Chereads / REINCARNATION / Chapter 11 - PELANGGARAN

Chapter 11 - PELANGGARAN

888 mondar mandir sejak pagi membuat 444 merasa jengah dan risih.

"Hyaa...888 kau tidak bisa diam? Apa kau harus berjalan mondar mandir seperti itu sampai sore nanti? Kita harus segera berangkat."

"Apa dia akan membenciku? Kemarin kita akan mengambil bibinya. Kali ini ibunya. Bagaimana perasaan Hyun? Dia akan kehilangan ibunya. Apa Eun akan menjaganya nanti?"

444 mengerutknan dahinya. "Sejak kapan kau begitu peduli dengan perasaan manusia? Apalagi hanya seorang gadis kecil berusia 13 tahun?"

"Ah, kau ini banyak bertanya," gerutu 888 sambil melangkah menuju pintu lemari yang biasa mereka gunakan berteleportasi. Tentu saja 444 merasa heran bukan kepalang. Biasanya 888 akan mengajaknya berjalan terlebih dahulu ke lobby bawah baru kemudian mereka pergi. Kenapa kali ini? Haah, memang malaikat maut yang aneh, batin 444 kesal.

Saat tiba di halaman rumah Hyun Jae, nampak Kim Min Jae sedang membersihkan halaman. Tak lama kemudian, Hyun Jae keluar dari rumah dengan ceria sambil menenteng tas sekolah dan bekal makan siangnya.

"Bibi Eun membuatkan aku banyak sekali makanan hari ini, bu," lapor Hyun Jae pada ibunya dengan senyum ceria. Kim menoleh dan tersenyum pada Hyun Jae.

"Kalau begitu, kau harus menghabiskan makan siangmu. Ingat, jangan bertengkar dengan teman- teman sekolahmu," pesan Kim Min Jae. Hyun mengangguk, ia mengecup pipi ibunya dan melangkah dengan riang.

888 cepat- cepat menarik tangan 444 untuk bersembunyi dari pandangan Hyun Jae. Tentu hal itu membuat 444 terkejut dan kesakitan.

"Kyaa, kau ini, sakit!" omel 444 kesal. 888 hanya memberi isyarat supaya 444 diam. Dia tidak ingin Hyun melihat kedatangan mereka berdua.Tak lama kemudian saat Kim Min Jae dan Eun Tak keluar dan berangkat kerja barulah mereka berdua mengikuti Kim Min Jae.

"Kya, 888 kenapa wajahmu sedih begitu? Selama kita bertugas baru kali ini aku melihatmu bingung seperti ini," komentar 444.

"Entahlah, aku merasa sakit di sini," jawab 888 sambil menunjuk ke dadanya. 444 menggelengkan kepalanya.

"Kau ini ada- ada saja. Tapi, apa betul kau melihat masa depan Kim bersama Hyun Jae?"

"Hmm...itulah mengapa aku merasa heran. Disini jelas tertulis nama Kim Min Jae. Dan ini semua sesuai. Tapi,mengapa?"

"Kau salah lihat? Mungkin bayangan masa depan itu salah," ucap 444.

888 menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mungkin salah. Kalau kau tidak percaya kau pegang saja tangannya. Lalu kau beritahu aku apa yang kau lihat."

"Mana mungkin aku memegangnya dalam kondisi sedang bertugas seperti ini?!"

"Lepas pin mu dan bertingkah lah seperti manusia biasa. Kau kan sudah pernah bertemu dengannya. Dia akan mengenalimu karena pernah bertemu di bus."

444 menggaruk kepalanya yang tiba-tiba saja terasa gatal. Sungguh ia merasa penasaran sekali. 444 memperhatikan sekitarnya, jangan sampai ada manusia yang menyadari kehadirannya yang tiba-tiba. Merasa aman, 444 segera melepas pin nya. Lalu ia berjalan cepat ke arah Kim, berpura-pura menabraknya hingga barang milik Kim terjatuh.

"Maaf- maaf nyonya. Saya sedang terburu-buru, jadi tidak sengaja menabrak anda," ujar 444 sambil berjongkok dan membantu Kim membereskan barang- barangnya yang jatuh.

"Tidak apa- apa. Ah, bukankah kau Chin Hae? Adik Kim Young Joo? Kita pernah bertemu di bus tempo hari,"ujar Kim sambil tersenyum. 444 segera mengulurkan tangannya yang langsung di sambut oleh Kim dengan hangat.

