Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hari dimana Uli dan Arya akan mengucap janji suci pernikahan.
Ini adalah pemberkatan kali kedua bagi mereka. Namun, adalah janji suci yang sesungguhnya. Janji yang akan mengikat mereka selamanya.
Dimana Arya benar-benar meminta Uli sebagai pendamping hidupnya.
Gugup, serta jantung berdegup kencang sama-sama mereka rasakan. Lebih parahnya, Arya pria itu sampai menghabiskan sekotak tisu demi menghapus keringat diwajahnya.
Uli dan Bapaknya tengah berdiri ditengah-tengah. Sebuah jalan beralas karpet warna merah. Menuju tempat pengantin pria berdiri didepan Altar.
A Line Dress menjadi pilihan Uli sebagai gaun pengantin untuk pemberkatan yang keduanya ini.
Jika dulu dia memilih kebaya berwarna cream dengan rok batik maka kali ini wanita bertubuh mungil itu lebih memilih menggunakan gaun. Dia harus terlihat anggun dan berbeda di pernikahan ini.
Gaunnya berwarna putih. Jika diperhatikan tampak seperti huruf A. Bervolume dari bagian pinggang ke bawah. Di bagian dada dan lengan terdapat payet-payet berwarna yang memantulkan cahaya. Sehingga terlihat seperti berkilau.
Riasan natural dengan Blushing bride menghiasi wajah imutnya. Foundation dengan finishing sheer, blush, dan lipstik bernuansa pink. Membuat Uli terlihat lebih cantik namun, tetap terlihat natural.
Untuk menambah sentuhan glowy ditambahkan bronzer dibagian tulang pipi, hidung, dahi dan dagu. Hells putih setinggi 15cm menambah cantiknya sang calon mempelai wanita.
Meski hanya dihadiri anggota keluarga dan beberapa orang saksi tapi, Uli berusaha menampilkan senyum sebaik mungkin.
Saat pernikahan yang pertama beberapa hari lalu senyum Uli tidak terlihat setulus ini. Mungkin karena seharunya Uli memang bukan menikah dengan Monang.
Ada setitik perasaan yang tidak bisa Uli bagi dengan siapapun kecuali Tuhan-Nya.
Dijebak oleh Monang.
Gagal menikah dengan Leon sang pujaan hati.
Dan kali ini ... dia justru menikah dengan seorang pria asing yang sampai detik ini tidak diketahui asal-usulnya.
Semua itu ditutup dengan senyuman. Meski terlihat tulus tapi, pasti ada luka yang belum mengering.
Menerima kenyataan seolah dipermainkan takdir tak semudah membalikkan gorengan tempe diatas minyak panas.
Memasrahkan segalanya pada Tuhan. Hanya itu yang bisa Uli lakukan saat ini.
Arya Wiraguna. Pria yang sedang berdiri di depan Altar itu juga tidak kalah menawan dari sang calon istri.
Kemeja putih dibalut dengan tuxedu hitam. Dasi kupu-kupu serta bunga mawar merah dikantong kanan dadanya menambah kesan gagah pria kota itu.
Belum lagi celana berbahan wol yang dijahit khusus untuknya dihari bahagia ini. Ditambah lagi sepatu pantofel berwarna coklat mengkilap dengan aksen tali ditengahnya.
Tibalah saat yang dinanti-nantikan.
Arya menunggu sang calon mempelai wanita yang sedang diantar ayahnya. Senyum dan gugup menjadi satu kesatuan yang dirasakan Arya saat ini.
Jika saat menjadi Monang palsu yang dia rasakan hanya kekesalan kali ini dia benar-benar merasa jadi pengantin sesungguhnya.
Segala hal untuknya dan Uli sudah dipikirkan matang-matang sebelum mengambil langkah ini. Arya juga memiliki harapan yang hanya dirinya dan Tuhan yang tahu.
Bahkan pria kota itu enggan mempercayai Ikan Emas keberuntungan. Baginya takdir kehidupan seseorang dari lahir sampai mati sudah tertulis oleh yang maha kuasa.
Manusia tinggal menjalankan. Menunggu panggilan karena dunia hanya tempat persinggahan semata.
Degup jantung Arya semakin tak beraturan kala beberapa menit lagi tanggung jawab atas wanita itu akan benar-benar dipikul olehnya.
