Mendengar jeritan itu, membuat Angga merasa bahwa ada sesuatu hal yang terjadi dari arah belakang sana, membuat Angga pun akhirnya berlari menuju sumber suara untuk memastikan bahwa wanita yang tadi sempat berteriak baik-baik saja, dan jika tidak baik-baik saja, Angga pasti akan membantu wanita itu sebisanya.
Angga berlari menelusuri satu jalan yang memang hanya tersedia di depan sana. Tak ada satu pun tikungan yang ia dapati, ia dengan jelas dapat melihat lorong yang membentang di depan sana, sama seperti ketika dirinya berjalan lebih dari lima jam lamanya, ia sama sekali tidak menemukan satu pun tikungan.
Namun, ketika Angga sedang berlari dan pandangannya terfokuskan ke arah depan, sebuah cahaya yang remang tiba-tiba saja berlalu dan masuk untuk menembus dirinya hingga pandangannya pun terasa kabur untuk beberapa saat.
"Ugh-" Angga menghentikan langkah kakinya sebentar untuk mengusap-usap kedua matanya yang terasa berbayang, dan kembali ia hendak melanjutkan langkahnya menelusuri tempat itu, dan pada akhirnya ia terkejut bukan main ketika mendapati sebuah perempatan yang kala itu hadir begitu saja di hadapannya.
Dengan raut wajah yang bingung, ia menoleh ke belakang dan kembali menatap perempatan yang ada di hadapannya. Jelas … ia merasa bahwa ada hal yang aneh di dalam labirin ini. Karena ia yakin bahwa beberapa detik yang lalu ia belum mendapati perempatan seperti ini, namun anehnya perempatan itu muncul secara tiba-tiba ketika Angga sedang mengusap kedua matanya yang terasa berbayang.
Namun, ia tidak bisa dan tidak boleh berpikir lama-lama, karena ia harus segera menemukan wanita yang menjerit beberapa waktu yang lalu, yang pada akhirnya membuat Angga merasa teralihkan dengan pengambilan keputusannya yang harus membuatnya memutuskan dirinya untuk berbelok ke arah mana.
"Huft … Okay, aku akan ke arah kanan terlebih dahulu." gumam Angga kepada dirinya sendiri, ia menganggukkan kepala setelah ia meyakini bahwa asal suara dari jeritan itu terdengar dari sisi kiri ketika ia berjalan ke arah depan dan itu merupakan sisi kanan jika ia berbalik ke arah belakang, yang pada akhirnya Angga pun berjalan cepat untuk kemudian berbelok ke arah kanan, sesuai dengan intruksi yang ia ucapkan kepada dirinya sendiri.
Kedua langkah kaki Angga yang melangkah dengan cepat itu pun seketika terhenti di saat ia melihat genangan darah yang baru saja diinjak oleh kaki kirinya, dan pandangannya kini menelusuri genangan darah tersebut, yang pada akhirnya membuat Angga cukup shock setelah mengetahui dari mana genangan darah itu berasal.
"Hh … hhhh …. hhh… " hembusan napas Angga saat ini terdengar menderu-deru, Angga menjadi semakin merasa tidak karuan setelah melihat sebuah kaki yang kini tergeletak di tikungan lainnya yang berada tidak jauh dari tempat Angga berdiri saat ini. Mungkin sekitar empat hingga enam meter jaraknya dari tempat angga berdiri, Angga tidak bisa melihat keseluruhan dari tubuh yang tergeletak di depan matanya, karena terhalang oleh tikungan yang berbelok ke arah kiri.
Ingin sekali rasanya ia berbalik dan tidak mendekati orang yang tergeletak di tikungan tersebut, namun ia meyakini bahwa itu merupakan seorang wanita yang sempat ia dengar menjerit beberapa waktu yang lalu.
Angga akui meski dirinya merasa takut seperti saat ini, namun ia tidak bisa meninggalkan wanita yang tergeletak itu sendirian. Angga mengetahui bahwa wanita itu membutuhkan pertolongan, dan terlihat jelas dari darah yang mengalir membuat Angga beranggapan bahwa wanita itu tengah terluka. Hal itulah yang membuat Angga memberanikan dirinya untuk melangkah mendekati tikungan tersebut.
"Astaga!"
Angga memekik ketika ia terkejut sesaat setelah dirinya melihat sebuah penampakan yang mengerikan di hadapannya. Dengan cepat Angga menutup mulutnya dan rasa mual yang muncul dari dalam tubuhnya pun akhirnya membuat Angga muntah, setelah dirinya menyaksikan sesuatu yang mengerikan yang membuat tubuhnya pun bereaksi dengan cara seperti itu.
Stres akut yang ditimbulkan setelah Angga melihat sesuatu hal yang mengerikan, pada akhirnya mengubah secara temporer sistem neurokimiawi otak sehingga hal itu bisa menimbulkan gejala-gejala fisik seperti mual dan juga muntah. Hal itulah yang dirasakan oleh Angga saat ini, ia terkejut dan menjadi stres setelah ia melihat sebuah tubuh yang tergeletak tanpa kepala.
"Hh … hhh … " napas Angga memburu, tubuhnya terasa sangat lemas dan tidak sanggup untuk menopang berat badannya lagi, sehingga ia memilih untuk terduduk membelakangi jasad itu. Enggan sedikit pun untuk kembali menoleh atau berhadapan dengan jasad tanpa kepala yang sempat ia saksikan beberapa saat yang lalu.
