Chereads / REINCARNATION / Chapter 8 - REINKARNASI

Chapter 8 - REINKARNASI

Yue Ying, akan berbahaya jika kau menyamar sendiri di sana. Di daerah musuh, bahkan kau masuk ke istana dan menjadi dayang utama jenderal perang mereka. Apa kau sudah tidak waras lagi?!" Hardik Kaisar Guan. Putri Yue Liang hanya tersenyum kecil, "Tidak akan ada yang curiga. Lagipula, siapa yang berani mengganggu datang utama seorang jenderal besar? Kau terlalu khawatir, yang mulia," Yue Ling sambil mengibaskan tangannya. Kaisar Guan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Adik bungsunya ini memang keras kepala.

"Biarkan saja, adikmu itu memang sangat keras kepala. Kau larang maka dia akan semakin nekad. Yang penting dia selamat tidak kurang suatu apapun."

Kaisar Guan menatap sang Ibu. Ibundanya benar. Yue Liang sangat keras kepala. Tapi, Kaisar Guan curiga jika ada rencana lain yang sedang di lakukan Yue Liang tanpa sepengetahuannya.

"Tapi, firasatku mengatakan, bukan untuk menjadi mata- mata saja Yue di sana. Apa dia jatuh cinta kepada Kaisar Lee?"

"Tidak mungkin, adikmu itu anak yang baik sekalipun keras kepala."

"Semoga saja, bunda."

Sementara itu putri Yue Liang memacu kudanya dengan cepat. Ia bisa bernapas dengan lega, saat akhirnya ia tiba di istana kaisar Lee dengan selamat. Ia melihat arak- arakan para prajurit Jenderal Ming sudah sampai. Dengan cepat Yue Liang masuk ke kamarnya. Ia mengoleskan sedikit pupur ke pipinya. Dengan hati berdebar ia melangkah menuju ke paviliun kediaman Jenderal Ming. Rupanya sang Jenderal tengah duduk sambil menikmati makanan yang sudah di siapkan.

Saat melihat kedatangannya, Jenderal Ming tersenyum. Ah, wajahnya itu membuat Yue selalu bermimpi indah. Seandainya saja mereka tidak berada dalam kondisi berperang seperti saat ini.

"Yang mulia..."

"Aku menunggumu, ayo ikut aku." Jenderal Ming menarik tangan Yue. Jenderal Ming membawanya ke kandang kuda tempat kuda kesayangannya di tambatkan. Kemudian Jenderal Ming membantu Yue untuk naik, baru kemudian dia naik. Dia pun segera memacu kudanya.

"Kita hendak kemana, yang mulia?"

"Kau ikut saja. Nanti juga kau akan tau," jawab Jenderal Ming.

Mereka tiba di sebuah bukit kecil. Jenderal Ming mengajak Yue Liang untuk duduk di bawah sebuah pohon besar.

"Kau lihatlah ke langit sana," ujar jenderal Ming sambil menunjukkan tangannya ke langit. Yue Liang mendongak dan tersenyum melihat bintang- bintang yang bersinar terang. Sementara bulan pun nampak penuh menampakkan sinarnya yang begitu indah.

"Indah..."

"Seindah namamu," ujar Jenderal Ming.

Yue Liang tersenyum malu. "Anda selalu membuat hatiku berbunga-bunga. Terimakasih, yang mulia," ujar Yue Liang tulus. Jenderal Ming hanya tersenyum. Ia merangkul bahu Yue Liang dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Hanya berpelukan di bawah sinar bulan seperti ini sudah membuat kedua insan yang sedang jatuh cinta itu bahagia.

"Apakah kita akan selamanya seperti ini?" tanya Yue Liang. Jenderal Ming tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Aku akan menjagamu selama aku masih bernapas. Di kehidupan sekarang, nanti, bahkan sampai kehidupan yang ke -7 nanti. Aku akan selalu berada di sampingmu dan selalu mencintaimu. Kemanapun jiwamu pergi, aku akan selalu mengikutimu."

"Jika kita tidak di takdirkan bersama?"

"Aku akan melawan takdir itu, dan aku akan mencari jiwamu jika di kehidupan ini kita tidak saling memiliki."

Yue Liang hanya terdiam, ia hanya bisa menyimpan janji itu hati. "Aku akan menyimpan janji itu dan mengingatnya. Aku akan melihatmu dalam wujud apapun. Sekalipun alam kita berbeda, aku akan tetap dapat melihatmu."

Mereka menghabiskan waktu dengan melihat bintang dan bulan yang bersinar dengan terang menghiasi malam yang indah.

