Waktu menunjukkan pukul setengah enam sore. Eiji, Shuta, Jiro dan Nanase pun segera membereskan buku-buku dan juga perlengkapan mereka masing-masing, setelah materi yang dijelaskan oleh Eiji berhasil di mengerti oleh ketiganya, dan karenanya mereka menjadi yakin bahwa mereka akan lolos dalam ujian pengulangan yang akan dilaksanakan beberapa waktu terdekat dari hari itu.
"Nanase-san, ke arah mana kau akan pulang?" sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh Shuta yang kala itu sudah membereskan barang-barangnya pun kini menoleh menatap Nanase yang segera menoleh menatapnya,
"Oh! Aku dijemput oleh Ayahku, tidak usah khawatir Shuta-kun" jelas Nanase kepada Shuta yang kini tersenyum dan menganggukkan kepalanya setelah mengetahui bahwa Ayah Nanase akan datang dan menjemputnya untuk pulang, dan kini pandangan Shuta pun beralih menatap Jiro.
"Bagaimana denganmu Jiro?" tanya Shuta kini bergantian bertanya kepada Jiro yang kini tersenyum dan menganggukkan kepala seraya berucap,
"Aku kan rumahnya tidak jauh dari ini, kalian berdua pergilah terlebih dahulu! … bukankah kalian akan ketinggalan kereta jika mengkhawatirkan kami terlebih dahulu di sini?" balas tanya Jiro setelah dirinya menjawab pertanyaan Shuta, dan kini ia menolehkan pandangannya kepada Shuta dan juga Eiji yang kini dengan serempak menganggukkan kepalanya seolah membenarkan dan sepakat dengan hal yang diucapkan oleh Jiro.
"Kalau begitu kali akan pergi duluan ya, Nanase-san … Jiro-kun" pamit Eiji kepada keduanya, sebelum akhirnya Shuta dan Eiji pun pergi meninggalkan sekolahan dan berjalan menuju Eki Mae.
…
"Oi … Eiji!" panggilan yang dilontarkan oleh Shuta membuat Eiji menoleh menatapnya yang kala itu berjalan di belakang sana, membuat Shuta yang semula berjalan, kini berlari untuk mengimbangi langkah kaki dari sahabat kecilnya yang satu itu.
"Hmm?" tanya Eiji kepada Shuta,
"Apakah kamu berpikir bahwa Nanase hanya beralasan saja untuk ikut belajar dengan kita?" pertanyaan yang dilontarkan oleh Shuta saat itu, membuat Eiji yang mendengarnya pun sontak mengerutkan dahinya dan kemudian menoleh menatap sahabatnya yang satu itu.
"Nanase-san?? apa maksudmu?" balas Eiji bertanya kepada Shuta yang kini mengedikkan kedua bahunya ke atas, menandakan bahwa dia juga tidak yakin dengan hal itu.
"Aku hanya menebaknya saja … Nanase kan gadis yang pintar, dan kurasa tidak mungkin dia mendapatkan nilai jelek di pelajaran math yang tahun lalu jelas-jelas ia menangkan dalam kompetisi itu!" papar Shuta, yang pada akhirnya membuat Eiji ikut merasa bingung karenanya.
"Kau benar … kenapa dia bisa mengulang matematika, sedangkan dia Nanase-san adalah orang yang memenangkan kompetisi matematika tahun lalu?? apa mungkin orang berubah secepat itu??" tanya Eiji seraya menolehkan pandangannya untuk menatap Shuta dengan memasangkan wajah bingungnya, hanya diberikan ringisan kesal oleh Shuta yang kini menghentikan langkahnya setelah mendengar tanggapan dari Eiji yang terus melenggang pergi menjauhi dirinya.
"Eiji! Peka lah sedikit, … mungkin Nanase-san menyukaimu!" lontar Shuta kembali mengimbangi langkah kakinya dengan Eiji yang saat ini terlihat terkejut ketika mendengarnya.
"Hei! Tolong jangan mencetuskan hal yang belum tentu benar adanya, Shuta! Mungkin saja dia benar-benar tidak memahami materi yang diberikan oleh Pak Yuta!" ucap Eiji mengelak dugaan Shuta, dan berjalan memasuki stasiun Murayama setelah sebelumnya mereka melewati Murayama Eki Mae.
