'9 JANUARI 2017'
Seorang anak lelaki dengan pakaian seragam SMP berwarna putih dengan rompi dan celana berwarna merah, duduk di kursi taman kota. Anak itu memiliki potongan rambut pendek yang rapi, kulit sawo matang dan hidung tidak terlalu mancung. Menjadi ciri khas sendiri dari ketampanan anak itu.
Anak lelaki itu memegang kotak makan berwarna biru, dari jauh saja sudah jelas itu kotak makan yang mahal. Ia tersenyum, menggoyangkan kakinya yang tak sampai menginjak tanah. Tatapan anak itu celingak-celinguk mencari seseorang yang ia tunggu.
Anak itu menatap jam tangan pemberian Papanya dengan tidak sabar.
"Yang sabar ya perut! aku tahu kamu lapar, orang yang aku tunggu terlalu elastis sehingga suka ngaret." ucap Anak itu sembari mengelus dan berbicara pada perutnya.
"ARAN! MAAF AKU TELAT!" teriak seorang gadis yang sama tinggi dengan cowok itu. Ya, cowok yang sedang menunggu itu adalah Zafran.
Gadis itu berlari dan mengatur nafasnya ketika sudah sampai di kursi yang diduduki Zafran. Gadis itu memiliki rambut pendek sebahu yang hitam dan tebal. Dengan pipi tembam, putih dan berisi seperti mochi. Pipinya akan tiba-tiba memerah jika sudah tersenyum, menangis, dan marah.
Gadis itu menggunakan seragam SMP berwarna putih dengan rok selutut dan rompi berwarna cream. Dilihat dari seragamnya, sudah jelas gadis itu dan Zafran berasal dari sekolah yang berbeda. Gadis itu memegang bola basket di pinggangnya seperti biasanya.
"Jangan ke aku maafnya, minta maaf sama perut aku yang terlalu sabar menunggu cewek tembem." ketus Zafran.
Gadis rambut pendek itu duduk di samping Zafran, menghempaskan badannya di belakang kursi untuk melepaskan keletihannya karena terlalu banyak berlari.
"Aku keenakan main basket tadi." alasan gadis tersebut.
"Jadi, aku nggak penting?" tanya Zafran
"Nggak!"
"Jujur amat, Neng."
"Kata guru agama aku, bohong itu dosa!"
"Kamu kan udah banyak dosa," balas Zafran tidak mau kalah, dan dihadiahi tatapan tajam gadis itu.
Zafran tertawa kecil. Lalu menyodorkan kotak makan biru di depan gadis itu. "Gembul! kamu jadi kan bawa bekalnya?" tanya Zafran.
Gadis yang dipanggil Zafran dengan panggilan Gembul itu kini duduk tegap dan tersadarkan.
"Oh ya, aku bawa." ucapnya. Ia merogoh-rogoh ke dalam tas sandangnya.
Jangan tanya alasan kenapa Zafran memanggil cewek itu dengan panggilan Gembul. Bukan berarti namanya adalah Gembul. Hanya saja, Zafran sangat suka memanggil dengan sebutan itu. Alasannya, karena pipi gadis itu yang tembem dan berisi. Bahkan Zafran sampai saat ini belum tahu nama asli gadis itu, yang penting baginya, ia bisa memanggil cewek tersebut dengan panggilannya sendiri.
"Nih, aku belum tahu apa isinya. Belum sempat liat apa aja yang udah dimasukin Mama tadi." ucap gadis itu dan menunjukkan kotak makan berwarna hitam miliknya.
Zafran menunjuk kotak makan milik gembul itu.
"Cewek di kelas aku, hampir semua kotak makan mereka berwarna pink. Kamu kok nggak?" tanya Zafran.
Gembul mendesis dan memutar bola matanya kesamping. "aku nggak suka pink, aku lebih suka warna yang gelap, nggak terlalu menonjol."
"Dasar cewek setengah rupa!" ledek Zafran.
"Lebih baik jadi aku apa adanya." bela gadis itu.