Angga tidak bisa berpikir dengan jernih saat itu, ia bahkan tidak bisa memikirkan apapun selain termenung karena terkejut. Wajahnya yang berkulit sawo matang itu sontak menjadi pucat pasi, keringat dingin pun bahkan bercucuran di pelipis dan sekitaran dahi Angga.
Ingin sekali rasanya ia pergi dari tempat itu, namun ia tidak memiliki banyak tenaga. Seolah tenaganya terkuras begitu saja setelah ia mual dan muntah, yang pada akhirnya ia terdiam sejenak untuk menetralkan rasa keterkejutannya saat itu.
Untuk beberapa menit, setelah Angga merasa bahwa ia sanggup untuk melakukan hal lainnya, Angga pun akhirnya bangkit dari duduknya dan menoleh dengan pelan jasad tanpa kepala yang masih tergeletak di belakang sana. Hal itu pun membuat Angga dengan ragu melangkah mendekati jasad tanpa kepala tersebut.
Kedua pandangan Angga saat ini menatap jasad tersebut dengan seksama, tubuh itu terlihat sangat mengerikan yang kembali membuat Angga menutup mulutnya untuk menahan rasa mual yang kembali menyerangnya. Namun, pada akhirnya Angga bisa menghadapinya setelah ia menstabilkan napasnya beberapa kali.
Tubuh tanpa kepala yang tergeletak di hadapan Angga saat ini merupakan tubuh seorang wanita, dan Angga menjadi yakin jika tubuh ini merupakan tubuh dari wanita yang sempat ia dengar jeritannya. Angga juga menjadi semakin yakin bahwa wanita itu merupakan wanita yang menjerit setelah dirinya menyentuh darah yang mengalir dan dirasakannya masih hangat.
Semua itu menandakan bahwa wanita ini baru saja tewas, dan beberapa menit kemudian ditemukan oleh Angga. Dihelakannya napas Angga untuk menanggapi hal itu, wanita ini tewas dengan mengerikan dan seketika saja sebuah pertanyaan pun hadir di dalam benak Angga, yang membuat Angga merasa cukup takut setelah menyadarinya.
"K …kepalanya, … ke mana kepalanya?" tanya Angga seraya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari kepala yang terpisah dari tubuhnya. "Hh … hhh …" napas Angga yang semula normal kini kembali menjadi menderu-deru, ketika ia tidak berhasil menemukan kepala yang terpisah dari tubuhnya di sekitaran sana.
Logika dari Angga pun seketika berfungsi di saat Angga merasa panik seperti saat ini, seseorang pasti membunuhnya secara sadis, dan membawa kepalanya. Itulah logika yang datang ke dalam kepala Angga, karena dapat dilihat dengan jelas jika leher yang terputus di sana terlihat sangat rapi, yang membuat Angga merasa bahwa orang yang membunuhnya menggunakan senjata semacam pisau atau pedang yang tajam, menyadari hal itu membuat dirinya pun terpatung di tempatnya, "S … siapa yang membawanya?? siapa yang melakukannya??" itulah pertanyaan yang akhirnya hadir dan digumamkan oleh Angga, dilanjutkan dengan sebuah pertanyaan yang menjadi kunci di dalam pembunuhan ini, 'Ke mana perginya orang yang membunuh wanita ini?'.
Semua pertanyaan itu membuat Angga merasa bahwa dirinya pun berada di dalam situasi yang gawat, ia bisa saja menjadi korban selanjutnya, jika benar orang ini adalah seseorang yang benar-benar sadis. Kedua pandangan Angga kembali menatap jasad tanpa kepala yang tergeletak di hadapannya, Angga menilik secara menyeluruh tubuh tanpa kepala itu dan berakhir menemukan sebuah tato yang tergambar di tangan kanannya, yang membuat Angga pun mendekati jasad itu dan melihat tato tersebut.
Sebuah kata yang tertulis, yang pada akhirnya menempel di dalam ingatan Angga saat ini. Tato itu bertuliskan 'In the middle of every difficulty lies Opportunity.' dan juga sebuah tulisan lainnya yang tertulis menggunakan bahasa Spanyol 'La vida es una eleccion, hay muchas pistas, solo abre los ojos, los oidos y el corazon.' untunglah Angga menguasai banyak bahasa dan diantaranya adalah Spanyol, dan hal itu menguntungkan dirinya saat ini, ia dengan cepat membaca tulisan dari tato tersebut dan mengingatnya dengan baik.
Tato pertama merupakan tato yang bertuliskan tentang kata bijak dari seorang fisikawan terkenal Albert Einstein, tulisan itu mengartikan bahwa 'Di tengah kesulitan selalu terdapat kesempatan' dan satu tato lainnya merupakan sebuah kata yang ditulis dengan bahasa spanyol yang memiliki arti, ' life is a choice, there are many clues, just open your eyes, ears, and heart' atau dalam bahasa itu berarti ' hidup merupakan pilihan, banyak clue di sana. Kau hanya perlu membuka mata, telinga dan hati'. Setelah membaca tato itu, Angga pun merasa bahwa ia harus mengingat kedua kata yang baru saja di pahami oleh dirinya.
Tap … Tap … Tap …
Sebuah suara langkah kaki yang mendekat, membuat Angga terkejut mendengarnya. Satu hal yang bisa ia pikirkan, ia harus lari menjauhi tempat itu.