Chereads / HANYA AKU UNTUK DIA / Chapter 16 - 16 Pagi Hari

Chapter 16 - 16 Pagi Hari

Aku yang masih berbaring diatas tubuhnya, dalam pelukannya dilanda haus yang luar biasa, kami memang tidak memiliki bekal apa-apa, apalagi air minum? Lagian harus mencari kemana selarut ini, jika mencari air menyusuri sawah saat seperti ini? Mengkhawatirkan juga, takut ada ular atau hewan berbahaya lainnya. Aku sampaikan saja pada dia, siapa tahu dia ada solusi.

"Sayang, aku kehausan. Kamu tidak ya?" rengekku manja, memang iya tenggorokan yang kering ini terasa kosong. Apakah karena aktivitas bercumbu rayu tadi bersamanya yang menguras tenaga? Sampai terasa haus setengah mati, yang sebenarnya juga lapar karena aku semalam bertemu dengan orang itu tak menyentuh sama sekali makan malamku. Alhasil sekarang aku pun didera rasa lapar. Setelah Arman mendengar pintaku, dia bergegas terbangun dan secara bersamaan pula aku pun bangkit dari posisi diatas tubuhnya tadi,

"Mari kita lihat disini, banyak tebu yang bisa kita nikmati Nez, manis pasti rasanya. Sekarang ayo kita coba lihat isi tasmu. Apakah ada alat yang bisa membantuku untuk mengambil tebu-tebu itu?" tawarnya kepadaku karena tidak tau bagaimana cara memanen tebu itu tanpa alat?.

Aku coba buka tas kecilku. Tas yang tentunya tidak membawa peralatan apa-apa selain peralatan make up dan kebutuhan wanita, memang apalagi barang yang harus dibawa wanita selain alat make up dan sejenisnya?

"Aku tidak menemukan apa-apa Arman, cuma Cutter kecil untuk menipisi Pensil alisku, juga hanya membawa gunting kuku kecil," jawabku sambil menyodorkan tasku agar dilihatnya sendiri perabot di dalamnya.

"Oke! Aku mau coba pakai alat seadanya ini, mungkin bisa, ya hanya beberapa batang saja. Agar dahaga kita hilang. Aku duduk santai senyum-senyum sendiri, melihat lelaki yang menyayangiku ini rela bersusah payah hendak memungut tebu atas permintaanku dengan alat yang tidak masuk akal.

Tampak dari kejauhan dengan kekuatannya dia menarik pohon tebu itu. Ia menarik sebatang tebu, lalu mematahkan tebu dengan lututnya, memotongnya dengan cutter kecil saja. Aku memperhatikan dirinya itu dengan sekuat tenaga, memotongnya walaupun kesulitan itu ada. Kadang senyuman kadang pula tangisan yang keluar dari wajahku, karena lagi-lagi teringat akan dia yang pasti akan pergi meninggalkan aku. Meninggalkan aku yang hendak menikah ini.

Arman segera berlari menghampiriku setelah mendapat satu batang tebu, dengan giginya yang kuat dia mencoba mengupas kulit-kulit tebu itu agar segera bisa dinikmati olehku. Kepalanya yang tampak bergerak kuat karena menarik kulit tebu, menampilkan rambutnya yang lurus terurai-urai dan bergerak kekanan dan kekiri, semakin menampakkan ketampanannya. Tak lama dia tersenyum padaku lagi. Dia sodorkan tebu yang berhasil dia kelupas, aku meraih tebu itu dari tangannya dan dia dengan cepat mencium keningku.

"Makanlah ini dulu. Aku mau cari lagi buat aku." Dia berlari lagi utuk memotong tebu untuk dirinya, satu ... Dua ... tak terasa dia mendapatkan lima batang tebu yang akhirnya bisa kita nikmati berdua. Kami tertawa dan bercanda mesra untuk mengusir gelisah. "Terima kasih Arman, kalau tak ada dirimu tadi. Aku tak tahu apa yang akan terjadi. Masalah kehausan saja aku tak bisa mencari solusi. Apalagi kalau ada kemungkinan masalah-masalah lain seperti kecemasanmu tadi? Pasti aku tak berdaya. Dia tersenyum lagi, duduk mendekatiku dan mengelus kepalaku, sambil membawa tebu yang kami makan masing-masing.

