Sebuah pernikahan seharusnya dilandasi dengan perasaan saling cinta. Berbeda dengan Hilman yang tidak mengharapkan sama sekali pernikahan tersebut. Ia memiliki satu cinta hanya untuk Eva seorang. Meskipun ia harus menjalani pernikahan dengan Laila yang jauh lebih cantik dan muda dari Eva, Hilman tidak bisa berpaling atau membagi cinta untuknya. Karena cintanya hanya terpaut pada satu hati, Eva.
Dalam meriahnya pesta pernikahan, seorang wanita duduk di sebuah kursi dengan penampilan anggunnya. Ada perasaan sedih, marah, benci dan kecewa menjadi satu. Ia juga khawatir akan suatu hal yang belum terjadi. Berbagai pikiran buruk pun merasuk ke dalam relung jiwanya.
"Dia memang sangat beruntung," gumamnya menyunggingkan senyum. "Mungkin dibandingkan dengannya, aku hanya seonggok sampah yang tidak ada harganya ...." Ia menghela nafasnya gusar.
Perasaannya kini diselimuti rasa kecemburuan. Melihat suaminya berada di samping wanita lain yang merupakan madunya. Baru saja acara pernikahan antara Laila dengan Hilman dilangsungkan. Suasana pesta pun menjadi pemandangan yang mewah bagi penduduk desa Wanadadi itu.
Sebuah pernikahan yang digelar mewah itu menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Meskipun Pramono maupun Laila bersikeras untuk mengadakan pernikahan sederhana, Redho pun bersikeras untuk membuat pernikahan mewah.
Masih dengan wanita yang sama, Eva, duduk sendirian di pojokan. Ia menikmati minumannya sendiri. Ia tidak memiliki rekan atau saudara di desa ini. Walaupun orang-orang di sekitar tahu bahwa dirinya istri pertama Hilman, mereka tidak ada yang mendekatinya. Itu membuat Eva kecewa dengan warga desa Wanadadi yang tidak menghormatinya. Bahkan cenderung tidak memperdulikannya.
"Mengapa hati ini sakit?" Eva berdiri dan berjalan menuju ke arah kedua mempelai yang sedang duduk di atas pelaminan.
Eva tidak peduli dengan tatapan para tamu undangan yang memperhatikannya berjalan bagaikan kucing yang berjalan di atas mimbar itu. Bak seorang model, dengan tampilan anggun dan terlihat cuek itu nyatanya mampu menghipnotis para tamu undangan.
"Itu istri pertama pak Hilman, bukan?" tanya seorang wanita yang suaminya bekerja untuk Hilman.
"Iya, dia ibu Eva, istri pertama pak Hilman," balas sang suami, memandang dengan takjub. Ia akui Eva merupakan wanita cantik namun ia baru saja menyadari kehadirannya.
Mereka terlalu fokus pada Hilman dan Laila yang terlihat serasi. Walaupun perbedaan usia mereka yang terpaut satu windu itu, tidak meninggalkan kesan tidak cocok. Mereka juga tahu Laila merupakan seorang gadis dengan pengetahuan dan tingkat kedewasaan yang cukup untuk menikah dengan pria lebih tua darinya.
"Selamat, Mas Hilman ... akhirnya kamu menikah dengan gadis cantik ini. Eh, maaf, siapa namamu tadi?" tanya Eva pada Laila. Ia menampilkan raut muka yang kurang suka dengan Laila.
"Saya Laila ..." jawab Laila lirih.
"Oh, Laila? Nama yang bagus-"
"Eva?" Hilman memegang tangan Eva dengan perasaan sendu. Ia tahu Eva cemburu pada Laila.
Hilman menyesal tidak bisa memberikan pernikahan mewah untuk Eva. Ia dan Eva dulu menikah dalam keadaan memprihatinkan. Bahkan itu tidak layak disebut sebagai sebuah pernikahan. Saat itu Hilman tidak berada di dalam keluarga Redho. Ia menikah dengan Eva tanpa persetujuan dari Redho sehingga ia tidak mampu mewujudkan pernikahan yang layak dengan Eva.
Sekarang Hilman kembali menikah untuk yang ke dua kalinya. Saat ini ia menikah dengan mewah. Meskipun demikian, ia tidak pernah merasa bahagia. Baginya hidup dengan Eva adalah sebuah kebahagiaan, sebelum akhirnya Laila muncul dalam kehidupannya.
Eva menatap suaminya dengan pandangan nanar. "Tidak apa, Mas. Mungkin ini memang jalannya. Semoga Mas Hilman bisa bahagia dengan istrimu ini," tunjuk Eva pada Laila.
