''TINN!''
Suara klakson mobil yang nyaring membuat tanganku refleks bergerak menekan pedal rem sekuat mungkin hingga motorku berhenti tiba-tiba.
''Faya,''
Jantungku masih berdegup kencang tidak berirama, namun panggilan seseorang membuatku langsung menoleh ke belakang. ''Kak Gasta?'' gumamku semakin kaget saat melihat kak Gasta keluar dari dalam mobil itu.
Tidak lama kemudian, sosok wanita cantik dengan rambut panjangnya yang menjuntai indah juga keluar dari dalam mobil kak Gasta. ''Kak Alice? kagetku lagi sangat tidak menyangka.
Kak Alice tersenyum kaku ke arahku dan ia berjalan ke samping kak Gasta. Kini kak Alice dan kak Gasta berdiri bersampingan sembari menatapku yang masih kebingungan.
Tiba-tiba aku teringat pesan Mama yang mengajarkanku untuk sopan kepada seseorang yang lebih tua, jadi kuputuskan mematikan mesin motor dan turun dari atas motor walau kepalaku masih terasa sempoyongan. "Ada apa Kak?" tanyaku pada kak Gasta yang masih menatapku datar dan berdiri menghadap mereka.
"Gue boleh pinjam hape lo?"
Aku menatap kak Gasta dan kak Alice bergantian, entah sejak kapan pikiran kotor mulai menghantui isi kepalaku sekarang. Mengapa bisa kak Alice dan kak Gasta berada di jalan sepi yang penuh pepohonan ini? Dan bukan kah kak Gasta sudah berjanji akan mengantarkanku pulang, namun ia malah pergi bersama kak Alice dan meninggalkanku sendirian.
"Buat apa?" tanyaku pelan, kini aku menatap kak Alice dan mengamati penampilannya yang terlihat sedikit berantakan.
Astaga, apa yang sedang aku pikirkan!
"Ban gue bocor," Kak Gasta menunjuk ban mobil bagian depan sebelah kanan. "Hape gue habis baterai, jadi nggak bisa nelpon montir."
"Oh .... " sahutku dan menatap kak Alice, bukankah kak Alice mempunyai ponsel?
"Alice nggak bawa hape." kata kak Gasta menjawab pertanyaan di otakku, seolah ia tahu apa isi otakku sekarang.
"Eung ... bentar," aku membuka tote bag yang aku sandang di bahu kiriku dan meraih ponselku di dalam tas ini. "Ini kak," ujarku sembari mengulurkan tangan dan memberikan ponselku kepada kak Gasta.
Kak Gasta menerima ponselku dan membalas tatapanku. "Password?"
"Nggak pakai." jawabku membuat kak Gasta langsung menghidupkan layar ponselku dan berjalan menjauh dari kami tanpa pamit, meninggalkan suasana canggung antara aku dan kak Alice.
Kak Alice tersenyum manis kepadaku, oh tidak, senyum kak Alice bukan hanya manis, namun sangat memukau dan memikat siapa pun yang melihatnya. Bahkan ketika dia tersenyum ke arahku, aku langsung merasakan aura cantiknya yang sangat bersinar.
"Pipi lo udah baikan?" tanya kak Alice membuka obrolan.
"Sedikit, Kak." sahutku pelan dan canggung.
Aku tahu, mungkin alasan kak Gasta meninggalkanku adalah karena kak Gasta ingin mengantarkan kak Alice pulang. Lagian, aku bukan siapa-siapa dan tidak sepenting itu buat kak Gasta hingga membuat kak Gasta harus menungguku di parkiran.
Jelas saja, siapa pun orangnya, jika disuruh memilih antara aku dan kak Alice. Tanpa berpikir panjang, pasti orang itu akan memilih kak Alice dan menolak diriku secara mentah-mentah serta terang-terangan yang seperti kak Gasta lakukan kepadaku.
"Maaf ya, Gasta jadi ninggalin lo karena mau ngantarin gue pulang." kata kak Alice memasang ekspresi bersalah.
Aku tertawa miris di dalam hati. Ternyata benar dugaanku, kak Gasta meninggalkanku demi mengantarkan kak Alice pulang.
Rasanya sakit, hatiku kembali ditusuk dengan belati yang begitu tajam.
