lagi kamu akan selalu mengingatku dalam otakmu. Aku akan menjadi kebutuhanmu."
Aku tidak mengerti apa maksudnya. Sebisa mungkin aku harus mengusirnya dari sini. Sebelum suamiku pulang. Walaupun masih lama sebenernya.
Pria itu melepas bajunya. Sehingga terlihat olehku perawakan berototnya. Menggugah naluri kewanitaanku. Tangannya terlihat menurunkan celana. Sesuatu yang besar langsung menggelepar keluar. Enggak masuk akal ukurannya.
"Besar kan? Bagaimana kalau milikmu dijejali dengan ini?"