Apa-apaan pandangannya itu? Dia seakan ingin menelanjangiku. Jasmine membetulkan posisi duduk, menyatukan rapat-rapat kedua pahanya.
Leonardo menghenyakkan punggungnya pada sandaran sofa tunggal, menyangga kepala dengan kepalan tangan, masih mengamati Jasmine. Pandangan matanya masih menyelusuri tubuh wanita itu dengan seksama, membuat Jasmine risih.
"Tuan Leon, apa sungguh Anda tak ingin membacanya?" Jasmine memberanikan diri menatap Leonardo, keheningan ini sangat aneh dan menyesakkan. Jasmine merasa harus mengakhirinya segera.
"Kenapa nada suaramu bergetar? Apa kau takut padaku?" Leonardo akhirnya buka suara.
"Ti—tidak, Tuan. Sa-saya hanya sedang terburu-buru. Banyak pekerjaan yang harus saya lakukan," jawab Jasmine, padahal ketara jelas sekali kalau suaranya bergetar.
"Tak usah terburu-buru. Kesya tuangkan air untuk Nona ini!" Perintah Leonardo langsung dituruti oleh Kesya, ia menuangkan segelas air dan menaruhnya di depan Jasmine.
"Silahkan diminum, Nona."
"Terimakasih," ucap Jasmine ragu, bagaimana kalau mereka menaruh racun di dalam minuman itu?
"Kau takut aku meracunimu?" tanya Leonardo, Kesya sudah kembali berdiri di belakangnya.
"Ya? Ah, ma—mana mungkin," gagap Jasmine, pria di depannya ini seakan bisa membaca apa yang ada di dalam pikirannya. Semudah itukah mimik wajahnya terbaca? Seakan di atas kepala Jasmine ada layar besar yang menuliskan semua isi hatinya.
"Minumlah!"
"Baik."
Jasmine menurut, ia meminum sedikit air dari gelas itu. Setelah menaruhnya kembali, Jasmine bergegas mebawa pembicaraan mereka pada tujuan utama. Dokumen perpanjangan aset senilai hampir 1 triliun.
"Tuan Leon, bagaimana dengan dokume--"
"Kau pegawai baru?" sela Leonardo.
"Benar, bulan ini bulan keempat saya bekerja."
"Berapa umurmu?"
"Ya? Ah, umur saya, 23 tahun," jawab Jasmine, dalam hatinya gadis itu menggerutu, kenapa juga bertanya tentang hal-hal pribadi. Tak bisakah dia tanda tangani saja dokumennya dan membiarkan Jasmine segera pergi?
"Apa atasanmu tak memberitahukan apapun padamu?" Leonardo menatap tajam pada Jasmine.
"E ... beliau hanya menyuruh saya memberikan dokumen ini kepada Anda untuk ditanda tangani, Tuan."
Leonardo kembali diam. Dengan aset hampir satu triliun harusnya dia mendapatkan compliment berbeda dari nasabah lainnya. Biasanya pihak bank mengirimkan seorang marketing wanita untuk melayani nafsu Leonardo sebagai ganti sebuah tanda tangan. Hal itu sudah biasa terjadi, bahkan wanita-wanita yang mereka kirim dengan suka rela menawarkan diri. Masuk dalam pelukan dan memulai kisah satu malam bersama Leonardo. Syukur-syukur mereka bisa mendapatkan tips saat telah melayani Leonardo dengan baik.
Lalu sekarang, kenapa malah wanita polos yang dikirim ke rumahnya?
"Apa yang bisa kau tawarkan padaku sebagai ganti tanda tangan?" Leonardo sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, membuat Jasmine bisa melihat mata hitamnya yang mengkilat, juga mencium aroma shampo mint yang maskulin.
"Bunga bank dan juga kenyamanan sebagai nasabah prioritas. Kartu kredit tanpa limit, bebas biaya transfer ke seluruh bank lain, dan juga poin yang bisa Anda tukarkan hadiah," jelas Jasmine.
"Puft ...." Kesya dan Kato menahan tawa.
"A-apa ada yang lucu?" Jasmine menggigit bibirnya sebal.
"Apa kau sungguh tak tahu maksud dari Tuan Leon, Nona? Kau pura-pura bodoh atau memang naif?" Kesya menjawab ucapan Jasmine dengan nada mengejek.
"Pergilah kalau tak ada sesuatu yang bisa kau tawarkan. Kau sungguh membuang-buang waktuku," kata Leonardo dengan arogan.
Kenapa sih pria ini arogan sekali? Tak bisakan dia mengatakan saja apa keinginannya? Kenapa mesti bermain tebak menebak pikiran segala? Akukan bukan cenayang, mana mungkin bisa menebak isi pikirannya itu? Menyebalkan!!! seru Jasmine dalam hatinya.