Seandainya kau tau jika aku adalah adik bungsu dari Kaisar Guan. Apakah kau masih akan mencintaiku, batin Yue Liang.

***

"Kaisar Guan, sekali lagi aku bertanya, apa kau benar- benar tidak mau bergabung denganku? Biar aku menikahi adik bungsumu, dengan begitu kita akan menjadi keluarga besar."

"Sekali aku katakan tidak, maka selamanya tidak! Bunuh saja kami semua!"

"Baiklah, Jenderal Ming, kau aku beri kehormatan untuk membunuh mereka semuanya. Bunuh mulai dari Kaisar Guan!" perintah Kaisar Lee pada Jenderal Ming yang berdiri di sampingnya.

Jenderal Ming maju ke depan. Ia menghela napas panjang. Sebenarnya ia merasa tidak tega. Membunuh lawan yang sudah tak berdaya lagi bukan kebiasaannya. Tapi, perintah Kaisar adalah kewajiban yang harus ia jalankan. Jenderal Ming lalu mengayunkan pedangnya. Satu persatu keluarga Kaisar Guan mati ujung pedangnya. Untuk melakukan hal itu Jenderal Ming sungguh menguatkan hati. Dan, tibalah saat ia harus membunuh adik bungsu Kaisar Guan. Namun, betapa terkejutnya Gong Ming Hae saat melihat wajah sang putri.

"Kau...?"

Putri Yue Liang tersenyum, wajahnya di penuhi air mata. "Maafkan aku, yang mulia. Aku berdusta tentang siapa aku yang sebenarnya. Tapi, mencintaimu bukanlah dusta. Bunuhlah aku, kelak kita akan bertemu. Sesuai janjiku kepadamu, aku akan selalu bisa melihat jiwamu di manapun kau berada."

Jenderal Ming jatuh berlutut di hadapan Yue Liang. Melihat hal itu Kaisar Lee terperanjat kaget.

"Jenderal Gong Ming Hae, apa yang sedang kau lakukan?! Bunuh wanita itu!" hardiknya.

Gong Ming Hae menoleh ke arah Kaisar Lee yang juga adalah kakak tirinya itu. Perlahan ia mengangkat kembali pedangnya.

"Jika di sini kita tidak bisa bersatu, maka kita akan menyatu dalam kehidupan yang lain. Aku akan selalu menemukan dimanapun kau berada. Maafkan, aku."

Jenderal Ming memeluk erat putri Yue Liang lalu menusukkan pedang miliknya hingga menembus tubuh mereka. Tubuh mereka kini menyatu dengan pedang. Yue Liang tersenyum, "Aku mencintaimu," ucapnya di napas terakhirnya.

***

Diao Chan menyandarkan tubuhnya di dada bidang Lee Kuan Si. Mereka saat ini berada di kamar mereka setelah sepanjang hari berdiri dan menyambut tamu yang datang menghadiri pesta pernikahan mereka.

"Aku lelah sekali," keluh Diao Chan.

"Sini, biar aku memelukmu."

Lee Kuan si memeluk tubuh Diao Chan dengan erat. Ia menarik napas lega.

"Akhirnya aku bisa membawamu ke dalam ikatan pernikahan dan menepati semua janjiku padamu yang aku ucapkan ratusan tahun yang lalu," ujar Lee Kuan Si. Diao Chan hanya tersenyum.

"Kau menunggu rupanya?"

"Ah, tentu saja aku menunggu. Seenaknya saja kau ini bicara. Aku tidak mau mengulangi segala kesalahanku. Aku akan selalu menjagamu dengan segenap kekuatanku."

Diao Chan tersenyum. Ia mengelus pipi suaminya dengan mesra. Semuanya telah berlalu.

"Jadi, kau tidak akan membunuhku seperti 200 tahun lalu atau meninggalkan diriku ataupun lalai menjagaku kan?" tanya Diao Chan pada Kuan Si.

"Kali ini kau bukanlah seorang putri kaisar yang tengah menyamar kan? Kita jalani kehidupan kita yang sekarang dengan lebih baik."

"Dengan lebih baik."

Sementara itu di bukit Jeongwol dewi Xiang dan Dewa Lu Fei Tong nampak sedang melihat ke dalam cermin mimpi.

"Tugas kita untuk membantu kedua jiwa itu sudah selesai."

"Ya, mereka kini telah bersatu," ujar Dewi Xiang tersenyum melihat Diao Chan dan Lee Kuan Si saling berpelukan bahagia.