Diao Chan nampak asik bermain di pinggir kolam renang. Tempat favorit nya dan anak-anak Lee Jeon Si memang di kolam renang. Selain mereka sering berenang bersama, ada taman bermain juga yang dibuat khusus untuk mereka bermain.
"Ibumu berkata kepadaku kalau malam nanti, kita akan menghadiri acara makan malam. Dan, ibumu bilang aku harus ikut," kata Diao Chan.
"Kenapa sih kita harus selalu ikut di acara orang dewasa. Dan, kenapa sih orang dewasa selalu punya banyak acara untuk di hadiri. Rasanya aku bosan," ujar Diao Chan.
"Tapi, bukankah kau suka jika banyak orang dewasa yang memperhatikan dirimu? Kau bilang, jika di perhatikan banyak orang kau merasa seperti menjadi seorang putri kaisar," ujar Lee Kuan Si.
Diao Chan terkikik. "Iya, aku selalu ingin menjadi putri kaisar. Tapi, jaman sekarang mana ada Kaisar. Hmm, tapi kata ayah aku adalah keturunan Kaisar. Kakek dan nenek buyutku adalah Kaisar yang bijaksana dan baik hati."
"Betulkah? Apa iya? Ah, ayahmu pasti berbohong. Mana mungkin sih, itu pasti hanya dongeng saja," ujar Lee Jian Si.
"Ya entah betul atau tidak. Tapi, menurut ayah cerita itu benar. Aku sudah menanyakan hal itu berkali-kali."
"Bukankah kau sering bermimpi menikah dengan seorang putri juga, Kuan?" tanya Jian Si. Lee Kuan Si hanya mengendikkan bahunya.
Diao Chan menatap Lee Kuan Si. "Memang kau sering bermimpi seperti apa?"
"Aku sering bermimpi aku menjadi seorang jenderal besar yang gagah berani. Dan memiliki kekasih cantik. Tapi, ya tentu lebih cantik darimu. Dia lembut, tidak bandel sepertimu," goda Lee Kuan Si. Namun di luar dugaan Diao Chan langsung menangis sedih dan ia pun langsung berlari kepada sang ibu.
"Kau ini Kuan Si. Senang sekali menggodanya. Kan, dia menangis sekarang. Haduh, di bandingkan dia yang usil, kita lebih sering mengusili dia. Ayo, kita minta maaf pada bibi Xia."
Lee Kuan Si mencebikkan bibirnya dan langsung mengikuti langkah kakaknya. Dan, benar saja Diao Chan sedang menangis dalam pelukan ibu mereka. Sementara Lee Jeon Si tengah menatap kedua putranya itu dengan tajam.
"Apa kalian tidak bisa jika sehari saja tidak menggoda Diao?!" hardik Lee Jeon Si kesal. Lucunya, Yukio dan Sun Xia malah terlihat lebih santai dibanding kedua orang tua mereka.
"Sudahlah, bukan hal aneh dan baru jika Diao merajuk seperti itu. Paling- paling dia hanya di goda oleh Kuan Si. Tidak usah terlalu berlebihan dan membela gadis kecil ini, Jeon Si," tukas Yukio.
"Iya, tapi..."
"Sudahlah, ayo Kuan Si, Jian Si kalian lebih baik belajar atau beristirahat dulu. Malam nanti kalian pasti akan ikut dengan kami kan?" ujar Yukio. Kedua bocah lelaki itu tertawa kecil dan langsung masuk ke dalam.
Sementara Diao Chan perlahan mengangkat wajahnya yang masih penuh air mata.
"Kau ini cengeng sekali sih. Baru digoda sedikit sudah merajuk," ujar Yukio.
"Habisnya kata kak Kuan, aku ini jelek. Tidak secantik putri yang ada di dalam mimpinya kak Kuan Si. Sudah beberapa kali dia mengatakan hal itu padaku. Aku kan kesal, ayah."
Seketika meledaklah tawa empat orang dewasa dalam ruangan itu mendengar perkataan Diao Chan.
"Kau dengar sendiri kan, hanya karena itu saja dia menangis. Lalu kau sudah memarahi anakmu. Ayah macam apa kau ini," ujar Yukio. Lee Jeon Si dan Cha Yujin hanya terkikik geli.
