Chereads / twenty four hours / Chapter 10 - Bab 10/Kelompok Kimia

Chapter 10 - Bab 10/Kelompok Kimia

Sarah menumpuk buku-buku tebal di tangannya. Buku paket kimia, fisika, biologi dan anatomi menjadi hal wajib untuk dibacanya walau tidak ada jadwal pelajaran itu di kelas.

Cewek itu baru saja melewati pagar dan masuk ke dalam pekarangan sekolah. Langkahnya cepat, sudah terbiasa bagi Sarah untuk berjalan dengan buru-buru. Baginya, setiap waktu yang diambilnya sangat berguna untuk waktu menghafalnya.

Gadis itu berjalan. Namun langkahnya terhenti ketika guru kimia berjalan di depannya dengan membawa seorang murid pria tinggi yang dijewer olehnya. Pria itu meringis mengikuti langkah guru kimia tersebut.

"Seriusan, Pak. Suer deh, saya nggak bohong, demi kumis Bapak yang hari ini terlihat rapi, indah, dan mempesona." bujuk pria itu.

"Jangan bawa-bawa kumis Bapak!" ucap Bapak itu tidak terpengaruhi.

Pria itu mengaduh kesakitan, "kasihani telinga saya yang nggak salah apa-apa, Pak. Dia nggak bersalah."

"Diam kamu, Zafran!" geram bapak itu. Ah.. sudah sangat jelas siapa pelaku yang sudah berani membuat Guru Kimia berkumis marah.

Zafran menghela nafas, matanya langsung tertuju pada Sarah yang menyaksikan keributan di depannya. Dengan mata membulat, mulut terbuka, Zafran menunjuk Sarah dengan tulunjuknya tidak santai.

"Oh, cewek kuncir!" ucap Zafran, lalu Zafran berlalu begitu saja melewati Sarah karena ditarik oleh Guru Kimia.

Sarah menaikkan alisnya, menatap kepergian lelaki yang baru saja menyapanya tadi. Tidak mau terlalu memikirkan, Sarah pun bergidik tidak peduli dan kembali melanjutkan langkahnya yang terhenti.

***

Sarah sibuk membaca dan mencatat buku anatomi di buku catatan khusus miliknya. Ia selalu menghabiskan waktunya dengan mencatat pelajaran di luar materi sekolah. Kenapa Sarah suka membaca buku berbau IPA? Sarah tidak punya atau mungkin kehilangan cita-citanya semenjak hilang ingatan. Dan pada akhirnya, dari pada tidak punya tujuan, ia memilih untuk menjadi dokter. Walau ia tahu mungkin itu akan mustahil untuk orang amnesia sepertinya.

Saat Sarah sibuk dengan buku-bukunya, sebuah jari mengetuk mejanya, Sarah terhenti dan menatap sang pemilik jari.

"Gue Shela, ya. Ini coklat, gue ada beli banyak kemarin. Dan ini rasa coklat mint" tawar Shela menyerahkan coklat rasa mint, "gue nggak suka coklat mint,"

Sarah tersenyum, menerima coklat pemberian Shela,

"Saya tahu nama kamu Shela. Catatan yang saya baca pertama kali pagi ini adalah nama kamu. Cewek yang duduk di samping saya, yang bilang dirinya manis dan cantik." balas Sarah tak henti tersenyum.

Shela kagum dan takjub, senyumnya mengembang sempurna, ternyata catatan yang diberinya pada Sarah tidak sia-sia.

"Akhirnya, setelah sekian lama!" bahagia Shela.

"Ngomong-ngomong, makasih coklatnya, Shela. Saya sangat suka!"

Di sisi lain, Raka dan Bintang menatap serius ke atas meja mereka. Raka memutar kursinya menghadap ke belakang agar dapat berhadapan dengan Bintang.

Dua cowok itu mengetuk tangan mereka di atas meja dengan gemetar, nafas mereka tidak beraturan, posisi mereka antara menang dan kalah.