…
"Oh … Eiji! Apakah kau sudah mendengar kabar mengenai keanehan yang dialami oleh anak kelas sembilan-tujuh??" sebuah pertanyaan random yang diberikan oleh Shuta kepada Eiji, membuat Eiji yang tengah mensearching jadwal penayangan movie naruto yang ia tunggu-tunggu lewat smartphone miliknya pun kini menoleh menatap Shuta dengan singkat.
"Tentang apa??" tanya Eiji dengan singkat, membuat Shuta segera menggeser tubuhnya untuk kemudian berhadapan dengan Eiji,
"Kak Yama, senior di klub basket ku … beberapa minggu yang lalu, dia dikabarkan sedang sakit bukan??" tanya Shuta kepada Eiji yang kini menganggukkan kepalanya dengan singkat untuk menanggapi hal tersebut, "Pada kenyataannya, dia hanya tertidur selama lima jam saja! Tak ada yang bisa membangunkan kak Yama selama itu, dan bahkan dokter pun tidak bisa melakukannya!" ucap Shuta bercerita kepada Eiji, dan dari nada bicara yang digunakan oleh Shuta, Eiji merasa bahwa sahabatnya yang satu itu menanggapi kabar tersebut dengan sangat mendramatisir, yang membuat Eiji kini menghela napasnya untuk menanggapi ucapan Shuta.
"Tapi … setelahnya dia terbangun bukan?" tanya Eiji, seolah masalah seharusnya sudah selesai sampai ketika Yama terbangun, namun tidak dengan Shuta.
Saat ini dengan cepat Shuta menggelengkan kepalanya dan kembali berucap, "Tapi …., dengarkan aku dulu Eiji!!" protes Shuta setelah dirinya merasa bahwa Eiji tidak lagi terfokus pada dirinya melainkan kembali fokus pada smartphone miliknya, melihat Eiji tidak fokus dengannya membuat Shuta merasa terganggu karena Eiji memilih mengabaikan sahabat kecilnya yang tengah berbicara di sampingnya.
Mendengar Shuta memprotes dirinya, membuat Eiji pun akhirnya kembali menoleh menatap Shuta yang kini menyambungkan cerita yang tadi sempat terpotong olehnya, "Ketika ia terbangun, kak Yama bertingkah menjadi seperti seseorang yang mengalami gangguan mental! Dia bahkan menceritakan bahwa dia di bawa oleh sesuatu ke dalam sebuah tempat di mana orang-orang mulai saling melukai dan saling membunuh satu sama lain!" jelas Shuta seraya menatap Eiji dengan segera untuk menangkap reaksi yang diberikan oleh Eiji, seolah reaksi dari Eiji sangatlah penting bagi Shuta.
"Hmmm … mungkin saja dia bermimpi dan mengingat semua mimpinya, Shuta … itu hal yang biasa" ucap Eiji menanggapi Shuta dengan santai.
Namun, bukan reaksi seperti itu yang diinginkan oleh Shuta yang kini kembali memprotes dirinya lagi. Pertemanan mereka selalu seperti itu, Eiji selalu bertingkah tidak tertarik dengan cerita bodoh atau gosip konyol yang selalu dikatakan oleh Shuta agar temannya yang satu itu tidak lagi tertarik dengan gosip yang beredar. Namun, pada kenyataannya Eiji selalu mendengarkan dan berpikir mengenai semua hal itu ketika dirinya sudah berada di dalam kamarnya sendirian, ia memikirkan hal itu untuk menunggu rasa kantuknya.
Seperti saat ini, ia berbaring di atas kasurnya dan menatap langit-langit kamarnya seraya berpikir mengenai cerita yang baru saja di dengar olehnya dari Shuta beberapa jam yang lalu, mengenai kakak kelas mereka, Yama.
"Kenapa bisa seperti itu?? apakah mimpi bisa membuatnya menjadi depresi hingga di rehabilitas??" gumam Eiji kepada dirinya sendiri, ia berpikir dan terus berpikir mengenai hal itu, namun ia pun tidak kunjung mendapatkan jawabannya dan akhirnya tertidur karena rasa kantuk yang sudah tidak bisa lagi tertahan dan akhirnya membawanya ke alam bawah sadarnya.