Chereads / 60 Days I Love You / Chapter 27 - 27

Chapter 27 - 27

Kekuasaan serta uang memang selalu bisa diandalkan. Satu minggu sudah Luhut mengurus segala keperluan persiapan pernikahan Arya dan Uli.

Segala bukti nyata sudah dia kumpulkan. Keakuratannya juga bisa dipertanggung jawabkan. Tidak sia-sia usahanya beberapa hari ini.

Segala yang dilakukan keluarga Uli sudah mereka pikirkan masak-masak. Tinggal menunggu pihak Monang keluar ke permukaan.

Pengucapan janji suci pernikahan akan diadakan hari senin. Hanya dihadiri oleh Bapak, Mamak, Luhut dan pasangan suami istri itu pastinya.

Pemilihan hari senin juga sudah dipikirkan matang-matang. Hari itu adalah hari terberat untuk seluruh makhluk hidup berjenis manusia dimuka bumi.

Maka dari itu mereka memutuskan memilih hari senin agar tidak menimbulkan kecurigaan dimata penduduk Desa.

Saksi dari dinas pencatat data warga serta pendeta yang akan menikahkan juga sudah disiapkan. Segalanya dilakukan Luhut dengan sangat sempurna.

Tidak sia-sia orang tuanya memproduksi pria sangar itu tanpa doa terlebih dahulu.

Di pernikahan sesungguhnya ini tidak ada pesta besar-besaran karena hal itu mustahil terjadi di kondisi sekarang ini.

Dengan keadaan seperti ini saja Uli sudah sangat bersyukur karena Arya. Pria kota yang tidak tahu apa-apa itu mau bertanggung jawab atas dirinya.

Setelah pengucapan janji suci pernikahan. Diadakan acara makan-makan bersama keluarga.Hanya mereka berlima. Bersyukur pada Tuhan atas bantuan yang diberikan.

Awalnya Arya berniat untuk mengundang Zoy adik sematawayangnya.

Namun, pihak keluarga Uli menolaknya mentah-mentah. Berat memang tapi, mereka takut kabar itu akan sampai ke telinga Keleng si TV gosip berjalan.

Dengan berat hati Arya menyetujui usul keluarga Uli. Tapi ... pria itu tetap memberi tahu pada sang adik.

Awalnya Zoy kaget karena yang ia tahu selama ini, Abangnya tidak pernah dekat dengan wanita mana pun.

Apalagi pasca kejadian sepuluh tahun lalu. Membuat pria tampan bertubuh sixpack tersebut menutup hatinya rapat-rapat.

Sudah sering, Zoy menjodohkan Abangnya dengan para wanita cantik. Mulai dari model papan atas sampai selebgram.

Namun, tak ada satu pun yang mampu menggoyahkan hati pria dengan hobi traveling tersebut.

Lelah dirasa akhirnya, Zoy memutuskan untuk tidak ikut campur lagi masalah percintaan Arya.

Membiarkan Abangnya pergi berkelana sampai lelah sendiri. Bagaimanapun sifat keras seorang laki-laki dia juga butuh rumah.

Mendengar kabar bahwa Abangnya akan menikah menimbulkan pertanyaan serta rasa penasaran dalam hati dan pikiran Zoy.

Meski harus ia akui bahwa rasa penasarannya mampu tertutupi oleh rasa bahagia.

Bahagia karena Abangnya menikah. Memiliki keluarga yang akan merawat Arya sampai tua nanti.

Zoy juga berjanji pada dirinya sendiri untuk menghormati dan menghargai wanita yang menjadi kakak iparnya itu.

Bagaimana pun rupa dan status sosial perempuan itu yang terpenting adalah kebahagiaan Arya.

Untung saja mereka dibesarkan dari keluarga terpandang yang tidak memandang kasta seseorang. Meski kadang harus diakui bahwa rasa menyepelekan rakyat kecil itu ada.

Zoy putra seorang kaya raya itu menikahi mantan pembantu rumah tangga di kediaman almarhum Ibunya dulu.

Jadi sangat minim kemungkinan untuk mereka menjengkali orang lain.

"Mak, baju pengantin yang dipesan kemarin apa sudah selesai?" tanya Arya.

Pria dengan setelan kaos putih itu menghampiri mertuanya yang sedang sibuk dibelakang rumah.

Mengurus berbagai keperluan ternak demi kelangsungan masa depan putra putrinya.

"Astaga karena sibuk mengurus pembelian ternak sapi aku jadi lupa untuk mengambil kebaya dari tukang jahit," kata Mamak.

