Chereads / Inevitable Fate [Indonesia] / Chapter 7 - Apakah Dia Memiliki Sihir Medusa?

Chapter 7 - Apakah Dia Memiliki Sihir Medusa?

I'm a survivor, I'm not gon' give up

I'm not gon' stop, I'm gon' work harder

- Survivor by Destiny's Child -

=========

Sesampainya di vila, Nathan Ryuu membopong Reiko ke sebuah kamar tamu. Ada seorang wanita paruh baya yang mengikutinya. "Apakah ini dia, Tuan?"

"Ya. Sudah kau siapkan tempatnya?" tanya Nathan Ryuu ke wanita itu.

"Sudah." Wanita itu terus mengikuti Nathan Ryuu sampai ke sebuah kamar yang telah dirapikan secara terburu-buru.

"Aku sudah menelepon dokter Anzai. Temani dia di sini, aku akan berganti baju dulu sambil menunggu dokter." Nathan Ryuu bicara ke wanita tua tadi sambil dia merebahkan tubuh Reiko secara hati-hati di ranjang besar itu.

"Baik, Tuan Muda, serahkan saja padaku." Wanita itu membungkuk sedikit dan mulai duduk di kursi sebelah ranjang.

Beberapa menit berikutnya, ada gerakan dari Reiko. Dia mengerang dan kemudian dia sadar dan terduduk. "Hah!"

"Nona, jangan banyak bergerak dulu, kau terluka." Wanita itu bersuara.

Reiko kaget melihat ada wanita paruh baya di sampingnya, dan bertanya, "Si-siapa Anda? Aku di mana?"

"Anda di vila Tuan Muda Ryuu, Anda diselamatkan Beliau, sebentar lagi dokter akan datang." Jawaban dari wanita tersebut membuat Reiko melongo. Jadi dia pingsan dan dibawa ke sini.

'Ugh! Kenapa aku pingsan setiap bertemu dia?' Pertanyaan semacam ini mau tak mau bergema di benak Reiko ketika dia menyusupkan tubuhnya dalam-dalam di selimut.

Apalagi saat ada langkah-langkah kaki mendekat ke ruangan yang terbuka itu. Di sanalah lelaki kokoh dan seperti kaisar tersebut, berjalan gagah beriringan dengan lelaki lain yang lebih kecil dan tenggelam dalam pesona Nathan Ryuu yang secara bengis mengalahkannya.

Berada di sebelah seorang Nathan Ryuu yang tampan dan gagah, lelaki manapun akan tenggelam dalam kekalahan saja dan harus dipaksa menerima nasib mereka yang terlihat bagai hiasan latar belakang bagi Onodera Ryuzaki semata.

Meskipun Onodera muda itu tidak mengenakan jas seperti yang biasa terlihat dan hanya memakai kaos polo dipadu dengan celana flanel saja, namun pesonanya tidak bisa luntur meski dalam balutan busana kasual.

Reiko masih bertahan meringkuk di dalam selimut sambil menatap ragu ke lelaki tinggi di sebelah kasurnya.

"Nona, mari saya periksa dulu." Dokter Anzai maju mendekat ke gadis malang itu.

"A-ahh! Jangan! Tidak usah! Aku ... aku tidak apa-apa. Sungguh!" Reiko mempertahankan diri dengan masih membenamkan dirinya di dalam selimut dan hanya menampilkan kepala beserta tangan yang menggenggam erat ujung atas selimut.

Seumur-umur, Reiko jarang bertemu dokter dan alasan mengenai itu adalah karena dia hampir tidak pernah sakit.

Sejak kecil karena keterbatasan ekonomi orang tuanya, Reiko sudah terlatih untuk banyak berolah raga dan banyak makan sayur serta buah yang murah untuk menghindari penyakit.

Kata orang tuanya, jangan sampai sakit atau akan membuang uang untuk pergi ke dokter. Petuah dari ayahnya ini masih terus disimpan hingga kini oleh gadis itu dan dikarenakan demikian, dia agak tidak nyaman jika bertemu dokter.

Malahan, dia takut pada dokter. Ia juga takut jarum suntik pula karena momok menakutkan mengenai jarum.

'Ingin memeriksaku? Bagaimana aku akan membayarnya? Uang saja entah apakah aku masih punya untuk makan seminggu ini,' keluh batin Reiko.

"Hanya pemeriksaan umum saja, Nona." Dokter Anzai masih juga mengulurkan tangan.

"Ja-jangan! Tidak usah! Aku sehat! Sungguh! Aku tidak bohong! Tolong jangan mendekat!" Reiko panik dan bergerak gelisah di kasur. Hendak lari, tapi bagaimana mungkin? Dia berada di sudut ruangan dan ada 3 orang di depannya. Tak akan bisa menerjang mereka, ya kan?