Tapi lain di mulut lain di hati. Jasmine tak boleh berkata-kata kasar. Nasabah adalah raja, apa lagi nasabah kaya raya. Jadi Jasmine dengan sopan kembali mengulangi pertanyaannya. ia tak boleh kehilangan kesempatan untuk mendapatkan tanda tangan Leonardo. Atau nasibnya akan berakhir dengan pemecatan.
"Apa yang Anda inginkan, Tuan Leon? Saya akan mengajukannya pada kepala pimpinan," jawab Jasmine.
"Kau begitu polos, hei, Nona Marketing, apa kau masih perawan?" tanya Leonardo.
"HAH???" Jasmine mencelos, merasa begitu tidak nyaman dengan pertanyaan yang diajukan oleh Leonardo.
"Tidurlah denganku, aku berikan tanda tangan dan juga bonus untukmu bila kau masih perawan. Apa yang kau inginkan?" Leonardo menatap Jasmine lekat, sesuatu yang berbeda dari wanita itu membuat mata Leonardo tak bisa berpaling dari wajahnya.
"A--apa? Tidur?" Mata Jasmine membulat sempurna. "Dengan Anda?" lanjut Jasmine.
"Bukankah itu kesempatan langka? Tak semua wanita bisa tidur dengan Tuan Leon. Kenapa kau malah kaget?" Kesya mengambil dokumen di atas meja dan menyerahkannya pada Jasmine.
"Kalau mau jangan ambil dokumennya, kalau tidak mau ambil dan pergilah dari sini," tambah Kesya.
Jasmine menatap nanar pada Kesya lalu beralih pada Leonardo. Tak pernah ia sangka bahwa pria yang dikenal oleh masyarakat umum sebagai seorang malaikat nyatanya adalah iblis kejam dan arogan. Siapa yang sudi tidur dengan manusia bermuka dua seperti itu? Melihat wajahnya saja Jasmine benar-benar muak.
"Aku akan memberimu imbalan, katakan berapa uang yang kau inginkan untuk keperawananmu?"
BYUR!!
Tanpa sadar tangan Jasmine telah menggenggam gelas di atas meja, menyiramkan semua isinya ke wajah Leonardo. Membuat keheningan panjang yang mencekam, Kato tampak geram, Kesya syok. Leonardo terdiam.
Bahu Jasmine naik turun menahan amaran. Ucapan Leonardo benar-benar mengusik dan merendahkan harga dirinya sebagai seorang wanita.
"Kurang ajar!! Kau kira aku wanita murahan? Kemarikan dokumennya!! Aku pergi." Jasmine menyahut map coklat dari tangan Kesya.
Kesya masih mematung setengah tak percaya dengan kejadian barusan. Wanita itu menyiram Leonardo dengan air? Apa dia sudah bosan hidup? Ingin mati muda?
"Bagaimana, Tuan Leon? Apa saya harus membereskannya?" tanya Kato.
"Biarkan saja." Leonardo bangkit, membuat Kato dan Kesya bertanya-tanya. Tumben sekali Leonardo membiarkan seseorang yang berani menghinanya lepas begitu saja.
Wanita yang menarik, lihat saja, aku tak pernah tak mendapatkan apa yang aku inginkan. Leonardo melihat kepergian Jasmine dari mansionnya melalui kisi-kisi jendela lantai dua itu.
Di sisi lain mansion, Jasmine melangkah dengan gusar keluar dari area rumah milik keluarga Wijaya. Teringat dalam benaknya perlakuan kejam Leon pada pria malang itu. Tiba-tiba saja bulu kuduk Jasmine berdiri, merinding mengetahui bahwa ia barus aja menyiram pria kejam dan berbahaya itu dengan air.
Bodoh!! Gila!! Apa yang ada dalam otak kecilku ini? Sungguh kau cari masalah Jasmine!! pikir Jasmine gusar, ia terus menyalahkan kebodohannya karena mencari masalah dengan orang yang salah.
Aku harap tak bertemu lagi dengannya, doa Jasmine dalam hati. Sepanjang perjalanan pulang, Jasmine hanya bisa berdoa dan juga menggigit bibirnya gusar.
Namun keesokkan harinya di kantor.
Jasmine harus menelan pil pahit karena sepertinya doa Jasmine lusut lagi. Doa Jasmine terlahap oleh takdir yang menyesakkan saat ia harus kembali bertemu dengan Leonardo. Bahkan sampai menumpahkan kopi pada setelan jas Armani miliknya, mengubah kemeja putih menjadi coklat kehitaman.
"Wah, wah, sepertinya kita bertemu lagi, Nona Marketing." Leonardo menyeringai.
Wajah Jasmine pucat pasi, mendengar suara pria itu membuat tubuhnya bergetar ketakutan. Betapa kacaunya hati Jasmine saat harus bertemu dengan pria itu lagi.
"Tu ... tuan Leon," gagap Jasmine.
-- MVV --
VOTE PS
COMMENT
REVIEW 5⭐
FOLLOW