Zafran mengangguk mengerti. Kini Zafran membuka kotak makannya dan melihatkan pada Gembul isi bekalnya. Ada nasi, ayam goreng, toge rebus dan yang paling penting adalah keripik tempe. Itu adalah makanan pelengkap hidup Zafran. Tanpa itu, rasanya seperti makan sayur tanpa garam.
Zafran remaja itu mengambil satu buah toge dengan ujung tangannya. Menunjukkan ke depan wajah Gembul.
"Kemarin guru IPA aku suruh uji coba buat toge pakai kapas. Aku udah tanam, rencananya mau tunggu besar sampai bisa berbuah jadi kacang hijau. Eh, baru dua hari, Kak Eggy udah cabut. Katanya mau dimasak" jelas Zafran merasa kesal mengingat kejadian pagi tadi. Sudah susah-susah tanam, malah dicabut sama Kakak paling baik.
Cewek gembul itu tertawa kecil. Lalu, membuka kotak makan miliknya. Ia mendecak ketika melihat isi dari kotak bekalnya. Di sana berisi nasi, nugget ayam, dan yang paling dibenci olehnya.
"Kenapa harus ada sup wortel, sih?" keluh gadis itu dengan raut wajah tidak suka.
Zafran melihat isi bekal Gembul.
"Kenapa? kamu nggak suka wortel?" tanya Zafran.
Gembul itu mengangguk cepat, "nggak suka dan benci!"
Zafran menggeleng dan berdecak beberapa kali.
"Wortel baik untuk mata. Nggak baik kalau dia yang baik malah dibenci." nasihat Zafran berlagak bijak.
"Lihat aku! jadi sehat dan tampan karena suka makan sayur," ucap Zafran lagi memuji dirinya.
Gembul menyipitkan matanya, menatap sinis pada Zafran. "suka makan sayur tapi nggak bisa tinggi-tinggi. masak tinggi kita sama? karena terlalu sering makan keripik tempe, kamu jadi nggak tumbuh-tumbuh." lawan gadis itu.
Zafran mendengus, "kata Papa aku, cowok itu tingginya lama. Lihat aja! kamu bakal jauh pendek dari aku nantinya. Kamu cuma bisa tembem aja."
ledek Zafran sambil mencubiti pipi gadis itu. Itu sudah jadi kebiasaan bagi Zafran.
Gembul menepis tangan Zafran, membuat Zafran tertawa kecil melihat tingkah cewek di depannya ini.
"Kalau gitu, biar aku aja yang makan wortel kamu." tawar Zafran menenangkan. Ia mengambil sup wortel dengan sendok dan memakannya.
Gembul tersenyum licik, matanya melihat penuh arti pada paha ayam goreng milik Zafran. Tanpa ada angin, gadis itu mengambil ayam milik Zafran dan langsung memakannya.
"Kita tukeran, kamu wortel, aku ayam. Sangat adil!"
mata Zafran membulat penuh bukan main.
"PAHA AYAM AKU!"
***
'2021'
'Wortel baik untuk mata. Nggak baik kalau dia yang baik malah dibenci'
Sudah lama rasanya Zafran tidak mengucapkan kalimat itu. Dan kini, ia malah mengatakannya pada gadis dengan amnesia aneh yang sama sekali asing dan bukan siapa-siapa baginya. Zafran benar-benar tak habis fikir.
Zafran berfikir sambil duduk di atas sofa ruang tamu sambil menyalakan televisi. Ia duduk dengan mengangkat satu kakinya di atas sofa dan mencomoti keripik tempenya. Matanya lurus ke arah televisi yang menyala dengan siaran tom and jerry yang suka kejar-kejaran tanpa tujuan hidup.
Walaupun matanya menatap televisi, tapi Zafran sama sekali tidak menonton alur ceritanya. Melainkan, sedang terbang dengan pikirannya yang kemana-mana. Pikirannya tidak henti-henti memikirkan ucapan panjang lebar gadis dengan rambut panjang berkuncir tadi.
"Lo ambil dari mana keripik tempenya?" tanya Eggy yang baru datang sambil memukul kaki Zafran yang naik di atas sofa. Eggy duduk di samping sang adik.
Zafran tersadarkan dari lamunannya, menatap sang Kakak ketus.