Aku tersenyum tipis. "Nggak papa kok Kak, gue juga bawa motor, jadi bisa pulang sendiri."
Kak Alice lagi-lagi tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya sembari menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Tanpa sadar bibirku sedikit terbuka, aku menatap penuh kagum kecantikan kak Alice yang tiada tara.
"Kenapa?"
"Ha?" sahutku tersadar dan menatap kak Alice kaget.
"Ada yang salah ya? Kenapa lo natapin gue gitu?" tanya kak Alice kebingungan.
"Eumm .... " aku menggigit pelan bibir bawahku. "Kak Alice cantik." ujarku memuji kak Alice jujur.
Kak Alice tertawa pelan, bahkan suara tawanya pun sangat merdu dan membuat candu. Pantas saja kak Alice terkenal dengan vokalnya dan memenangkan kompetisi nasional bahkan sudah sampai ke ajang internasional. "Gue udah biasa dipuji gitu," kata kak Alice dan tersenyum.
"Oh, gitu ya." sahutku dan mencoba untuk mengartikan ekpresi kak Alice yang kini terlihat sedikit angkuh. Namun sepertinya, hanya aku yang salah menilai arti ekspresi itu. Mana mungkin gadis sebaik dan secantik kak Alice memiliki sikap angkuh.
"Btw makasih ya pujiannya, semua perempuan cantik kok."
Benar dugaanku, bahwa aku yang salah menilai ekpresi kak Alice tadi. Lihat saja apa yang baru dia katakan, kak Alice bahkan tidak terbang saat dipuji.
"Iya Kak, sama-sama."
Beberapa detik setelah aku menyahuti ucapan kak Alice, tidak lama kemudian kak Gasta yang semula berada di belakang mobil kini berjalan ke arah kami.
"Ini, makasih." kata kak Gasta sembari menyerahkan ponselku ke arahku.
Aku menerima ponselku dan menatap kak Gasta. "Sama-sama, Kak Gasta." sahutku dan hanya tersenyum tipis karena pipiku masih sakit dan aku juga sedang mengenakan helm di kepala.
Suasana tiba-tiba menjadi canggung, aku dan kak Gasta saling bertatapan satu sama lain. Sedangkan kak Alice memandangi jalanan yang sepi dengan mata yang berputar menatap sekeliling.
Pikiran kotor itu kembali, pertanyaan apa yang dilakukan oleh kak Gasta dan kak Alice di dalam mobil sejak tadi dan sebelum aku datang kini memenuhi isi kepalaku. Selain itu, saat melihat baju kak Alice yang sedikit berantakan membuat pikiranku semakin berkelana.
Tidak, tidak mungkin sosok wanita cantik dan lelaki tampan seperti kak Alice dan kak Gasta melakukan hal yang tidak senonoh di dalam mobil itu. Ini hanya prasangka buruk, aku tidak boleh berpikiran buruk tentang orang lain.
"Ngapain masih di sini?"
Pertanyaan yang tiba-tiba terdengar keluar dari mulut kak Gasta membuatku mengerjap polos. "Ha?" sahutku seperti orang bodoh.
"Urusan gue sama lo udah selesai, ngapain lo masih di sini?" tanya kak Gasta sekali lagi dengan wajah datarnya dan tatapan tajamnya yang begitu menusuk.
Aku membisu.
Setelah tidak membutuhkanku lagi, kini kak Gasta mengusirku begitu saja?
Memang benar, tidak ada hal yang perlu aku lakukan lagi di sini karena kak Gasta sudah tidak membutuhkanku lagi. Tetapi, aku tidak ingin hal-hal yang seharusnya tidak terjadi akan terjadi setelah aku pergi.
Tidak ada yang tahu isi hati dan pikiran seseorang selain Tuhan, tetapi hasutan setan bisa datang kapan saja, kan? Maka dari itu, kak Gasta dan kak Alice tidak boleh berduaan.
Aku akan tetap di sini menemani kak Gasta dan kak Alice sampai montir datang. Walau pun kak Gasta mengusirku dengan kasar, dan badanku sudah lelah dan letih, tetapi aku akan tetap di sini.
Demi apa? Ya demi menjaga calon jodohku agar tidak disentuh orang lain.