ARMAN POV
Sesaat setelah aku menutup ponselku karena menelfon dia tadi, aku di datangi Ayu karena aku meminggir sejenak dari Ayu pada saat menelefon Inez tadi. Aku dan dia memang tadinya sedang duduk-duduk di Taman Kota, "Taman Bungk*l" yang cukup ramai didatangi anak-anak muda. Aku memberitahu Ayu tempat-tempat yang ramai alias jadi tempat tongkrongan yang banyak diminati, yang mereka lewati sekalian sambil meminum Bubble tea Ayu dan aku meminum Teh P*ci yang dijual di pinggiran Taman. Aku tak mungkin mengajak Ayu mampir ke tempat romantis, karena gadis itu bukan pujaan hatiku.
"Telefon siapa mas?" selidik Ayu semakin mendekat ke arahku.
"Telefon ceweknya mas, karena dari pulang kerja tadi dia enggak ada kabar. Aku cemas sama dia," ujarku ya dengan santainya.
Seketika itu tampak berubah sekian derajat ekspresi wajah Ayu, yang meskipun sudah berusaha ia sembunyikan itu, tersirat ada sedikit kecanggungan yang awalnya tadi tampak sumringah dan bahagia berkeliling-keliling kota bersama aku.
"Ooh ... Ceweknya mas Arman? Orang Surabaya, Mas?" Tanyanya lebih lanjut.
"Iya asli sini, sudah lima tahun jalan, nanti deh aku kenalin, ya? Satu tempat kerja kok, pasti kamu suka, anaknya asyik dan ramah. Oiya ayok kita pulang dulu, kasian Ayahmu dirumah sendirian. Nah sudah tahu, kan tempat kerjamu? Besok sore, kita cari kos buat Ayu, aku ajakin teman Mas biar bisa ajak Ayahmu juga, ya. Nyari kosnya."
"Ayu belum puas lihat-lihat sekitar sini mas."
"Ya, kalau hari libur kita bisa keliling lagi, Ayahmu dirumah sendirian, lagian besok mas Arman harus kerja, jadi enggak bisa malam-malam," jelasku kepada Ayu.
"Janji, ya Mas ajak Ayu lagi? Biar lebih kenal kota Surabaya," ucap gadis itu yang memang pertama kali menginjak kota Surabaya ini.
******
Flash Back Satu jam tiga puluh menit yang lalu ... Saat hendak berangkat.
Ayu bersiap-siap hendak pergi diantar olehku sesuai janjiku tadi. Aku berpenampilan casual, memakai kaos biasa saja, berjaket dan memakai celana jeans berwarna biru muda, dengan tas selempang di dada berwarna hitam pekat bagiku ini penampilan yang tak istimewa, datanglah si Ayu, sepertinya koleksinya dress dan rok semua, masih sama memakai dress sepanjang lutut, dengan lengan pendek namun tetap memakai jaket berbulu pada kerah leher dan ujung lengannya. Penampilannya dengan jepit-jepit rambut ia selipkan untuk merapikan rambut diatas telinganya, lalu rambut dikuncir samping ditaruh di bahu sebelah kirinya.
Sepertinya dia niat banget jalan-jalan dengan aku. Hummmm padahal aku hanya mengantar mencarikan alamat tempat kerjanya dia, bukan jalan-jalan sebenarnya, tapi Ayu sangat bersemangat berangkat bersamaku, dia memakai parfum lembut untuk menyemburkan harum pakaian yang menempel pada dirinya. Setelah kami sudah siap berangkat untuk menemukan tujuan yang dicari, kami tak lupa berpamitan terlebih dahulu kepada Ayah Ayu, dengan salim tangan dan mengucapkan salam lalu berlalu pergi. Ayu yang dibonceng olehku, sudah tercium bahwa dia ada sesuatu kepadaku.
Ia tampak sangat senang dan tatapannya itu entah kenapa aku merasa sering kali mencuri-curi pandang kepadaku yang hendak memboncengnya ini. Tapi aku berusaha sebiasa mungkin dihadapannya. Laju motor telah terasa dalam perjalanan kami. Aku mengendarakan motor dengan biasa, tidak pelan dan tidak terlalu cepat, memang aku telah lama berada di Surabaya sehingga sudah menguasai area kota Pahlawan ini, bahkan aku seperti orang asli sini, terkadang menyusuri jalan-jalan yang tidak aku ketahui untuk menghafalnya. Ayu betapa girangnya dia saat ini. Dia lemparkan pandangan matanya ke sekeliling kota yang telah ia lewati.