Untuk sejenak 444 melihat sesuatu, ia merasa terkejut, namun dengan cepat ia menguasai keadaan. Ia pun langsung melepaskan jabatan tangannya.

"Sekali lagi maafkan saya, nyonya Kim," ujar 444 sambil membungkukkan tubuhnya. Kim dan Eun Tak hanya tersenyum.

"Saya pamit duluan nyonya, maaf sekali lagi," kata 444 sambil buru- buru beranjak dari situ dan melangkah dengan cepat ke tempat yang sedikit sepi. Kemudian memakai pin nya kembali dan kembali ke tempat 888 berdiri menatapnya.

"Bagaimana? Apa yang kau lihat?" cecar 888 ingin tau. 444 menatap 888 sedikit ragu, namun akhirnya...

"Aku melihatnya sedang berfoto bersama Hyun Jae dan Eun Tak. Kelihatannya Hyun Jae baru saja di angkat sebagai seorang sersan di kepolisian. Dia mengenakan seragam polisi dan juga tanda pangkatnya."

"Bagaimana caranya dia lolos dari maut kalau begitu?"

444 menghela napas, sebenarnya ia melihat sesuatu yang lain di gambaran masa depan Kim Min Jae. Tapi, dia memilih untuk diam dan merahasiakannya dari 888.

888 membuka amplop hitam dibalik bajunya. Ia membuka dan membaca isinya. Nama Kim Min Jae masih tercatat di atas kertas itu. Ia menghela napas perlahan. Dan mengendikkan bahunya. Lalu kembali berjalan bersama 444 mengikuti Kim Min Jae.

Seperti biasa, Kim Min Jae dan Eun Tak berpisah di lobby bawah. Mereka bekerja di Bank yang sama. Akan tetapi mereka berbeda divisi. Sehingga mereka bekerja di lantai dan ruangan yang berbeda. Seperti biasa, tugas 888 dan 444 harus mengikuti jiwa yang akan terpanggil dari dekat. Biasanya seminggu atau 2 hari menjelang kematian mereka sudah harus mendampingi jiwa- jiwa itu.

Sementara itu Hyun merasa gelisah selama pelajaran. Entah mengapa perasaannya sangat tidak enak. Padahal tadi pagi dia begitu ceria berangkat ke sekolah. Saat jam makan siang, seperti biasa Hyun membawa makanannya ke taman. Ia merasa lebih nyaman makan di taman daripada di kelasnya.

"Kyaa,bibi Yee kenapa mengagetkanku," gerutu Hyun. Saat ia mengangkat wajahnya Yee Soo menatapnya dekat sekali ke wajahnya, membuat gadis itu kaget. Yee Soo hanya tertawa terbahak-bahak melihat Hyun Jae yang pucat karena terkejut.

"Bibi ini, kalau jantungku copot bagaimana?"omelnya.

" Kematian masih jauh darimu. Buktinya tidak ada malaikat maut di sekitarmu. Tapi...kemarin, aku melihat malaikat maut itu bersamamu. Dan, dia sedang dalam wujud manusia. Ada apa? Mengapa kau berteman dengannya?" tanya Yee Soo sambil mengempaskan tubuhnya ke atas kursi taman di samping Hyun Jae.

"Beberapa waktu yang lalu, dia akan menjemput bibiku. Tapi, aku menggagalkannya. Dan, itu bukan kali pertama aku menggagalkan tugasnya menjemput jiwa. Sebelumnya aku juga menolong seseorang lepas dari kematian. Dan, paman itu marah padaku. Entah mengapa dia sekarang ingin berteman denganku. Aku juga merasa heran.. Apa mungkin karena aku memiliki perjanjian dengannya ya?"

Yee Soo bergidik ngeri. "Kau mengadakan perjanjian dengan malaikat maut? Apa kau tau siapa dia itu?"

Hyun Jae menggeleng.

"Setiap malaikat maut pasti memiliki angka. Dia adalah 888 artinya dia adalah malaikat maut terkuat dan yang paling kejam. Berbeda dengan malaikat maut lainnya 888 memiliki banyak keistimewaan yang raja langit berikan. Jadi, sebaiknya kau menjauh saja darinya. Aku takut kau akan mendapat kesulitan nantinya."

