Chereads / Alunan Indah / Chapter 18 - 18. Aku dan kak Gasta

Chapter 18 - 18. Aku dan kak Gasta

Aku akan tetap di sini menemani kak Gasta dan kak Alice sampai montir datang. Walau pun kak Gasta mengusirku dengan kasar, dan badanku sudah lelah dan letih, tetapi aku akan tetap di sini.

Demi apa? Ya demi menjaga jodohku agar tidak disentuh orang lain.

Aku masih belum menjawab pertanyaan kak Gasta dan sekarang aku sedang sibuk memikirkan jawabannya. Sebuah ide tiba-tiba muncul di kepalaku membuat bibirku tanpa sadar tersenyum refleks, namun dengan cepat aku merubah ekspresi wajahku dan memasang wajah sedih. ''Eung... pipi gue sakit banget, kepala gue makin pusing, kayaknya gue nggak bisa bawa motor sendirian deh.'' aku memegangi kepalaku yang memang terasa pusing tetapi aku sedang melebih-lebihkan nya.

Aku sedikit menyipitkan mata dan melihat tatapan kak Gasta yang begitu datar sedang menatapku, beruntungnya kak Alice dengan cepat berjalan ke sampingku dan memegang lengan tanganku.

''Mending lo duduk dulu deh, di sini.'' ujar kak Alice dan menarik lengan tanganku untuk mengikutinya, ia membawaku duduk di trotoar pinggir jalan di bawah pohon rindang yang teduh.

Aku menurut dan duduk di tempat itu, sedangkan kak Alice juga duduk di sampingku sembari menghela napas. ''Makasih Kak,'' ujarku lemah kepada kak Alice.

''Sama-sama,'' kak Alice menyahut ucapanku sembari tersenyum, ia menatapku cukup lama. ''Sekali lagi gue minta maaf atas kesalahan Gasta.''

''It's okay, Kak.'' jawabku dan melihat ke arah Kak Gasta yang menyandarkan tubuhnya pada bagian depan mobil.

Setelah itu hanya ada keheningan yang terjadi di antara kami yang sedang menunggu montir datang, sudah belasan menit kami saling terdiam di sini. Apakah ini yang akan dilakukan kak Alice dan kak Gasta jika tidak ada aku di sini? Atau ka rena kehadiran ku yang menyebabkan kecanggungan dan membuat mereka tidak merasa nyaman?

Pertanyaan itu menghantui isi kepalaku sekarang dan menghembuskan napas panjang.

Dari ekor mataku, aku melihat bahwa kak Alice sedang melihat ke arahku dan aku hanya bersikap seolah-olah aku tidak tahu bahwa sedari tadi dia terus menatapku.

Apa yang sedang ia pikirkan tentang ku?

''Gasta ngantar gue duluan karena gue ada urusan mendesak tadi,'' ujar kak Alice tiba-tiba dan menatapku.

Aku menoleh dengan serngitan di dahiku, ''oh… begitu.'' sahutku merespon ucapan kak Alice. ''Nggak papa kok Kak, urusan Kak Alice jauh lebih penting dibanding gue, kan?'' tanya ku dan tersenyum tipis sembari melirik kecil kak Gasta yang kini menatapku.

''Alice ada latihan vokal,'' ujar kak Gasta menatapku.

''Wah… itu kan penting banget?!'' kaget ku tidak sengaja.

Kak Alice mengangguk-anggukkan kepalanya berkali-kali sepertinya ia setuju dengan ucapanku. ''Ini latihan penting banget, karena gua bakal ikut tanding ajang internasioal lagi.'' Ia memasang raut wajah sedih dan menatap ku. ''Gue pikir ini nggak lama, tapi udah hampir setengah jam montirnya belum datang.''

''Terus gimana?'' tanyaku khawatir, aku tidak tahu mengapa aku tidak membenci kak Alice yang sangat dekat dengan kak Gasta.

''Gue… '' kak Alice menatapku penuh harap. ''Boleh pinjam motor lo?''

Aku menatap kak Alice dan belum mengatakan apapun.

''Gue minta tolong banget, gue bisa bawa motor kok dan kalau ada bagian motor lo yang rusak karena gue, bakal gue ganti motor baru. Ponsel gue mati total dan gue nggak punya akses buat hubungin siapa pun.''