"Itulah Nez, aku tidak pernah bisa melepasmu, meninggalkanmu. Kamu orangnya suka nekat. Berfikir sering pendek dan tidak bisa menimbang kemungkinan-kemungkinan apa yang bisa terjadi. Aku selalu khawatir denganmu, tapi dengan itulah lelaki akan senang merasa dibutuhkan. Merasa bisa melindungi perempuannya," jawabnya sambil mengecup pipiku sekarang.

setelah kami puas menghabiskan tebu-tebu tadi, rasa dahaga yang tadi hadir telah lenyap. Aku menyilangkan tanganku pada tubuhku memberi tanda padanya aku kedinginan. Arman segera mendekapku dari belakang, "Kamu kedinginan, Nez?" Aku pun mengangguk pelan. Apalagi aku memakai rok, kakiku dari lutut sangat-sangat dingin seperti disiram air es, mungkin Arman tak begitu terasa kedinginan. Dia memakai celana jeans dan kemeja panjang, sedang aku dress berlengan pendek dan rok selutut saja, tipis dan tidak setebal kain jeans. Arman membaringkan tubuhnya di rerumputan lagi "Kemarilah Nez. Dekaplah aku agar kamu merasa hangat. Anggap saja aku alas untuk saat ini. Aku akan memelukmu sampai kau tertidur." Dia menawariku posisi seperti yang tadi. Dimintanya aku berbaring diatasnya, mendekap dan menghadapnya. Benar saja, seketika itu aku merasa tubuhku hangat dalam dekapannya.

"Sekarang tidurlah sebentar. Karena beberapa jam lagi kita harus bangun untuk pulang," tutur kata dia kepadaku, untuk saat ini aku tak banyak berkata, aku hanya melakukan apa yang ia sarankan saja.

Betapa hangat dan denyut jantung kami masing-masing bergetar dan saling merasakan karena saling menyentuh. Entah dengan Arman. Aku mulai merasakan mata ini berat dan dilanda kantuk yang sangat tak tertahankan. Tertidurlah aku dalam sekejap.

*****

Tubuhku yang tertidur menindih tubuh Arman semalaman, terasa di tepuk-tepuk dengan sebuah tangan diiringi suara serak lelaki yang memanggil-manggil namaku. Antara sadar dan tidak karena mataku seperti rapat dan terasa berat untuk membuka, digelayuti rasa kantuk yang luar biasa.

"Inez ... Inez ... Bangun Nez, sudah menjelang shubuh kita harus pulang lebih awal, jangan lupa Liza menunggu kita, agar rencana terlaksana baik," ungkapnya sambil terus membangunkanku. Aku pun membuka mataku secara perlahan, rupanya aku pulas tertidur dalam peluknya.

"Ayuk bangunlah! Kita pulang kekontrakanku dulu untuk mandi dan sholat shubuh," jelas Arman sambil menjadwal apa yang harus dikerjakan untuk saat ini. Aku segera bangun dan duduk masih berusaha mengumpulkan kesadaran yang mungkin masih berceceran. Tampaklah Arman menggerak-gerakkan kepala ke kanan-kiri dan kedua tangannya dia putar-putar ke atas ke bawah layaknya orang melakukan pemanasan sebelum berolah raga. Iya, aku tahu dia pasti merasa pegal karena semalam aku menindih tubuhnya untuk tidur sampai pagi ini tadi. Menjadikannya tak bisa leluasa bergerak saat tidur.

Tak membutuhkan waktu lama Arman menarik tanganku dengan lembut untuk mebantuku berdiri, digandengnya tangan ini, berjalan menyusuri Ladang tebu dan sawah nan luas. Kaki kami menginjak rumput-rumput basah yang dipenuhi embun pagi. Kami menuju dimana motor Arman terparkir, disebalik pohon dan ditutupi dengan jas hujan berwarna hitam agar terlihat samar dan juga tidak mengundang maling untuk melihat dan mencurinya. Aku naik segera pada boncengannya, sambil dia memanasi motornya. Aku ulurkan tanganku untuk segera mendekap tubuhnya. Jari-jari tanganku sampai ke kedua pundaknya dengat erat sehingga tubuhku menyentuh tubuhnya, lalu aku sandarkan kepalaku dipunggungnya. Hummm nyamannya bila bersamanya. Kami menuju kontrakan Arman. Mengitari sawah nan luas ini bersamanya sambil mencium wewangian khas alam dipagi hari. Indahnya fajar bersembunyi. Sinarnya mengintip hendak terbit menanti. Aku yang berboncengan dengan Arman merasakan ketenangan jiwa yang luar biasa. Rerumputan dan padi-padi yang indah di sekeliling jalanan yang kami lalui menambah keriangan hati yang melihatnya. Aku tak mampu berkata-kata, hanya rasa yang mampu menggambarkan sempurnanya alam semesta yang ada untuk kehidupan manusia. Hanya rasa yang sekarang aku punya karena semalaman ditemani dirinya.