Dokter Anzai terpaku di tempatnya, tak tahu harus berkata apa. Pasiennya ini, apakah phobia dengan dokter atau apa?

Menit berikutnya, Nathan Ryuu melangkah maju dan duduk di tepi kasur, pandangan matanya lembut ketika menatap Reiko. "Dokter tidak ingin melakukan apa-apa, hanya sekedar memeriksa tekanan darahmu dan pemeriksaan vital biasa."

Dengan masih membawa kelembutan, tangan Nathan Ryuu terulur menjangkau selimut yang digenggam erat Reiko dan perlahan menariknya dari gadis itu.

Yang membuat Reiko bertanya-tanya, kenapa dia merasa terhipnotis? Setiap saraf dan otot di tubuhnya ingin bergerak merenggut kembali selimut itu bahkan ingin mendorong lelaki tersebut, tapi tubuhnya malah membeku mirip orang dihipnotis.

Apakah mata lelaki itu memang mengandung sihir medusa?

Ingin melawan, tapi tatapan intens nan lembut dari Nathan Ryuu seakan memerintahkan seluruh sel di tubuh Reiko untuk patuh dan patuh saja.

Akhirnya, selimut pun berhasil disingkirkan oleh Nathan Ryuu, menyisakan Reiko dengan setelan piyama agak kedodoran karena itu adalah milik sang lelaki, si tuan rumah.

Dokter Anzai pun bergerak makin mendekat dan menjulurkan tangan yang memegang stetoskop, hendak menempelkannya di dada atas gadis itu.

Namun, ketika tangan sang dokter hendak menyibak sedikit piyamanya, gadis itu tersadar.

"Jangan! Aku tidak mau!" seru Reiko sambil tangannya sigap menutupi dadanya dengan gerakan defensif.

Dari sikap itulah, Nathan Ryuu akhirnya paham kalau kurang bijaksana apabila memanggil dokter lelaki untuk memeriksa gadis itu setelah Reiko baru saja mengalami pelecehan. Pasti dia masih syok dan trauma, pikir Onodera muda.

"Dokter, bisakah memanggil perawat Anda ke sini?" tanya Nathan Ryuu pada Dokter Anzai.

"Oh ya, tentu saja bisa. Dia ada di ruang tamu Anda, sedang mempersiapkan ini dan itunya." Ternyata sang dokter sudah membawa asistennya, seorang perawat perempuan yang dia suruh menunggu dulu di ruang tamu vila besar tersebut.

Dokter Anzai berkata, "Aku bermaksud untuk melakukan pemeriksaan biasa saja dan nantinya asistenku yang akan melakukan pemeriksaan mendalam." Rupanya Beliau sudah paham kalau Reiko pasti tak akan merasa nyaman jika seluruh tubuhnya diperiksa oleh seorang pria.

"Nona Arata," ucap Nathan Ryuu dengan suara lembut, "kau hanya akan diperiksa tekanan darah dan luka di wajahmu saja oleh Dokter Anzai. Sedangkan pemeriksaan di seluruh tubuhmu akan dilakukan oleh perawat perempuan setelah ini."

Reiko bimbang. Sebenarnya dia lebih memusingkan biaya dokter dibandingkan luka dan trauma pelecehan. Dia harus membayar dokter memakai apa nanti! "A-aku baik-baik saja, hanya luka lecet kecil, tidak usah diperiksa, cukup ... cukup oles obat luka biasa juga akan sembuh."

Andai kalau Reiko melihat ke kaca, dia akan menjerit karena wajah babak belurnya. Apakah dia tidak merasakan bibirnya yang berdarah atau ujung matanya yang perih atau pipinya yang ngilu? Apa dia lupa berapa kali Yamada Shoichiro memukuli wajahnya?

"Jangan khawatir, Nona Arata ... biarkan dokter bertugas dengan semestinya. Aku jamin dia tidak akan melakukan apapun yang tidak menyenangkan. Ada aku dan Bu Meguro di sini ikut menjagamu." Nathan Ryuu masih terus membujuk. Dia prihatin dengan luka-luka di wajah Reiko.

"Nona, percaya saja pada dokter dan Tuan, yah!" Wanita paruh baya yang dikatakan bernama Meguro itu ikut berkata untuk menenangkan Reiko.

Menatap Meguro sejenak, mata Reiko beralih ke Nathan Ryuu. Lagi-lagi dia merasa terhipnotis dengan mata tajam itu seakan dia saat ini jatuh ke lubang tak berdasar yang menghisap akal sehatnya. "Ba-baiklah."