Aku terkapar tidak berdaya di atas ranjang. Kedua kaki membuka lebar. Tubuhku bergetar hebat. Sesuatu menggumpal kental di dalam diriku. Mengalir sampai membasahi sprei.
Baru saja aku meladeni nafsu birahi pemuda itu. Pemuda yang tidak aku kenal, tapi nekad memaksaku. Gilanya lagi dia menyemburkan benih yang begitu banyak ke dalam diriku. Bagaimana kalau aku hamil nanti.
Tak terasa air mata menetes di pelupuk mataku. Aku tidak mampu mempertahankan martabatku. Aku merasa kotor. Meskipun tubuhku berkata lain akibat permainan brutalnya, namun batin ini menjerit.
Di tengah tangisku, pria itu muncul dari balkon kamar. Setelah menghujam diriku. Pria itu dengan santainya berjalan ke balkon. Menikmati rokok yang ada di atas meja. Rokok suamiku. Sekarang pria itu kembali masuk ke kamar dengan bodinya yang kekar itu.
"Kamu punya kos ya? Boleh enggak kalau aku ngekos di tempatmu?"
Aku terdiam sejenak. Setelah memaksaku, dia bilang mau ngekos di sini? Benar-benar lelaki nekad. Yang tidak punya malu.
Aku memang memiliki usaha kos. Tepatnya berada di samping rumahku. Hanya berbatas tembok, tapi ada pintu penghubung di antaranya. Sehingga memudahkan akses keluar masuk.
"Boleh enggak?" Suaranya terdengar mengancam.
"I-iya."
Aku mengiyakan saja. Daripada dia berbuat kasar lagi denganku. Lagipula, malah bagus, kalau dia ngekos di sini. Jadi, nanti aku bisa mengadukan perbuatannya kepada suamiku. Supaya dia diseret ke penjara. Akibat perbuatannya yang tidak bermoral.
Tubuhku yang lunglai bergerak menuju lemari. Di mana aku menyimpan kunci kamar. Sekali lagi, aku mendapatkan pelecehan dari dia. Tatkala pria itu mendekat ke arahku. Menggesek-gesekkan miliknya yang tegak menjulang di antara kedua bulatan belakangku.
Aku mendesis sesaat. Kurasakan cumbuan kasarnya di tengkukku. Sambil dia membisikkan, bahwa mulai sekarang, dia akan menjadikanku budaknya. Aku risih mendengarnya.
Segera aku memberikan kunci kamarnya. Aku bilang kepadanya ada kamar yang kosong di lantai dua. Pria itu hanya menyeringai. Merebut kuncinya.
"Oh iya, kamu ada pakaian cowok enggak?"
Belum aku menjawab. Tiba-tiba, pria itu membuka lemariku. Membongkar isinya. Mengambil beberapa pakaian milik suamiku yang sepertinya kekecilan untuknya. Ketika dia memakainya. Terlihat postur kekarnya itu tercetak jelas. Seksi, tapi brengsek pria ini.
Bahkan, dia juga meminta uang kepadaku. Aku tidak punya pilihan lain selain memberikannya. Pria ini benar-benar nekad. Sudah melecehkan tuan rumah. Menumpang tinggal. Meminta uang lagi. Aku geram dibuatnya.
Akhirnya, aku bisa tenang setelah pria itu keluar dari kamar. Segera aku membereskan kekacauan-kekacauan di kamar itu. Jangan sampai pulang nanti suamiku marah besar denganku.
Tiba-tiba, aku tercenung. Bagaimana bisa aku melaporkan pria itu? Sama saja dengan membuka aib. Membeberkan kepada khalayak ramai tentang diriku yang dinodai pria yang bukan suamiku. Memang dilema kalau menjadi korban pelecehan begini. Mau melapor, kita yang malu. Tapi, kalau tidak melapor. Batinku yang tertekan.
Namun, aku mengabaikannya. Aku harus mempunyai cara bagaimana supaya bisa membalas perbuatan pria asing itu dengan elegan.
Hujan masih rintik-rintik ketika suamiku pulang. Dari sore tadi hujan tidak ada berhenti-henti. Membangkitkan hasrat bagi pasangan untuk bersatu dalam kehangatan.
Aku menyambut suamiku dengan senyum sumringah. Berpakaian dengan serapi mungkin. Menggunakan wangi-wangian. Suamiku tampak sumringah malam itu. Tidak seperti malam-malam kemaren.
Aku menghidangkan makanan kesukaannya. Gulai kambing. Kebetulan makanan kesukaannya itu adalah pembangkit gairah pria. Aku berharap setelah ini. Benar-benar terjadi hubungan ranjang yang panas untuk memenuhi kebutuhan batinku saat ini.
'Bukannya tadi sore sudah ya?'
Aku mendengus kesal. Tapi sore memang sama lelaki biadap itu. Lelaki tidak tahu diuntung. Bisa-bisanya memaksaku. Namun, entah kenapa setelah itu, aku merasakan panas kembali. Dan sekarang aku meminta kepada suamiku untuk meladeni aku.
Akhirnya terjadilah olahraga malam itu. Saat suamiku menarikku ke dalam kamar. Aku posisi di atas sedangkan dia di bawah. Aku goyang dengan sepenuh hati. Sedangkan suamiku kalang kabut di bawah sana menerima goyanganku.
Namun, aku merasakan ada yang berbeda. Setelah kemasukan sesuatu yang besar sore tadi. Aku merasa kalau punya suamiku tampak tidak terasa. Bahkan, aku sampai harus bergoyang, supaya lebih terasa, tapi tidak mampu mengalahkan permainan pemuda berandal tadi.
Sampai aku dibuat kecewa tatkala baru lima menit bersenggama, suamiku langsung bilang.