Terlihat raut lelah dengan keringat sebesar biji jagung di wajah wanita tua itu.

"Kalau begitu biar aku dan Uli saja yang mengambilnya," usul Arya.

Pasalnya hari pernikahan yang sesungguhnya ini juga menjadi hari dari kedatangan hewan ternak berjenis sapi yang dikirim langung dari luar negeri.

"Arya nanti saja kita ke penjahit sebaiknya hari ini kamu dan Uli pergi bimbingan konseling pranikah dulu."

Bapak yang tiba-tiba datang langsung mengingatkan salah satu hal yang harus dilakukan calon pengantin sungguhan itu.

"Apa hal itu harus dilakukan? Hari ini mungkin akan banyak warga yang kesana," kata Arya beralasan.

Padahal pria itu memang malas mendengarkan hal-hal yang menurut dia pribadi tak penting untuk didengar.

Sebab menurut Arya sendiri pernikahan akan berjalan lancar jika keduanya saling jujur dan taat akan Tuhan.

Percuma saja orang-orang memberi masukan atau saran dari A sampai Z tapi, tidak dilaksanakan dengan baik oleh suami istri itu nantinya.

Bimbingan konseling pranikah atau yang biasa disebut dengan katekisasi pranikah merupakan kegiatan yang wajib dilakukan oleh calon mempelai Kristiani sebelum melaksanakan pernikahan.

Pembinaan ini dilakukan sebagai bekal persiapan bagi pasangan yang akan menikah agar kelak kehidupan rumah tangganya bahagia, bertanggung jawab, dan mampu membangun sebuah keluarga dengan dasar iman yang kuat.

"Disana nanti hanya akan ada kamu, Uli, seorang pendeta dan beberapa orang lainnya pengurus gereja."

Sambung Bapak saat melihat interaksi timpal balik dari menantunya.

"Baiklah, Pak. Arya dan Uli akan segera pergi ke sana."

Sepatah ucapan itu keluar dari mulut Arya. Tanpa menunggu respon sang Ayah mertua lagi.

Dia pergi begitu saja. Berjalan masuk kedalam rumah.

"Tidak biasanya Arya seperti orang kebingungan begitu," ucap Mamak.

Raut malas serta bingung memang terlihat jelas di wajah Arya. Apalagi saat pria itu menuruti permintaan Bapak untuk ikut bimbingan konseling.

"Aku jadi ragu dengan dirinya," kata Bapak.

Sepasang suami istri yang sudah memiliki dua anak itu menatap menantunya. Sorot menyelidik terlihat jelas.

"Aku sebenarnya ragu. Sampai hari ini kita tidak tahu kebenaran tentang Arya." Bapak mengatakan apa yang dipikirkannya selama ini.

Jika pernikahan Uli dan Monang terjadi karena sebuah jebakan tapi, setidaknya dia mengenal dekat keluarga calon besannya tersebut. Tapi ini ....

"Percayakan segalanya pada Tuhan. Mereka juga sudah mendapatkan Ikan Emas keberuntungan."

Mamak tersenyum menatap suaminya. Menyapu genangan air mata yang akan turun dari kelopak mata pria tua itu.

"Aku tahu bahwa feeling seorang Ibu tidak akan pernah salah. Sebab dulu Mamak ku lah yang memilih mu ––"

"–– dan terbukti sampai detik ini. Mamak tidak salah memilih kamu sebagai menantunya."

Pikiran mereka sama-sama menerawang jauh. Mengingat masa dimana mereka menikah karena perjodohan.

"Sudahlah. Sebaiknya jangan berpikir yang bukan-bukan. Berpikir saja bahwa Uli dan Arya akan bahagia selalu. Selamanya"

Mamak berkata penuh percaya diri. Ia yakin bahwa pilihannya tidak akan salah.

"Wah, wah, wah. Disini ternyata pasangan suami istri yang sudah berjamur ini."

Luhut yang tiba-tiba datang. Memecah keharuan yang sedang orang tua itu rasakan.

"Dasar anak tidak tahu diri. Kamu pikir kita sebaya ha?!" Bapak menjewer telinga putra sulungnya itu.

"Semua berkas sudah beres. Tapi ada satu yang membuatku ragu," kata Luhut serius.

"Apa?" tanya Bapak cepat.

Matanya sudah menyelidik sang putra. Meminta kejelasan. Apalagi dihatinya yang paling dalam ada keraguan pada Arya.

"Mak, Pak apa kalian yakin menikahkan Uli dan Arya?"