Siapa yang dapat mencurangi takdir?
Apa yang mampu dilakukan insan jika semesta telah berkehendak?
Anggap saja satu jiwa telah mengadu pada semesta dan memberi apa yang dipintanya dalam lelap.
***
Mama berhasil memaksa ku untuk mengenakan gaun malam dengan alasan pesta malam ini adalah acara resmi. Mau bagaimana lagi? Aku tidak memiliki pilihan lain selain pasrah dan membiarkan mama mendandaniku malam ini.
Aku menjatuhkan pilihan pada gaun merah menyala yang menurutku desainnya jauh lebih sederhana dan elegan daripada gaun lain yang dipilihkan mama. Gaun itu memang yang paling sederhana dari pada gaun-gaun lain namun itu sama sekali tak mengurangi keindahannya.
"Ruby, temannya kapan mau dikenalin ke Mama?" Tanya mama penasaran.
"Hadeh Ma. Ruby mau fokus ama diri sendiri dululah." Sanggahku.
"Kamu itu udah lama banget sendirian. Ya wajar dong kalau Mama cemas." Aku hanya diam karena apapun yang akan ku katakan buntutnya akan menjadi panjang kalau berurusan dengan mama. "Oh iya, soal ponakan Tante Astrid. Mama dengar anaknya mandiri. Udah punya usaha sendiri. Mapan itu."
"Mama...nanti telat." Auara om Tio telah menyelamatkan aku. Aku mungkin harus berterima kasih pada om Tio. "Ini Papa sama Andrei udah siap lho."
"Iya Pa." Balas mama dari kamar ku.
Aku benar-benar sangat lega saat om Tio berhasil mengajak mama untuk segera berangkat. Jujur saja aku berharap di tempat tante Astrid, aku bisa menemukan tempat sepi supaya aku dapat menyingkir dari hiruk pikuk pesta yang membuatku tidak nyaman.
Entah mengapa, aku masih memikirkan tentang pertemuan ku dengan papa pagi ini. Sampai saat ini saja aku belum berani untuk mengatakan soal papa ke mama. Mungkin lebih tepatnya aku bingung bagaimana cara membuka pembicaraan tentang papa karena aku tahu, mama selalu menghindari topik pembicaraan tentang papa.
Sepanjang jalan Andrei selalu bernyanyi. Anak itu terlihat bahagia. Ada hal-hal yang membuat ku sedikit iri dengan Andrei. Andrei memiliki papa yang baik yang selalu ada untuknya. Aku harus mengakui om Tio adalah sosok papa yang baik. Di saat aku seumuran Andrei, aku harus menghadapi banyak hal yang mengerikan sebelum akhirnya bisa sampai di tahap ini. Aku tidak dapat memungkiri jika om Tio yang mengubah kehidupan ku dan mama. Kini mama sudah memiliki Andrei. Papa? Apakah papa juga sudah menikah lagi? Aku berusaha untuk tidak terusik dengan pertanyaan dalam pikiran ku seputar papa namun tetap saja pertanyaan demi pertanyaan selalu muncul dalam pikiranku.
Pesta anniversary tante Astrid memang meriah dan aku beruntung karena patuh pada saran mama untuk mengenakan gaun malam. Jujur saja, aku merasa saat ini seperti sedang menghadiri acara pernikahan. Tante Astrid tampak sangat bahagia dengan suaminya. Mereka saling menatap dan percikan sesuatu yang bernama cinta itu masih dapat ku lihat pada sepasang tengah baya yang merayakan cinta mereka.
Aku terpana. Banyak pernikahan yang harus berakhir dengan tragedi. Aku sendiri tidak heran jika anniversary pernikahan ini terlihat megah. Keduanya masih saling memeluk satu sama lain. Aku jadi iri. Andai saja papa mama masih bersama mungkin - tapi kenyataannya tidak seperti itu.
"Hai." Suara berat yang terasa tidak asing di telinga ku terdengar kembali dari samping.
Aku terkejut saat melihat preman tadi kini sudah ada di hadapan ku. Aku melihat senyumannya yang menggoda. Kali ini pria itu mengenakan jas dan terlihat classy. Rambut panjangnya diikat rapi dan sedikit di potong pendek. Rambut di wajahnya dicukur rapi dan aku langsung mengenalinya karena dia tidaklah asing bagi ku. Aku menahan tawa saat melihat wajahnya. Entah mengapa aku merasa senang saat melihatnya ada di hadapan ku. Winner tidak berkata apapun hanya pancaran matanya yang bersinar membuat ku terpana. Matanya masih coklat dan masih indah. Mengapa aku baru menyadari matanya memang indah?
"Kamu di sini. Lagi?" Tanya ku sambil menahan tawa.
Dia mengangguk bersama dengan senyumannya. Aku yakin banyak cewek yang terpesona dengan dirinya yang sekarang. "Uhm..."
"Kamu-", aku kehilangan kata-kata.
"Ruby, udah ketemu sama Winner ya?" Tante Astrid dan suaminya muncul dari samping ku. Aku terkejut saat mlihat tante Astrid memeluk Winner seolah mereka sudah akrab. "Winner, udah ketemu Ruby?"
