Beberapa jam yang lalu.
Seorang wanita membawa tamu masuk ke dalam ruang kerja atasannya. Ruangan mewan dengan kesan futuristik. Nuansa yang maskulin begitu ketara pada interiornya, penggunaan garis-garis tegas dan warna yang gelap disertai dengan permainan LED yang apik. Terletak dilantai 15 sebuah gedung tinggi. Pada samping pintu masuk bertuliskan Lexandro Wijaya.
"Silahkan masuk Pak Walikota. Tuan Lex sudah menanti Anda." Wanita itu mempersilahkan Walikota untuk duduk, lalu mengangguk pada pria yang berdiri di dekat jendela, sedang mengamati hujan.
"Baiklah," jawabnya.
Pria berwajah kaku dengan kumis tipis yang tercukur rapi itu berjalan dengan santai. Di dampingi seorang ajudan, ia duduk pada sofa mewah di depan meja kerja koleganya itu. Sebelum duduk ia mengamati seorang pria yang berdiri di dekat jendela, dan seorang lagi yang berdiri tak jauh darinya.
Pria yang pertama adalah Lexandro Wijaya, putra pertama dari Alexandro Wijaya, pemilik Wijaya Corp. Dia adalah kakak Leonardo Wijaya beda ibu. Perawakkan dan wajahnya tak berbeda jauh dari Leonardo, hanya saja wajahnya terlihat lebih tua dan licik. Beda umur keduanya terpaut 10 tahun —Lexandro 40 dan Leonardo 30 tahun. Pria yang berbahaya, selama ini dia juga bersaing ketat dengan Leonardo dalam memperebutkan posisi tertinggi pada Wijaya Corp.
Sedangkan pria yang kedua sudah pasti adalah pengawal Lexandro. Pria dengan rambut botak, badan kekar, dan mata tertutup sebelah. Kulitnya begitu gelap. Tak banyak bicara, ia hanya terus menatap Walikota dan juga ajudannya dengan tajam. Seakan memperingatkan mereka apa yang bisa ia lakukan bila berlaku macam-macam.
"Hallo, Tuan Lex." Pria yang tak lain adalah Walikota itu duduk di depan meja.
"Bagaimana perkembangannya?" Lexandro berjalan menuju ke sofa tunggal, ikut menghenyakkan pantatnya.
Pintu terketuk, mereka diam sesaat. Seorang sekretaris wanita masuk dan menyuguhkan secangkir teh hijau untuk Lexandro, dan teh erly grey untuk tamu mereka hari ini.
"Thanks, Clara."
"Sama-sama, Tuan." Clara mengangguk pada Lexandro sebelum meninggalkan ruangan. Walikota meliriknya, mengamati bokong wanita itu sampai keluar dari ruangan.
"Anda menyukainya?" Lexandro paham gelegat pria tua itu.
"Siapa pria yang tidak menyukai wanita cantik?" Walikota terkikih, Lexandro tersenyum sambil mengangguk.
"Kau bisa membawanya nanti malam."
"Anda sungguh pengertian."
Triiing ...!
Ponsel Walikota berbunyi, sang ajudan menyerahkan benda pipih itu pada atasannya. Sebuah nomor privat muncul. Wajah tua itu menyeringai, lalu mengangkatnya.
"Target tereliminasi," ucap pembunuh di ujung seberang.
Klik.
Panggilan ponsel mati dibarengi dengan suara gemuruh guntur yang menggelegar di angkasa.
"Sudah, serangga itu sudah mati. Sudah tak ada yang mengganggu, sudah tak ada lagi yang bisa mengusik kita." Walikota menghenyakkan punggungnya pada sandaran sofa, merasa lega.
"Baguslah, jadi aku tak perlu turun tangan. Kerja yang bagus, Walikota. Aku akan mengirim sisa dana perjanjian kita, jangan lupa, segera luluskan proyek reklamasi pulau buatan di teluk itu." Lexandro menghirup aroma teh hijau dari cangkirnya.
"Tentu saja, Tuan Lex, tentu saja."
"Bagus, jangan terlalu lama kemari atau media akan curiga." Lexandro bangkit dan meninggalkan Walikota.
Walikota mengusap keningnya, keringat dingin tampak menggenang. Pria itu benar-benar ketakutan, takut Lexandro akan membunuhnya bila gagal menyingkirkan Wakil Walikota. Hanya Wakil Walikota yang mengetahui konspirasi yang dijalankan oleh Walikota dan Wijaya Corp. Aliran dana korupsi yang diterima Walikota dan juga reklamasi pulau buatan yang tak wajar. Wakil Walikota ingin membongkar semuanya begitu buktinya kuat. Sayang sekali, belum sempat bukti itu terpapar, dia sudah meninggal dengan peluru menembus jauh ke dalam pelipisnya.
oooooOooooo
Jasmine membongkar tas kerja yang basah kuyup karena hujan. Mengeluarkan isinya, dengan telaten Jasmine menggelar uang dan kertas-kertas basah satu per satu, mengeringkan benda-benda itu dengan bantuan hair dryer. Jasmine juga melirik ponselnya, benda pipih itu tidak menyala. Mungkin batrenya habis.
Jasmine menoleh sesaat pada suaminya yang masih tertidur nyenyak. Jasmine tak berani mengutarakan pada suaminya tentang kejadian siang tadi.
Ya Tuhan, aku harus mencari pekerjaan di mana lagi? keluh Jasmine dalam hatinya.
Jasmine berdoa sebelum menyalakan ponselnya, semoga ada keajaiban. Perusahaan tidak jadi memecatnya.
Benar saja, Jasmine terperangah saat mendapati chat singkat dari atasannya.
__________
PAK SAM:
Masuklah bekerja besok, Jas
Tuan Leonardo menandatangani
Perpanjangan asetnya.
___________
Ya, ampun? Sungguhkah? Benarkah? Ini bukan mimpi? Mereka tak jadi memecatku? Pria arogan itu bersedia tanda tangan?
Jasmine menutup mulut, berusaha untuk tidak terpekik karena rasa bahagia. Takut suaminya terbangun.
Jasmine tak pernah menyangka, bahwa semua itu juga hanyalah konspirasi Leonardo dan atasannya agar tetap bisa menemui Jasmine dan mengekangnya dalam kendali Leonardo.
oooooOooooo
review and vote
💋💋💋
Kasih masukkan ya.
Jangan lupa juga di vote
Terus bantu teliti typo-typo yang berhamburan
♥️♥️