"Ada orang yang nggak bertanggung jawab yang menyimpan keripik tempe di dalam lemari kaca di dapur," sinis Zafran.
Eggy tertawa kecil, menatap sang adik yang sibuk dengan keripiknya.
"Sepertinya hidup lo terlalu santai, mangkanya nilai lo nggak pernah naik-naik. Kasihan sekali hidup anda, Bapak Zafran!" sindir Eggy.
Zafran beralih menatap Eggy, ia menyodorkan toples keripik tempenya di depan Sang Kakak. Eggy hanya menatap bingung.
"Apa?" tanya Eggy,
"Beliin keripik lagi!" pinta Zafran tidak menanggapi sindiran Eggy.
Eggy berdecak berkali-kali, menggeleng takjub pada Zafran.
"Beli sendiri! lo di kasih uang saku sama Papa." tolak Eggy cepat.
Zafran mendengus, "gue mau nabung, buat beli bola basket baru."
"Buat apa lagi bola basket, Aran? itu di gudang udah penuh sama bola basket lo! Bahkan tikus nggak bisa berkembang biak di sana karena nggak ada celah akibat bola basket lo!" heran sang Kakak sedikit dramatis.
Eggy yakin itu hanya alasan. Nyatanya, sebanyak apa pun bola basket Zafran, cowok itu tetap hanya menggunakan satu bola kesayangannya.
"Heee... kapan lagi gue nyusahin lo, Kak?" tanya Zafran enteng.
"Udah sering!"
Zafran menepuk bahu Eggy dan tersenyum lebar.
"Wah... terimakasih sudah menjadi Kakak yang mau disusahin," ucap Zafran tanpa merasa bersalah.
Eggy mengangguk pelan dan memaksakan senyumnya pada Zafran.
"Sama-sama!"
Zafran tersenyum puas. Kini, ia memperhatikan Sang Kakak dari atas hingga bawah. Eggy sangat rapi.
"Mau kemana lo malam-malam gini? ada janji dengan cewek atau janji dengan pasien?" tanya Zafran.
"Hari ini gue ada pasien malam." jawab Eggy sambil melirik jam di tangannya.
"Selamat meronda, Pak Dokter!" Zafran menyemangati. Zafran sudah menyangka jika Kakaknya akan ada pekerjaan malam ini. Itu sudah kebiasaan bagi Eggy, ia lebih memilih pekerjaan daripada memikirkan tentang pacaran. Dan Zafran sangat suka kakaknya yang seperti ini.
"Kalau gitu beliin gue keripik tempe kalau udah pulang, ya?" mohon Zafran tiba-tiba setelah bersikap baik pada Eggy.
"Enggak!" tolak Eggy cepat.
Eggy berdiri hendak pergi menjalani tugasnya malam ini. Ia melihat wajah Zafran yang kesal.
"Nonton tuh Tom and Jerry, jangan keripik mulu!"
Zafran menunjuk televisi di depannya, menatap Eggy sinis.
"Gue curiga, kalau kita berdua reinkarnasi dari Tom and Jerry." ucap Zafran menduga-duga.
Eggy menggeleng lemah "hidup lo terlalu banyak kartun, Ran!"
"Hidup lo lebih banyak anime!" balas Zafran tidak mau kalah.
"Kalian itu sebenarnya reinkarnasi dari Rama dan Shinta yang di kehidupan ini kelahi karena memperebutkan keripik tempe." ucap seorang pria paruh baya dari pintu masuk. Eggy dan Zafran membalik badan mereka mendapati Sang Ayah yang baru saja pulang, dengan tangan kiri membawa tas samping berisi laptop, tangan kanan memegang kresek hitam.
"Papa bawa apa? keripik tempe nggak?" tanya Zafran.
Evan, Papa dari dua kakak adik itu mengangkat kresek hitam ditangannya dan menggoyang-goyang dengan senyuman lebar pada Zafran.
"Kamu mau rasa apa? original? cabai rawit? atau rasa tersakiti karena melihat dia dengan yang lain?" tanya Evan bercanda.
"Rasa air putih ada nggak?" tanya Zafran lebih ngaco.