"Kalau begitu aku dan Diao pulang dulu, gadis manja ini perlu beristirahat sebentar jika tidak mau mendengar rengekan manjanya malam hari nanti," ujar Sun Xia.
"Ah, kenapa kau tidak meninggalkannya di sini saja. Biar aku yang mendandaninya. Lagipula dia bisa tidur di kamarku," ujar Cha Yujin sedikit merajuk. Sun Xia tertawa kecil. "Kau kan memiliki dua jagoan yang perlu kau urus juga."
"Baiklah. Tapi, kau harus memakaikan ini pada gadis kecil itu," ujar Cha Yujin sambil memberikan bungkusan berisi pakaian, sepatu dan aksesoris lainnya. Sun Xia mengembuskan napasnya.
"Menjadi kebiasaan kalau begini terus." kata Sun Xia.
"Ayolah, aku sudah membelikan ini sejak minggu lalu.".
Sun Xia pun menyerah, ia meraih bungkusan di tangan Cha Yujin kemudian langsung menarik tangan Diao Chan perlahan.
"Ayo, kita pulang dulu. Kau pamit pada paman Jeon dan bibi Cha. Nanti malam kita akan bertemu kembali."
"Paman, bibi aku pamit dulu ya. Ayah, aku dan ibu pulang dulu," ujar Diao Chan dengan manis.
"Baiklah anak cantik. Hati-hati ya. Sampai bertemu nanti malam," ujar Cha Yujin.
Diao Chan masih mengerucutkan bibirnya saat dalam perjalanan pulang. Membuat sang ibu mengerutkan dahinya.
"Kau kenapa lagi, tuan putri?" tanyanya.
"Apa aku ini jelek, bu?" tanya Diao Chan.
Mau tak mau Sun Xia tergelak.
"Aduh, kau ini perasa sekali sih. Tentu putri ibu cantik. Kedua kakakmu itu hanya menggodamu saja. Jadi, kau tidak perlu masukkan ke dalam hati."
"Tapi, aku kesal, bu. Memang aku sejelek itu? Apa aku nggak cocok ya kalau jadi pasangan kak Lee Kuan Ji."
"Eeh...?"
Sun Xia hanya bisa menggaruk kepalanya. "Diao, semalam ibu mendengarmu mengigau. Memang kau bermimpi apa sih nak?" tanya Sun Xia berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Aku bermimpi menjadi seorang putri yang cantik dan tinggal di istana, bu. Aku memiliki dayang- sayang dan juga pengawal. Aku bahagia sekali. Eeh, tiba-tiba dia bilang aku jelek."
Sun Xia memilih untuk diam kali ini. Berdebat dengan gadis kecil yang satu ini cukup menyita waktunya dan juga kesabarannya. Diao Chan adalah anak yang keras kepala dan juga sangat kritis. Dia tidak bisa di alihkan. Jika sudah menginginkan sesuatu ya dia akan berusaha untuk mengejar keinginannya itu sekuat tenaganya.
Sesampainya di rumah, Diao Chan tanpa bicara lagi langsung mencuci tangan dan kakinya lalu bergegas masuk ke kamarnya. Sun Xia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia dan Yukio menikah beberapa bulan setelah Hyun Jae meninggal dunia. Selama hampir setahun ia berusaha juga memulihkan Yukio sehingga suaminya itu bisa bangkit kembali dan hidup dengan semangat yang baru. Dan, tanpa di sangka mereka memiliki Diao Chan. Sesuai harapan Yukio yang menginginkan anak perempuan.
Bisa dikatakan bahwa kehadiran Diao Chan menjadi obat yang mujarab sekali untuk Yukio menjadi lebih bersemangat. Terlebih setelah Lee Jeon Si datang dan menawarkan pekerjaan yang bagus di kantornya. Karir Yukio meningkat. Dan, saat Lee Jeon Si memutuskan untuk terjun ke dunia politik Yukio yang ia pilih menjadi tangan kanannya. Rumah peninggalan orang tua Yukio di jual dan hasilnya mereka gunakan untuk merenovasi rumah peninggalan Hyun Jae dan ibunya. Yukio memilih untuk memperindah rumah itu di bandingkan meninggalkannya.
"Terlalu banyak kenangan manis di rumah ini, jadi aku tidak akan pernah meninggalkan rumah ini."