***

Hyun Jae menatap Yee Soo sedikit tak percaya. "Memangnya apa sih kelebihan 888 dibandingkan Malaikat maut lain?" tanya Hyun Jae penasaran. "Haduh, dia itu malaikat yang paling sadis, dan paling tidak kompromi. Katanya, dia itu di hukum raja langit, tapi sekaligus di beri berkah. Satu-satunya malaikat maut yang pernah menang melawan raja neraka."

Hyun Jae terbelalak, "Betulkah, bibi? Waah, pantas dia jarang sekali tersenyum dan keliatan sangat menyebalkan," ujar Hyun Jae.

"Dia salah satu malaikat maut yang wajahnya tidak di ubah oleh Raja langit. Biasanya, malaikat maut itu tidak memiliki wajah mereka saat hidup. Tapi, 888 memiliki wajahnya yang dulu," cerita Yee Soo.

"Lalu, mengapa bibi selalu berlari jika melihat para malaikat maut? Apa bibi takut mereka membawa bibi?" tanya Hyun Jae.

Yee Soo mengangguk, "Seharusnya, 5 tahun lalu aku dan suamiku bisa reinkarnasi. Tapi, kami tidak ikhlas sampai jenazah kami di temukan dan di urus secara layak. Kami meminta bantuan pada malaikat maut yang menjemput kami, tapi mereka tidak mau membantu. Jadi, kami melarikan diri. Kami mau pembunuh kami juga di temukan dan kami di urus dengan layak."

"Kasian sekali paman dan bibi. Sayang sekali aku ini masih kecil. Seandainya aku sudah menjadi polisi pasti aku akan membantu paman dan bibi," ujar Hyun Jae. Wajah Yee Soo berbinar seketika.

"Benarkah? Kau akan membantu kami?" tanya Yee Soo memastikan.

Hyun Jae mengangguk dan tersenyum. "Tentu, aku menjadi polisi untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, bibi. Jadi, jangan khawatir jika nanti kasus bibi belum terungkap, maka itu akan menjadi kasus pertamaku," ujar Hyun sambil mengangkat dua jarinya sebagai tanda bahwa ia berjanji. Yee Soo tersenyum manis.

"Kalau begitu aku akan menunggu sampai kau menjadi seorang polisi. Dan selama itu aku akan menghindari para malaikat maut itu supaya mereka tidak bisa membawaku," ucap Yee Soo. Hyun Jae hanya tertawa kecil.

"Kya, Hyun Jae! Kau sedang berbicara dengan siapa? Kau ini seperti orang gila. Bicara sendiri, tertawa sendiri. Huh, bagaimana bisa anak yang mempunyai kelainan sepertimu bisa sekolah. Memalukan!"

Hyun Jae menoleh, dia melihat Hana dan Kyung Mi sedang berjalan ke arahnya sambil mencibir. Keduanya adalah kawan sekelas Hyun Jae. Tapi, mereka selalu saja mengganggu Hyun Jae. Sebenarnya, Hyun Jae bisa saja membalas mereka. Tapi, ibunya selalu berpesan untuk tidak mencari keributan.

"Tidak usah mempedulikan, jika ada yang mengganggumu, abaikan saja," demikian yang selalu di ucapkan Kim. Dan,Hyun selalu mengingat pesan ibunya.

Yee Soo yang melihat itu hanya memberi isyarat supaya Hyun menghindar. Hyun pun langsung membereskan kotak makan siangnya, ia bangkit berdiri dan segera melangkah pergi. Namun, Tiba-tiba tangannya di tarik dengan keras sehingga kotak bekalnya terjatuh dan bekalnya yang memang masih tersisa tumpah.

"Yaa, kalian ini tidak bisakah jika tidak mencari gara- gara?!" hardik Hyun Jae kesal sambil menghentakkan tangan Hana yang mencekalnya. Ia segera memungut kotak bekalnya yang terjatuh.

Hyun Jae kesal sekali, karena hari itu Eun Tak khusus membuatkannya Japchae dan juga kue beras. Hyun sedih karena sekarang sebagian makanan itu tumpah.

"Kami tidak akan mengganggu kalau kau bertingkah seperti orang normal," ujar Hana sambil menendang kotak makanan Hyun Jae sehingga terlempar makin jauh. Yee Soo yang melihat hal itu tentu saja geram. Namun, tentu saja dia tidak bisa berbuat apapun untuk menolong Hyun, kecuali....

