Tak membutuhkan waktu lama, telah sampailah kami berdua di kontrakan Arman. Memang belum shubuh, tapi sudah mendekati. Dia taruh motornya itu, lagi dia mengulurkan tangannya untuk segera menggandengku. Tanpa ada sepatah kata yang keluar dari kami sejak perjalanan tadi sampai saat ini, tapi saling memberi kenyamanan sebagai bahasa tubuh untuk saling merasakan kebahagiaan ini. Ia buka pintu rumah dengan kunci lalu kami masuk bersama.
"Duduklah dulu Nez, kau mau kopi bikinanku pagi ini?" Aku tersenyum dan mengangguk mesra. Lucu sekali, harusnya aku yang membikinkan kopi untuknya.
"Kenapa Nez, kamu senyum-senyum?" Sambil mengambil dua cangkir dan bersiap menuangkan bubuk kopi.
"Harusnya aku yang bikin buatmu ya?" jawabku masih dengan tertawa kecil.
"Ah tidak apa, kamu kan sekarang adalah tamuku. Lagian aku sudah biasa masak apa sendiri."
Kulihat dia dengan cekatan membuat kopi. Dia keluarkan apa yang dia punya di lemari dan kulkasnya lalu dibawa ke hadapanku.
"Apa kamu enggak lapar Nez? Ini ayo kita makan sama-sama. Ada kue dan cemilan." Dia buka pembungkus makanan yang ia sajikan kepadaku itu.
"Lengkap banget Arman, kamu cowok tapi sesajinya lengkap. Aku saja kalau dirumah mana ada cemilan? Kalau pengen baru aku beli. Pantas badanmu berisi." Sambil aku ambil beberapa potong roti untuk mengisi perutku yang memang sejak semalam dilanda kelaparan itu. Setelah Arman memakan beberapa biji biskuit, ia sruput sedikit kopinya lalu berpamitan kepadaku untuk mandi.
"Inez mau mandi dulu atau aku dulu?" tawarnya memberi pilihan kepadaku, sedangkan aku memilih untuk menikmati sarapan ringan terlebih dahulu. Arman masuk ke dalam kamarnya dan tak lama dia keluar lagi dengan hanya memakai handuk yang dilingkarkan untuk menutupi bagian pusar sampai atas lututnya,
Dia mendatangiku dengan bertelanjang dada. Gagahnya dia. Kulitnya yang kuning langsat meskipun seorang cowok dengan dadanya yang bidang membuat aku terpana. Aku menatapnya sambil memakan rotiku tadi. Kunyahanku semakin melambat. Dadaku berdetak kencang kala dia semakin dekat ke arahku.
"Ini handuknya Nez, aku mandi dulu ya?" pamitnya. Aku hanya mengangguk dan masih menatapnya tanpa berkedip mata, menatap tubuh dia. Berjalan dengan gagah.
Kudengar gemericik air di kamar mandi pertanda sudah ia mulai membersihkan diri. Anehnya tubuh ini terasa merinding sendiri, dan aku bangkit segera berlari-lari masuk ke kamarnya Arman. Aku ganti semua pakaianku dengan handuk berwarna merah yang dia berikan tadi. Aku pakai menutupi dada sampai paha, karena handuk Arman tidak begitu lebar, selayaknya perempuan jawa yang memakai "Kemben." Entah bisikan darimana, dan lagi ... Hasrat ini muncul di tengah-tengah keadaan seperti ini. Aku sentuh dadaku benarlah berdenyut kencang. Aku merasa dituntun melangkah mendekati kamar mandi. Aku ketuk pintu kamar mandi dihadapanku, dengan getaran jantung yang tak beraturan.
"Iya, tunggu Nez, sebentar lagi selesai," jawabnya biasa saja, tak menangkap curiga kepadaku yang sudah dirundung nafsu. Bagian bawah ini terasa berdenyut. Aku masih mengetuk pintunya dengan nada yang lebih keras.
"Arman bukakan pintunya sekarang." Tak berselang lama pintu itu benar ia buka. Aku menatap bergeraknya pintu tanpa mengedipkan mata, disebaliknya tampak pemuda yang basah sekujur tubuhnya, dari ujung rambut sampai kaki. Terlihat mengkilat terkena guyuran air, rambutnya yang acak-acakan setelah keramas itu nampak menjadikan dia makin rupawan. Kamu sangat tampan Arman, segar dan wangi tubuhmu itu ...
Kami bertatap pandang satu sama lain, dadaku naik turun karena nafas yang berlomba-lomba dengan degupan jantung tak menentu. Aku melangkahkan satu kaki mendekatinya yang masih berdiri di kamar mandi.
"Aku ... Aku ... Entahlah Arman." Aku pegang dadaku.
"Aku semenjak kejadian pagi-pagi itu, bila dekat denganmu, setiap bagian tubuh ini meminta dan ingin selalu mendapat sentuhan darimu Arman." Langkahku kian dekat dengan dirinya. Dia hanya berdiri kaku dan tak luput menatap diriku mungkin diliputi tanda tanya. "Tubuhku telah kecanduan di cumbu olehmu. Katakan aku harus apa Arman?" jariku segera menuju handuknya, ingin aku mebukanya sehingga tanpa sehelai apa pun menutupnya. Dia diam seribu bahasa. Tubuhnya yang basah makin membuat gairahku mulai meletup-letup, segera aku tarik handuk itu, benarlah terbukalah semua bagian tubuhnya dihadapanku. Makin tampaklah keperkasaannya.
