"Marlyna, aku harus pergi ke Amerika besok."
"Apa katamu...?!"
Andra menggenggam kedua lengan mungil itu dengan erat lalu menciumnya sekilas, ini memang bukan takdir yang dia inginkan. Hanya saja demi sebuah kebebasan Andra harus mau melakukannya, dan walau pun itu harus pergi secara tiba-tiba. Meninggalkan sang kekasih di negara ini dalam tempo waktu yang cukup lama, membiarkannya mejalani hidup seorang diri tanpa ada Andra yang biasa menemani Marlyna setiap saat. Ini mungkin sangat berat bagi keduanya, akan tetapi perpisahan tidak berarti akhir dari segalanya. Anggap saja sebagai sebuah ujian untuk hubungan yang selama mereka jalani.
Sebagai seorang yang sentimental, Marlyna hanya bisa menangis. Dia tidak menyangka jika Andra akan pergi secara tiba-tiba seperti ini. Dia bahkan tidak mengatakan apa-apa ditelpon tadi, namun kini mengatakan kata pamit yang sama sekali tidak mengenakan hatinya.
"Apa tuan Anggara yang menyuruhmu pergi Andra?" tanya Marlyna dengan wajah sedihnya.