Yee Soo langsung mendekati Kyung Mi yang sedang tertawa melihat Hyun berlari kecil untuk memungut kotak nasinya. Yee Soo dalam sekali gerakan langsung merasuki tubuh Kyung Mi. Gadis itu terdiam seketika, lalu ia menghampiri Hana. Dan, plak plak plak ia menampar Hana dengan keras.

Hana yang sedang tertawa tentu terkejut. Ia memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan Kyung Mi. Hyun Jae yang melihat hal itu awalnya heran. Namun, saat ia melihat Kyung Mi ia langsung tau ada sesuatu yang salah. Saat melihat sorot mata Kyung Mi dan bayangan hitam dalam tubuh Kyung Mi, Hyun Jae tau bahwa Yee Soo sedang merasuki Kyung Mi.

"Kya...kau berani sekali menampar aku Kyung?! Apa kau mau aku adukan kau pada ayahku sehingga ayahmu di pecat?!" hardik Hana.

"Laporkan saja, dasar anak manja! Kau ini sama sekali tidak tau diri. Sukanya mencari keributan dan gara- gara!" Suara Kyung Mi terdengar sedikit berbeda membuat Hana merasa sedikit takut.

"Ka- kau siapa? Kau pasti bukan Kyung, si-si...aah, hantuu!!!" jerit Hana ketakutan dan berlari menjauh. Sementara Hyun hanya tertawa melihat Hana ketakutan seperti itu.

"Sudah bibi Yee, dia sudah pergi. Keluarlah dari tubuh itu," ujar Hyun.

Yee Soo pun segera keluar dari tubuh Kyung Mi. Membuat gadis itu tiba-tiba sempoyongan dan hampir jatuh. Kyung Mi yang merasa ketakutan, langsung berteriak dan berlari menjauh.

"Dasar anak - anak nakal," gerutu Yee Soo. Hyun Jae hanya tertawa kecil.

"Terimakasih sudah membantuku, bi. Aku harus segera masuk kelas sekarang."

"Belajar yang rajin ya," sahut Yee Soo sambil melambaikan tangannya pada Hyun Jae yang bergegas melangkah kembali menuju ke kelasnya.

Sementara itu, 888 dan 444 masih berdiri mendampingi Kim Min Jae. Namun, ia sedikit gelisah. Beberapa kali ia mondar mandir tak tentu membuat 444 pusing kepala.

"Tidak bisakah kau diam saja, kumohon," ucap 444 akhirnya.

"Tidak ada yang melihatku juga," sahut 888 tak peduli.

"Aku yang melihatmu merasa pusing!"gerutu 444 kesal.

888 menghela napas panjang, " Sebentar lagi sore. Dan,Kim pasti pulang. Hyun pasti akan melihat kita nanti."

"Apa kita harus selalu membuntuti jiwa yang hendak pergi ini kemanapun?"

888 tampak berpikir, "Sebenarnya, tidak perlu. Yang paling penting hanya ketika hari itu tiba,kita harus ada di sana. Supaya jiwa yang akan kita jemput tidak tersesat. Karena terkadang jiwa itu tidak sadar bahwa ia sudah berpisah dengan raganya."

"Kalau begitu, kita kembali kepada Kim saat hari terakhir Kim. Supaya Hyun juga tidak melihat bahwa kau akan menjemput ibunya," sahut 444.

888 tertawa kecil, sambil menepuk bahu 444.

"Aah, kau ini pintar juga ternyata, baiklah kalau begitu, kita pulang saja," sahut 888. Ia pun melangkah dengan ringan menuju keluar dari Bank tempat Kim bekerja. Dan, dalam sekejap mereka sudah berada kembali di apartemen mereka.

Dengan tertawa lepas, 888 mengempaskan tubuhnya ke atas sofa.

"Kenapa hal ini tidak aku pikirkan sebelumnya, hahah, terimakasih 444. Hari ini kau sudah menyelamatkan diriku," ucap 888 senang. 444 hanya menggelengkan kepalanya sedikit kesal.

"Sebagai malaikat maut yang terberkati sikapmu hari ini sangat menyebalkan 888," gerutu 444 sambil mencibir. Namun, 888 tidak peduli, yang terpenting baginya saat ini ia tidak ingin melihat Hyun kecewa dan sedih.

***

Akhirnya hari itu tiba. Sejak pagi 888 sudah merasakan kepanikan yang luar biasa. Hal yang sangat memalukan di mata 444 tentunya.