"Oi Bin! lo curang! lo terlalu banyak beli tanah, sisain buat gue!" kesal Raka pada Bintang.

"Lo itu pintar di pelajaran aja, urusan ginian malah jadi kriminal yang keluar masuk penjara. Malah duit lo habis dengan membayar pajak jalan tol doang. Kasihan sekali nasib anda!" Bintang mendecak kagum sekaligus meremehkan.

"Lihat aja! gue bakal buat hotel di swiss, nggak akan gue biarkan lo menginjak hotel gue," balas Raka tidak mau kalah.

"Keluar dulu dari penjara, Om! baru ngehayal!"

Raka menahan emosinya dengan menatap tajam pada Bintang. Nyatanya ia tidak pernah bisa menang melawan siapa pun saat memainkan monopoli. Yah! itulah yang diributkan oleh dua orang yang kebanyakan beli tanah dan keseringan masuk penjara.

Kini, Raka dan Bintang beralih pada temannya yang baru datang. Dengan memegang satu telinganya bagian kiri, dan raut wajah masam. Berkali-kali ia menghela kasar.

"Selamat pagi, Bapak Zafran. Semoga saya mendapat kabar menggembirakan dari anda. Sebelum itu, silahkan duduk di kursi ini." ucap Raka sambil mengeluarkan kursi Zafran dan mempersilahkan duduk.

Zafran duduk dan memutar tubuhnya kebelakang melihat kegiatan kedua temannya ini. Zafran menatap monopoli di meja Bintang, menunjuknya dengan dagu.

"Darimana kalian dapat monopoli?" tanya Zafran.

"Tuh," Raka menunjuk siswa paling belakang dengan mulutnya, "yang lagi baca komik, kita pinjam."

Merasa ditunjuk, gadis berkacamata yang sedang membaca komik detektif conan melihat kearah tiga sekawan itu. Cewek itu mengeluarkan jempolnya dan tersenyum sumringah.

"Jangan kasih tahu kalau gue nggak piket hari ini ya," kode cewek itu pada Raka, dan dibalas dengan dua jempol dari Raka.

Zafran menyipitkan matanya melihat cewek kacamata itu.

"Oohh.. punya Mimi, ya?" tanyanya.

"Mimi keripik lo! nama gue Kayla. Mimi sama Kayla beda jauh!" ketus cewek dengan nama Kayla itu. Ia adalah peringkat 3 di kelas Zafran, yang sangat suka menghabiskan waktunya dengan komik.

"Wajah lo lebih cocok dipanggil Mimi," ledek Zafran lagi.

Kayla hampir saja melemparkan buku komiknya pada Zafran. Tapi ia urungkan niatnya ketika melihat guru kimia masuk ke dalam kelas. Raka dan Bintang cepat-cepat membereskan monopoli mereka dan menyimpan nya di laci Bintang.

Ah.. guru kimia, Zafran sangat membenci hari ini, kenapa harus bapak yang berkumis ini lagi?

Pak Surya, guru kimia kelas 11 itu menaruh buku dan tasnya di atas meja guru dan memutar matanya ke penjuru kelas untuk melihat siswanya hari ini. Matanya terhenti ketika melihat korbannya tadi sedang menatap intens padanya.

"Gimana terapi telinganya?" tanya Pak Surya dengan senyum cengirnya pada Zafran.

Zafran memaksakan senyumnya, berlagak sok manis. "sangat sakit! makasih Bapak dengan tangan campuran molekul-molekul dan senyawa-senyawa yang hebat!"

"Bapak laporkan ke Papa kamu ya, Zafran," ancam Pak Surya. Bapak ini tegas, tapi tidak pernah menunjukkan kemarahannya.

Zafran hormat dengan cepat, "siap saya laksanakan perintah Bapak. Jangan kasih tahu Papa demi kelangsungan uang saku dan keripik tempe saya."

