Dia, orang ini sekarang menjadi suamiku. Dan aku, seharusnya. Aish!! Tidak! Aku berdosa biarin. Aku tidak mau dengannya! Dia membuka jendela kamar kami dan mengambil kursi meja rias dan satu kursi lagi yang ia letakkan disamping jendela itu.
"Mari, Sayang! Duduklah disini. Kita habiskan malam untuk bermain games tadi, dimulai dari aku dulu. Kamu cukup mendengarkan saat yang lainnya berbicara. lalu boleh bertanya saat sudah ada sesi tanya jawab,"
Aku mengikuti arahannya dan duduk di kursi yang ia siapkan.
"Aku tidak menyalahkanmu belum ada rasa kepadaku. Bahkan kamu ketakutanĀ dengan ekspresi seperti ... Waktu di warung Benny itu! Aku tidak sebrengsek itu Sayang, meskipun kamu sudah jadi istriku." Aku mengangguk pelan dan menurutinya.
"Aku janji kita akan awali hubungan pernikahan ini sesuai alurnya. Berteman ... Bersahabat ... Lalu tumbuhlah cinta dihatimu buatku. Baru kita bisa jadi suami istri sesungguhnya selanjutnya. Okey? Sinikan kelingkingmu! Kita janji dulu."
"Janji apa?"