"Apa kau akan tetap seperti ini? Atau kau akan berangkat sekarang?!"

888 menoleh dan menatap 444, ia menghela napas panjang. "Kita tidak perlu turun ke bawah. Kita langsung kesana saja. Ingat, jangan sampai Hyun melihat kita."

444 hanya mampu menggelengkan kepalanya. Dalam sekejap, mereka sudah berada di depan pagar rumah Hyun Jae. Nampak Hyun Jae berlari dengan tergesa-gesa rupanya ia sudah kesiangan. 888 menghela napas panjang, karena nampaknya Hyun Jae tidak melihatnya. Tak lama kemudian nampak Kim dan Eun Tak keluar dan mereka pun berangkat kerja. 888 dan 444 langsung mengikuti langkah mereka.

"Aku merasa sedikit malas sebenarnya untuk bekerja hari ini. Sejak semalam, kepalaku terasa begitu berat," keluh Kim. Eun Tak menoleh, nampak kekhawatiran di wajahnya. "Lalu, kenapa kau memaksa. Apa tidak sebaiknya kau kembali saja. Mumpung kita belum terlalu jauh. Aku akan mengurus izinmu nanti. Dan, sore nanti aku akan mengantarmu ke dokter ya," ujar Eun Tak. Namun, Kim menggelengkan kepalanya. "Tidak usah, aku masih kuat untuk bekerja. Biar nanti sore saja kita ke dokter," tolak Kim.

"Tapi, jika kau merasa sudah tidak kuat. Kau pulang saja ya," kata Eun memberi saran. Kim mengangguk mengiyakan sambil tersenyum dan menggandeng tangan Eun. Senang rasanya memiliki sahabat yang begitu baik dan pengertian.

"Kau dengar itu, 888? Kim sedang sakit, kasian juga dia," ujar 444. 888 hanya mengendikkan bahunya perlahan.

"Apa kau masih ingat bagaimana rasanya sakit?" tanya 888.

"Hahaha...rasanya sudah lama aku tidak merasakan sakit."

Kim dan Eun bekerja seperti biasanya. Namun, beberapa kali Kim memijat kepalanya yang terasa sedikit pusing. Yun Seri rekan kerjanya yang kebetulan memperhatikan gerak gerik Kim, langsung menghampiri.

"Kau sakit, Kim? Pulang saja jika kau sakit. Biar aku yang mengerjakan sebagian pekerjaanmu hari ini," ujar Yun Seri. Tangannya memegang dahi Kim, "Kau demam, Kim. Sudah, ayo lekas bereskan saja. Kau pulanglah, sebelum bertambah parah. Nanti aku akan mengatakan kepada Eun kalau kau pulang duluan."

"Apakah tidak apa- apa?" tanya Kim.

"Tentu saja tidak. Aku akan mengatakan kepada Manager Joon kalau kau sakit. Ayo, aku antar kau ke depan."

Kim mengangguk. Ia pun membereskan barang- barangnya. Dan, bangkit berdiri. Kepalanya terasa berat dan bertambah sakit sekarang. Yun langsung membantu Kim untuk melangkah. Baru saja mereka membuka pintu ruangan, seorang lelaki tinggi dan tampan masuk. Dia adalah Joon Hyung manager mereka.

"Ada apa ini? Kenapa Kim?" tanyanya saat melihat Kim nampak pucat di papah oleh Yun.

"Dia demam, manager Joon."

"Ah, pulang dan beristirahatlah kalau begitu, Kim. Apa kau kuat berjalan sampai halte bus?" tanya Joon sedikit khawatir. Kim tersenyum dan mengangguk. "Saya tidak apa- apa manager. Memang sejak semalam kepala saya terasa sakit. Mungkin dengan beristirahat saya akan sehat kembali," jawab Kim dengan sopan.

"Baiklah, kau antar dia ke depan ya, Yun. Setelah itu kau langsung kembali bekerja."

"Baik, manager Joon," jawab Yun Seri.

Kim dan Yoon berjalan sampai ke depan lobby utama. Setelah itu, Kim perlahan melepaskan tangan Yun. "Sampai sini saja, Yun. Aku bisa sendiri. Kau kembalilah bekerja, tolong sampaikan pada Eun Tak ya, kalau aku pulang duluan."

"Hati-hatilah, Kim. Kau bisa naik taksi saja, jika kau tidak kuat sampai halte bus."