Satu kelas tertawa renyah melihat tingkah Zafran yang bobrok. Tanpa ada yang tahu, Sarah ikut tertawa kecil melihat tingkah Zafran di sudut sana.

Raka di samping Zafran menyenggol tangan teman sebangkunya itu. Zafran beralih pada Raka.

"Ada apa antara lo dan Pak Surya? lo nggak singgung soal kumis dia, kan?" tanya Raka penasaran.

Zafran menatap Raka sambil menunjuk Pak Surya dengan jempolnya. Berbicara dengan berbisik,

"Urusan antara segitiga bermuda," jawab Zafran lalu kembali menatap ke depan. Raka hanya bisa berfikir 'hah?' karena tidak dapat mengerti.

Zafran hanya menghela nafas berat, meratapi nasibnya yang harus bertemu Pak Surya. Zafran baru tahu kalau Pak Surya adalah teman Papanya di masa sekolah dulu.

Dan Zafran tidak bisa lupa saat Pak Surya bilang kalau Papa Zafran menelfon dirinya jika dia bebas melakukan apa pun dengan Zafran. Kalau bisa, sita keripik tempe yang dibawa Zafran. Itu akan lebih mempan daripada menjewer Zafran.

Dan Zafran sangat meratapi dirinya yang lupa menepati janjinya untuk mengumpulkan tugas kimianya pada Pak Surya secara pribadi hari ini, karena Zafran termasuk dalam siswa baru yang diberikan kelonggoran tugas. hanya saja, meski sudah diberi kelonggaran, Zafran tetap lupa membawa. Akibatnya, kesialan mendatangi Zafran hari ini. Untung Papanya belum mengurangi uang sakunya.

"Oke! hari ini ada tugas kelompok untuk kalian yang berisikan lima orang dalam satu kelompok," ucap Pak Surya memulai pelajarannya pagi ini.

Pak Surya mengeluarkan kotak merah berisi nomor-nomor kelompok yang ditulis di kertas.

"Kalian ambil satu kertas, setelah dapat kertasnya, duduk dengan kelompok yang sudah Bapak atur sesuai dengan nomor yang sama! ingat, pilihlah dengan benar, jangan sampai salah pilih dan kalian sakit hati nantinya. Pilihan tidak dapat diputar kembali." jelas Pak Surya dan diikuti tawaan kecil dari para siswa.

Zafran mengangkat tangannya, membuat satu kelas menatap padanya.

"Pak, kata Papa saya, kalau salah pilih, jangan putus asa. Tinggal pilih lagi dan anggap pilihan pertama sebagai pelajaran. Karena kita selalu punya kesempatan kedua,"

Semua murid ikut tertawa. Pak Surya mengeluarkan jempolnya pada Zafran dan tersenyum sumringah.

"Nanti tanya sama Papa kamu, kalau kesempatan kedua tetap salah bagaimana?" suruh Pak Surya meladeni Zafran.

Zafran hormat dengan tegap, "siap, laksanakan, Pak!'

"Dan tanya juga sama Papa kamu, seharusnya kamu dikasih hukuman apa kalau terus bermain dengan bapak?"

"Siap, tidak, Pak."

Semua murid tertawa renyah, setelah Raka, kini keributan di kelas mereka bertambah karena Zafran.

Pak Surya akhirnya mempersilahkan para murid untuk mengambil nomor mereka ke depan. Semua murid secara bergantian untuk mengambil nomor kelompok mereka.

***

Zafran duduk di meja kelompok nomor 3, ia celingak-celinguk karena hanya baru dia yang duduk di meja itu. Dimana teman lainnya? apa mereka tidak melihat keberadaan Zafran? sungguh malang otak minus di IPA ini.

Zafran menutup mulutnya takjub ketika melihat satu teman kelompoknya yang baru datang. Ia menatap tidak santai.

"Wah.. kita satu kelompok? takdir sedang bercanda , Bung!"