Kini Arya dan Uli sudah duduk saling bersampingan menghadap Altar. Ada pula seorang pendeta dihadapan mereka.
Prosesi diawali dengan melantunkan pujian bersama-sama, pembacaan firman Tuhan. Kemudian disambung dengan upacara pemberkatan nikah yang dipimpin oleh pendeta.
Dalam upacara pemberkatan nikah ini, pendeta akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada kedua mempelai.
Pertanyaan-pertanyaan ini dimaksudkan untuk mengetahui kesungguhan mereka dalam memasuki bahtera pernikahan.
Kedua mempelai kemudian akan menjawab pertanyaan yang diajukan secara asosiatif dan bergiliran.
Usai menjawab pertanyaan peneguhan dari pendeta, kedua mempelai berdiri dan saling berhadapan. Lantas mereka mengucapkan janji nikah secara bergantian. Dipandu oleh pendeta dan disaksikan oleh semua orang yang hadir.
Arya dan Uli sudah berdiri berhadapan. Masing-masing siap mengucap janji suci yang akan membawa mereka sehidup semati.
"Aku Arya Wiraguna. Mengambil engkau menjadi istriku satu-satunya. Untuk saling memiliki dan juga menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, dan pada waktu sehat maupun sakit. Untuk selalu saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang sangat tulus."
Arya berhasil mengucapkan janji itu dengan lantang. Uli yang mendengar tersipu malu. Bendungan air mata memenuhi kelopak matanya.
Tidak menyangka jika hal ini benar-benar terjadi dalam hidupnya.
"Aku Uliana Azahra. Mengambil engkau menjadi suamiku satu-satunya. Untuk saling memiliki dan juga menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, dan pada waktu sehat maupun sakit. Untuk selalu saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang sangat tulus."
Tak mau kalah dengan sang suami Uli juga mengucapkan janjinya dengan lantang. Senyum itu semakin mengembang kala prosesi berjalan lancar.
Mungkin jika wanita lain yang berada diposisi ini mereka tidak akan sekuat Uli. Namun wanita mungil itu masih bisa tersenyum kala belum mengenal sang suami yang sesungguhnya.
Kemudian prosesi dilanjutkan dengan saling menyematkan cincin pernikahan di jari manis tangan kanan masing-masing.
Demikian, sang mempelai telah sah dinyatakan sebagai pasangan suami istri setelah dilakukan pemberkatan oleh pendeta di hadapan hadirin gereja.
Meski yang hadir hanya beberapa orang saja.
Kemudian pasangan suami istri itu saling menempatkan diri. Sang mempelai laki-laki di sebelah kanan dan mempelai perempuan di sebelah kiri.
Dilanjutkan prosesi ucapan terima kasih kepada orang tua dengan melakukan sungkeman secara bergantian.
Prosesi ditutup dengan doa berkat dan nyanyian penutup.
Selesai dengan serangkaian acara tersebut Luhut yang paling terlihat tulus senyumnya. Hal yang ia ketahui tentang Arya membuat dirinya merasa bahwa Tuhan memang mengirim Arya hanya untuk Uli.
Luhut memang hanya pria kampung tapi, dia punya seribu satu cara untuk melacak seseorang. Bahkan posisi Monang pun ia tahu dimana sekarang tapi itu tidak lebih penting daripada kebahagiaan adiknya.
"Senang bukan telah menjadi suami istri sungguhan? Tidak perlu pemanasan lagi. Nanti malam kalian bisa langsung tempur."
Kalimat godaan itu keluar dari bibir Luhut kala mereka bertiga sedang bercengkrama.
"Bagaimana mau enak-enak kalau pintu kamar kami saja masih rusak akibat ulah Abang kemarin," gerutu Uli.
"Dasar wanita aneh. Dimana-mana pria yang maju duluan jika menyangkut soal enak-enak. Bukan wanita."
Luhut menatap kesal adik kesayangannya itu. Meski dia tahu bahwa kalimat itu hanya sebuah dagelan semata.
"Aku tahu tentang dirimu. Ku percayakan adikku satu-satunya ditangan mu."
Sebait kalimat yang dibisikkan Luhut ke telinga Arya. Membuat Arya tersenyum simpul.