Kim tersenyum sambil mengelus bahu Yun. "Tenang saja, terimakasih ya. Aku pulang dulu."

Kim pun berjalan keluar gedung. Ia melangkah perlahan, kepalanya terasa begitu berat. Ditambah cuaca yang siang hari ini begitu panas. Kepala Kim bertambah pusing. Kim memutuskan untuk tetap naik bus saja. Ia merasa sayang jika harus menggunakan taksi. Apalagi, ia harus kembali menabung untuk biaya sekolah Hyun Jae. Tabungannya yang kemarin sudah habis ia gunakan untuk membantu Eun membayar hutang. Jadi, Kim merasa perlu sedikit berhemat.

Halte bus letaknya di seberang gedung tempat Kim bekerja. Sehingga, ia harus menyeberang terlebih dahulu. Namun, kepala Kim yang terasa berat dan pandangan mata yang sedikit berkunang- kunang membuat Kim tidak memperhatikan jalan. Sebuah truk dari arah kanan melaju dengan kencang ke arahnya. 888 dan 444 nampak berdiri di belakang Kim.

Saat itu, entah mengapa perasaan 888 seolah bertentangan. Entah apa yang ia pikirkan, ia langsung mencopot pin yang ia kenakan, dan berlari ke arah Kim lalu mendorongnya ke bahu jalan. Sehingga, truk yang melintas itu tidak menabraknya. Semua terjadi begitu cepat. 444 tampak sedikit terkejut dengan apa yang di lakukan oleh 888.

Kim yang kaget ditambah sedang sedikit sakit, langsung jatuh pingsan. Beberapa orang yang melihat kejadian itu langsung menghampiri 888 dan Kim.

"Wah, kau cepat sekali anak muda. Aku tadi tidak melihat darimana kau datang. Tapi, untunglah kau menolong nyonya ini. Kalau tidak mungkin dia sudah mati," ujar seorang pria setengah baya yang berdiri di dekat mereka.

"Apa kau mengenalnya, anak muda? Coba kau lihat dari pengenalnya. Apa ada luka?" tanya seorang ibu.

888 menatap mereka semua. Napasnya sedikit tersengal, "Ah, kebetulan saya mengenalnya. Biar saya mengantarkan dia pulang, terimakasih semuanya," jawab 888.

"Biar aku yang menyetop taksi, kau tunggu sebentar," ujar seorang pria yang nampak berdiri di situ. Tak lama, taksi datang dan 888 segera mengangkat tubuh Kim. Setelah mengucapkan terimakasih kepada semua orang itu, 888 segera masuk ke dalam taksi. Ia langsung menyebutkan alamat tempat tinggal Kim kepada supir taksi itu.

444 hanya geleng-geleng kepala. Ia duduk di kursi depan di taksi itu. Tentu saja supir taksi itu tidak melihat 444, karena dia tidak mencopot pin nya seperti yang di lakukan 888. 888 mengeluarkan amplop hitam dari dalam sakunya. Nama Kim Min Jae sudah hilang dari surat kematian yang ada di sakunya. Dan, ia sudah melanggar aturan langit hari ini.

Sesampainya di rumah Kim, 888 langsung membayar taksi dan membopong tubuh Kim. Ia sedikit kebingungan karena ia tidak tau di mana kunci rumah di simpan. Namun, 444 segera mencopot pin nya setelah taksi berlalu dan membantu mencarikan kunci dalam tas yang di bawa oleh Kim. Kemudian membuka pintu rumah. 888 langsung masuk dan membaringkan Kim di sofa. Kemudian, ia duduk dan menunggu sampai Kim sadar.

"Kau sudah gila? Apa yang kau pikiran sebenarnya 888? Apa kau tau akibatnya? Kau bisa saja di hukum. Bagaimana jika rohmu di hancurkan oleh Raja langit dan kau tidak bisa bereinkarnasi kembali?"

888 mengendikkan bahunya. Saat ini dia tidak ingin memikirkan hal itu dulu. Yang penting nyawa Kim Min Jae berhasil ia selamatkan. Ia hanya sedang memikirkan apa yang tadi ia lihat saat menggendong Kim. Banyak sekali gambaran kehidupan Kim di masa lalu yang ia lihat. "Kenapa ada orang yang mirip dengan diriku di kehidupan Kim sebelumnya?" gumam 888.