"Udah Ma." Jawab Winner.
Wow...aku tidak pernah menduga jika Winner Alexander anaknya tante Astrid. Oh berarti yang mau dikenalin ke aku adalah anaknya tante Astrid. Setelah mengetahui hal ini aku jadi berpikir jika saat ini aku berada di posisi yang berbahaya karena Winner tahu segala rahasia ku dan mama. Apa Winner akan mengatakannya pada orang lain?
Keluarga ku menyusul tak lama setelah itu. Aku melihat wajah cerah mama ketika melihat Winner.
"Ternyata anak-anak kita udah pernah ketemu lho." Kata tante Astrid bersemangat.
"Owh ya? Ketemu di mana?" Mama pastinya penasaran. Aku harap Winner tidak mengatakan apapun tentang masa-masa kelam ku dan mama di sini.
"Tadi ketemunya Tante." Jawab Winner sopan. Aku baru tahu Winner bisa juga berubah menjadi prince charming padahal dulu dia sangat menyebalkan. "Pas sarapan di cafe."
"Owh...ayo kapan-kapan Winner main ke tempat Tante." Ajak Mama dengan senyumannya yang lebar.
Hadeh mama. Ga gitu juga kali, Ma. Winner tampak begitu ramah dan selalu tersenyum sejak kami bertemu kembali. Aku tahu apa yang ada dalam pikiran mama tapi aku tidak sanggup mencegah mama untuk tidak menyukai Winner yang memang tampil jauuh lebih menarik.
"Kalau Winner diajak Ruby, pasti Winner datang, Tante." Ucap Winner.
Aku kaget mendengar jawaban Winner dan membuatku tersedak karena aku sedang minum air saat itu. Ku tatap Winner yang mengangkat alisnya menggoda ku.
"Ruby?" Kini ku lihat mama yang sedang memelototi aku dengan kode 'jawablah sesuatu yang sopan'.
"Iya main aja." Jawab ku patuh. Hadeh mengapa aku harus menjawab kayak gitu? Aku merasa menyesal karena mengatakan hal itu pada Winner.
"Kalau gitu Winner boleh pinjam Ruby, Tante?" Tanya Winner pada mama. Tanpa ditanyapun, aku sudah tahu apa jawaban mama.
"Iya silahkan." Jawab mama. Tepat seperti tebakan ku.
"Kalau gitu permisi Tante." Kata Winner.
Winner menatap ku seolah memberi kode supaya aku mengikutinya. Aku menebar senyuman pada tante Astrid kemudian mengikuti Winner.
Winner membawa ku ke sebuah gazebo di tepi kolam renang. Tempat ini lebih sepi dan seolah menawarkan ketenangan yang tidak ku dapatkan tadi. Winner mengajak ku duduk sambil menatap kolam yang berisi air biru.
"Di sini lebih tenang." Kata Winner sambil menatap ke langit. "Ruby, aku gak nyangka kalau bakal ketemu lagi sama kamu."
"Siapa yang bisa ngira kalau kita bisa ketemu lagi. Winner, kamu tahu kalau aku-" Kataku terhenti. Jujur saja aku membutuhkan waktu utuk menata hati sebelum melanjutkannya. "Aku tahu kamu tahu semuanya. Apa kamu mau bilang soal ini ke keluarga kamu?" Aku penasaran dengan jawaban Winner.
Winner mengalihkan pandangannya padaku sambil tersenyum hangat. "Aku gak akan mengatakan apapun soal keluarga kamu ke keluargaku. Kamu bisa tenang."
"Ngapa kamu gak mau bilang ke keluarga kamu? Kamu tahu kalau mama kamu sama mama aku sepertinya semangat banget-"
"Trus?" Winner memandang ku lekat. Tatapan matanya bisa membuat cewek-cewek lain klepek-klepek. "Memang mengapa kalau orang tua kita semangat menjodohkan kita? Itu semua tergantung sama kita juga pada akhirnya. Jangan memusingkan hal yang belum terjadi." Ucapnya lagi.
"Bener juga sih."
"Ya udah kalau gitu. Apa masalahnya? Eh Ruby, aku gak nyangka lho kalau kamu bisa jadi feminim kayak gini."
Aku tertawa. " Aku juga hampir gak ngenalin kamu awalnya. Beda banget."
Kami berdua sama-sama tertawa dan menertawakan semua kenangan yang pernah dilalui bersama. Segalanya terasa mahal dan berkesan. Aku tidak tahu jika waktu berlalu begitu cepat.
Ponsel milik Winner berbunyi.
"Boleh aku angkat?"
"Silahkan." Jawab ku santai.
Winner hanya menjawab ya kemudian menutup ponselnya.
"Aku nanti yang nganterin kamu pulang ke rumah." Kata Winner tenang.
"Lho kok bisa?" Aku merasa heran..
"Andrei ngantuk jadi ngajak pulang jadi Mama minta aku untuk ngantarin kamu pulang. Ya udah aku iya'in aja."
Aku rasa ini adalah rencana orang tua kami untuk mendekatkan aku dan Winner. Baik aku dan Winner juga tidak mungkin menolaknya. Jadi ya… mau gimana lagi.