"Rasa air putih itu lebih murni daripada rasa cinta yang dipaksakan." canda Evan lagi.
"Papa!" gemas Zafran.
Evan tertawa kecil dan berjalan menuju dua putranya. Ia memberikan kresek tersebut pada Zafran. Menerima itu, Zafran langsung memeluk keripik tempenya.
"Jangan kasih ke dia semua, Pa!" rengek Eggy "Ntar dia nggak sisain buat Eggy."
"Cari pacar sana! baru Papa beliin sama pabrik-pabrik nya," goda Evan pada Eggy. Nyatanya, Evan lebih suka dengan Eggy yang sekarang. Eggy yang apa adanya, Eggy yang melakukan sesuai keinginannya.
Zafran menjulurkan lidah pada Eggy, membuat Eggy mendengus menatap sang adik.
"Kamu Aran!" kini giliran Zafran yang disebut Sang Papa, Zafran menatap Papanya dalam "nilai fisika kamu harus lebih dari 75 kali ini! kalau nggak,"
Evan mengambil keripik kentang dari tangan Zafran.
"Uang saku kamu Papa kurangin, dan jangan harap ada keripik lagi!"
Kini giliran Eggy yang menjulurkan lidahnya pada Zafran. Zafran mengeluh pada Papanya. Fisika? yang benar saja? itu seperti menunggu Albert Einstein sang ahli fisika bereinkarnasi menjadi dirinya.
Evan menepuk bahu Zafran, membuka keripik di tangannya, memakan keripik tersebut dan berjalan meninggalkan dua anaknya.
"PA!!"
***
Sarah memutar-mutar bolpoinnya, ia duduk depan cermin di dalam kamarnya. Ia sedang memilih hal-hal penting yang harus dicatatnya di note persegi berwarna kuning miliknya.
Ada satu hal yang terpikirkan olehnya sedari tadi. Ia memikirkan ucapan dan pembicaraannya dengan Zafran tadi siang. Hanya saja, mungkin mencatat itu akan sia-sia karena akan hilang pada nantinya.
Sarah berjalan menuju lemarinya, mengeluarkan baju olahraga yang akan dibawa besok di jam pelajaran olahraga. Ia takut harus lupa karena terburu-buru besok.
Sarah menaruh baju olahraganya di atas kasur, ingin menutup kembali lemarinya. Tapi, matanya terhenti di bagian atas lemarinya. Sebuah buku persegi panjang diselipkan di bawah pakaian-pakaian yang sudah sangat jarang digunakan Sarah.
Sarah mengambil buku tersebut, menutup lemarinya, dan duduk di kursi depan cermin. Sarah kebingungan membuka bukunya karena buku itu digembok.
"Sarah, ini baju kamu." ucap Salma, Mama Sarah yang membawa tumpukan baju Sarah.
"Oh iya, taruh atas kasur aja, Ma."
Salma mengangguk, menaruh baju-baju Sarah di atas kasur. Kemudian, ia berjalan menuju putrinya.
Sarah menunjukkan buku tersebut pada Mamanya.
"Ini buku punya Sarah ya, Ma? kuncinya ada gak?"
Salma menatap buku di tangan Sarah, "Mama nggak tahu, mungkin buku catatan pelajaran kamu waktu SD atau SMP"
Sarah menggaruk pelipisnya bingung, ia jadi penasaran dengan buku ini. Jika ini catatan pelajarannya dulu, kenapa harus digembok?
"Kalau gitu, kasih Mama aja! biar Mama cari kuncinya di gudang, mana tahu ada salah satu kunci buku ini di sana." tawar Salma.
Sarah mengangguk, ia memberikan buku itu pada Sang Mama tanpa mengalihkan pandangannya dari buku tersebut.
Salma menerima buku itu, dan mengelus rambut putrinya sambil tersenyum. "jangan lupa matiin lampunya kalau mau tidur,"
Sarah mengangguk membalas senyuman Mamanya. "iya"
Salma berjalan meninggalkan putrinya, menutup pintu kamar Sarah ketika sudah di luar. Sarah menatap pintunya yang tertutup dalam diam.
"Itu buku apa?"