Dia kaget namun hanya diam yang masih ia suguhkan. Sungguh aku baru melihat pertama kali pusakanya seperti apa? Selama ini, hanya dia yang pernah melihat tubuhku bulat-bulat, sedangkan dia? Tidak pernah menampakkan bagian tubuhnya secara menyeluruh kepadaku. Karena dimana kemarin-kemarin kami bercumbu, tubuh Arman selalu ditutupi pakaiannya.
Namun kali ini, saat ini, dia membiarkan aku melihat seutuhnya dirinya tanpa penutup apapun. Jagoannya yang selama ini selalu ia sembunyikan, yang selama ini tak dibiarkan aku menyentuhnya. Kini kulihat dengan mata telanjangku. Berdesir aliran darah dalam urat nadiku. Aku yang masih mengenakan handuk ini, berjalan mengitari tubuhnya seakan ku puaskan menatap semua bagian tubuh lelakiku itu. Semuanya aku pandangi dari atas sampai bawah. Entah mengapa ketika aku diliputi nafsu. Aku merasa berubah menjadi orang lain yang aku sendiri tak menyangka bisa berubah seperti ini. Binal dan menjadi sang penggoda Iman.
Aku hentikan langkahku tepat di depannya aku mundur dan ku tempelkan punggung dan bagian belakang tubuhku di bagian depan tubuhnya, sehingga terasa mengganjal karena senjata dia telah membesar. Aku sentuh dan aku tarik-tarik dengan lembut ingin kutularkan hasrat, agar tumbuh gairah darinya juga. Dia seketika membuka handukku lalu menjamah tubuhku, dada dan mahkotaku.
"Aaaaaaahhh ... " kami memejamkan mata.
Kami bulat-bulat berdua tanpa aba-aba sudah saling bercumbu mesra. Dia menyibakkan rambutku. Dia mengendus seluruh bagian belakangku sambil meremas kedua dasarku yang membelakanginya dengan lincah. Ia ciumi leher sampingku, memainkan telingaku dengan lidahnya, iiiih ... merinding sayang! Duiringi jari-jari besarnya memainkan kedua bukit kembar ini, dia putar-putar dan lagi diremas-remas dengan kencang. Tanganku menjambak rambutnya, sedang yang satu aku meraih pusakanya, pula meremasnya kuat-kuat. Dia meringis mengerang, semakin membuat aku bergidik terbawa ke awang-awang ...
Dia geser dan menghimpit tubuhku ke dinding hingga aku tak bisa bergerak lagi. Dia membaui sekujur tubuhku ini sambil tangan-tangannya tak mau berhenti berpetualang sampai aku benar-benar tak mampu menolaknya. Karena terus dipepet oleh tubuhnya, antara dirinya dan dinding, ku terjepit ditengahnya. Dia meraih Area sensitifku, di gelitikinya dengan lihai memakai kedua tangannya.
"Ooouuuwhhhh ... Aaah Armaaaan ...." Sambil terus mencucup leherku. Sekarang aku hanya berdua dengannya sehingga aku bisa mendesah dan menjerit kenikmatan sesuka hati mengekspresikan permainan ini bersamanya.
Segera dia putar badanku yang menghangat karena ulahnya. Diangkatlah kedua pahaku (digendongnya), sehingga bergesekan antara kulit missku dengan kulit perutnya. Dia kulum dan menyesap ujung kedua buahku, di gigitnya yang membuat aku menggeliat diatas gendongannya, aku tak menyangka dia bisa seganas itu.
Dka turunkan aku, tapi dia berondong dengan gesekan dan desakan si pusakanya itu ke mahkotaku, namun tetap dia tak mau membenamkannya meskipun aku telah mempersilahkan. Dia terus mendorong-dorong dengan penuh gairah, sehingga pinggangku bergoyang ke depan dan ke belakang, dengan jagoannya yang ingin segera berperang, namun dihadang oleh tuannya. Sambil memagut kuat bibirku, di kulumnya akupun membalas memainkan bibirnya. Aku gigit lembut dan terus berciuman. Dia memegang milikku yang ternyata membasah, jarinya siap menyelam kedalam. Dirinya terus menggoyang dan menggoyang, setelah lama kami berada dalam kenikmatan yang tiada tara. Akhirnya dia memelukku sangat erat, dan terasa ada yang membuncah di luar bawah, lalu dia berangsur-angsur mengurangi keeratan pelukannya. Sambil ngos-ngosan tertunduk dengan nafas yang masih tak menentu.
Dia segera mencium kening dan pipiku, lalu memelukku kembali.
Harusnya kau tak membuangnya sayang. Dia bisa jadi janin dalam rahimku dan aku menginginkan seutuhnya jadi milikmu agar bisa dinikahkan denganmu.