Dia tak berhenti berdecak kagum, melihat lampu-lampu indah di berbagai tempat yang menyulap kota Surabaya ini menjadi kota yang sempat menjuarai Kota Terindah. Kota Surabaya terpilih sebagai kota terpopuler secara online di ajang Guangzhou International Award 2018. Kemenangan Kota Pahlawan di kategori City of Your Choice itu.
Hasil akhir penghitungan voting secara online, Surabaya menempati ranking satu. Sementara itu, untuk ranking dua diraih Kota Yiwu, China. Sedangkan tempat ketiga diraih Kota Santa Fe, Argentina.
Waow betapa menakjubkan Kota Surabaya yang di sulap sedemikian rupa.
"Menakjubkan ya mas Arman, kota Surabaya di malam hari, aku senang mas pertama kesini sudah diajak masnya jalan-jalan" Ucap Ayu berbinar-binar.
Dia tak henti-hentinya menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri, begitu banyak jalanan yang di sulap menjadi taman-taman kota yang indah juga tidak ada sepinya. Setiap tempat selalu ia lihat ada pengunjungnya, entah keluarga atau anak-anak muda yang sedang berkongkow ria.
"Masih jauh enggak mas tempat kerjaku?"
"Kalau di lihat alamatnya sih jalan Ng*gel Jaya itu sih ya enggak begitu jauh, di depan jalan raya deh kayaknya, kita cari jalannya dulu baru cari nomornya ya?"
Aku dan dia saling mengobrol dengan posisi yang tetap aku membelakanginya, karena fokus menyetir sambil mencari-cari jalan yang dimaksudkan. Jalanan yang ramai berkejar-kejaran antara mobil, bus mini, dan pengendara motor yang semua berjalan sesuai tujuannya. Aku sendiri mengemudikan dengan kecepatan yang standart, karena memang tidak terburu-buru. di tengah jalanku yang aku nilai cukup santai tetiba ada saja ada motor yang memacu dengan "ngawurnya" sambil membonceng ceweknya itu.
"HUH!!!" Teriak pemuda yang memacu motornya enggak aturan itu, membuat aku agak kaget dalam menguasai motorku, terasa agak oleng dan mengerem mendadak untuk menghindari hal yang tidak-tidak.
Tak urunglah membuat si Ayu terpental ke depan dan terdorong ke tubuhku.
"Astaga mas, kenapa" Teriak Ayu kaget.
"Maaf Ayu, ada motor nyalip tapi enggak tahu aturan," balasku merasa enggak enak juga, nanti dikira cari kesempatan kepadanya.
"Ooh, enggak apa-apa. Kok, Mas," jawab Ayu malah terlukis seutas senyuman di wajahnya. Aku merasa serba tak enak terus, karena aku merasa ditubruk oleh tubuhnya tepat di dadanya itu.
Seketika Ayu yang dari tadi tidak berani berpegangan di pinggangku, akhirnya sekarang ia merasa perlu berpegangan kepadaku. Aku tak nyaman dengan posisi begini, tapi bagaimana lagi? Meskipun merasa tak enak dengan perlakuan Ayu, namun aku tak kuasa menolaknya karena kejadian barusan yang membuat Ayu mental menubruk punggungku. Aku merasa bersalah, akhirnya aku pun biarkan Ayu berpegangan sambil memeluk pinggangku.
Tanpa terasa, sudah sampailah kami pada alamat yang dicari Ayu, Sebuah Restoran yang di design bergaya anak muda dengan hiasan lampu-lampu yang setengah redup cahaya namun banyak ditata di seluruh bagian ruangan Restoran itu, tampak ramai pengunjung juga para pramusaji berdatangan melayani para tamu dan membawakan pesanan mereka.
"Keren, ya. Mas? Tempatnya asyik banget, Mas. Aku makasi ya mas udah diantar kesini, Ayu janji kalau gajian mau traktir mas Arman minum teh disitu, jangan ditolak ya, Mas?" tanyanya sambil dengan suara manja.
Aku ya dengan refleks tersenyum dan menganggukkan kepala. Dia berfikir teman masa kecilnya juga tetangga tidak akan masalah jika hanya meminum teh saja. Nanti juga aku berencana pasti akan mengajak Inez, atau bisa jadi mengajak grup empat sekawan juga, dengan aku yang mentraktir mereka.