Aku terdiam beberapa saat sembari menatap wajah melas kak Alice yang menatap ku penuh harap, aku menghembuskan napas dan menyerahkan kunci motorku pada kak Alice. ''Ini Kak, hati-hati ya.''

Kak Alice menerima kunci motor itu dengan penuh semangat, ia lekas bangkit dari duduknya dengan senyum yang merekah sempurna. ''Terima kasih ya, gue bakal jaga baik-baik motor lo.'' kak Alice mengenakan helm dan menyalakan mesin motor.

''Lo yakin pergi sendiri? Gue bisa nemanin lo daripada entar lo kenapa-kenapa Lice, mending gue temanin.'' ujar kak Gasta menatap kak Alice khawatir. ''Lo jarang pakai motor,''

Aku meneguk ludah, apakah mereka dengan tega nya akan meninggalkan ku sendirian di sini dalam keadaan sedang terluka? Bahkan mereka sudah tega membiarkan aku mengendarai motor sendirian dan sekarang mereka hendak meninggalkan ku dan membawa pergi motorku?

Yang benar saja!

''Gue bisa pergi sendirian, gue bukan anak kecil yang harus lo anterin ke mana-mana Gasta.''

Aku diam-diam menahan senyum saat mendengar jawaban kak Alice yang menolak tawaran kak Gasta, aku berdeham pelan dan pura-pura terlihat tenang.

''Gue pamit, bye!'' kak Alice menekan sekali tombol klakson motorku dan melaju pergi.

Sekarang yang tertinggal di sini hanya aku dan kak Gasta, lelaki itu diam membisu sembari menatap ke arah jalanan. Sepertinya ia sudah tidak sabar menunggu kedatangan montir, sedangkan aku sedang kebingungan mencari topik agar bisa berbincang dengan kak Gasta dan menepis suasana canggung ini.

''Seharusnya jangan janji kalau nggak bisa nepatin,'' ujarku tanpa sadar dan menatap kak Gasta yang langsung membalas tatapan ku.

''Maksud lo?'' tanya nya dengan alis bertaut bingung.

''Kak Gasta bilang bakal ngantar gue pulang, tapi itu omong kosong.''

''Kan lo udah tahu alasannya,'' sahutnya dengan wajah datar.

''Tetap aja, kalau Kak Gasta bilang lebih awal sebelum pergi bareng kak Alice ke gue, gue nggak bakalan nunggu lama, bahkan sampai petang gini.''

''Lo nyalahin gue?'' tanya nya masih dengan intonasi suara yang sama. ''Mana teman lo yang sok jagoan itu?''

''Arga?'' tanyaku balik memastikan.

''Nggak tahu,'' sahut kak Gasta dan membuang muka.

Aku menghela napas dan berhenti berbicara yang hanya akan membuat kami semakin renggang, aku tahu kak Gasta tidak suka mengobrol denganku. Ia selalu memasang wajah datar seolah berbicara denganku adalah hal yang paling melelahkan baginya untuk memasang ekspresi selain itu.

Tidak memakan waktu yang lama di saat aku dan kak Gasta sudah tidak membicarakan apa pun lagi, terdengar suara kendaraan mobil yang mendekat ke arah kami.

Aku yang sedari tadi diam-diam mencuri pandang menatap wajah kak Gasta ikut mengalihkan pandangan saat kak Gasta menatap ke jalanan, di mana sebuah mobil sedang melaju pelan kea rah kami.

''Montir nya datang,'' ujar kak Gasta menoleh ke arahku sekilas yang selalu menatapnya.

Aku memajukan bibir bawahku, kami akan segera pulang padahal aku masih ingin berduaan dengan kak Gasta walau hanya ada keheningan di antara kami.

Para montir itu dari mobil dan segera bertanya pada kak Gasta tentang kerusakan mobil yang langsung dijelaskan oleh kak Gasta, mereka langsung bekerja dengan alat-alat montir untuk memperbaiki mobil kak Gasta.

Tidak, aku tidak memperhatikan para montir itu, melainkan kak Gasta yang sedang membalas tatapanku.