Sekilas Laila memandang heran kepada Eva. Ia tidak tahu siapa Eva. Ini pertama kalinya ia melihat Eva. Ia tahu kalau Hilman sudah memiliki seorang istri namun ia belum tahu siapa istrinya.
"Oh, mungkin kamu tidak kenal denganku?" Tatapannya tertuju pada Laila. Eva pun melanjutkan dengan mengatakan, "Tidak masalah ... karena aku sudah ada di sini, biarkan aku memperkenalkan diri terlebih dahulu." Eva melirik ke arah Hilman sebelum meneruskan perkataannya.
Pada akhirnya Redho dan Seruni menyadari, mungkin saja Eva sengaja membuat keonaran di acara suci tersebut. Walaupun sekarang sudah terlambat untuk membatalkan pernikahan Hilman dan Laila, Redho berpikiran bahwa mungkin Eva akan berbuat tidak baik terhadap Laila.
"Ke mana, Pah?" tanya Seruni yang memegang pundak Redho.
"Tidak apa, Ma. Papa hanya ingin memastikan menantuku itu tidak mengalami kesulitan," ujar Redho. Ia berdecak kesal saat melihat Eva yang mendekati Laila.
"Iya, Pah. Tapi biar Mama yang memastikan. Papa layani tamu dengan baik." Seruni pamit pada Redho. Ia takut Eva memiliki pemikiran kotor untuk berbuat tidak baik terhadap Laila.
Laila menunggu dengan tenang apa yang akan diucapkan Eva. Ia tidak memiliki kecurigaan atau pemikiran buruk terhadap siapapun. Semuanya ia hadapi dengan senyuman. Walau dirinya tidak tahu, ia benar atau tidak menikah dengan Hilman. Bagaimana dengan istri pertama Hilman, Laila belum terpikirkan.
"Kamu tentu tahu kalau mas Hilman sudah memiliki seorang istri, bukan?" Eva menatap Laila dengan dingin. "Perkenalkan, namaku Eva. Aku istrinya Hilman yang paling dicintai olehnya!" cetus Eva dengan menggebu.
Meskipun ia harus menahan rasa sakit di hatinya, Eva sebisa mungkin tetap tegar menghadapi kenyataan. Meskipun dia istri pertama namun dia sadar diri, ia tidak pernah dianggap sebagai keluarga oleh keluarga Hilman. Maka dengan meyakinkan dirinya, ia menekankan bahwa ia adalah istri pertama. Sebagai istri ke dua, Laila diharuskan menghormati Eva.
"Mbak Eva? Aku Laila, Mbak,"kata Laila mengulurkan tangan, tersenyum lembut pada Eva.
Eva menepis tangan Laila, ia tersenyum miris dengan semua kejadian itu. Bagaimana ia bisa melihat Laila tersenyum melihatnya? Ia merasa Laila telah menghinanya karena senyuman itu.
"Eva, berhenti!" pekik Seruni. Ia tidak habis pikir dengan kelakuan Eva yang membuat onar.
Terdengar suara keras dari Seruni membuat Eva menoleh. Ia merasa kaget sekaligus merasa bersalah. Ia tidak mengira akan mendapatkan kejutan ini.
"Ma-ma?" ucap Eva tergagap.
"Mama? Maaf, saya bukan mamamu!" bentak Seruni. Ia sudah kepalang emosi, Eva merusak pernikahan Hilman dan Laila.
Karena ulah Eva, membuat malu keluarga Redho. Seruni tidak bisa membiarkan semua itu terjadi. Ia harus memisahkan Laila dengan Eva. Ia juga merasa was-was kalau Laila terus diganggu seperti saat ini.
"Ma," sergah Hilman. Ia tidak tega melihat mamanya tidak menganggap Eva sebagai menantunya.
Betapa hancurnya perasaan Eva mendengar Seruni yang tidak mengakuinya. Memang ia bersalah, tidak seharusnya ia mengganggu Laila. Saat ini Laila adalah menantu mereka yang paling disayang. Dirinya hanya seonggok sampah yang tidak berarti.
"Apa yang kamu katakan pada menantuku?" Seruni mendekat dan memeluk Laila.
"Ma," panggil Laila. Ada perasaan tidak mengenakan di batin Laila. Ini seharusnya tidak terjadi. Laila bukan perempuan picik yang menghalalkan segala cara.
Laila menyadari, ia bukanlah satu-satunya istri Hilman. Ia menikah dengan Hilman karena perjodohan. Salah dirinya jika ingin dianggap istri oleh Hilman. Sebaliknya dengan Eva. Wanita yang dinikahi Hilman karena cinta.
***