Azab yang Reszha terima sungguh membuatnya kesal, setelah menghabiskan waktu setengah jam, akhirnya Reszha menemukan keberadaan Intan dan dua sahabatnya. Akan tetapi, ia tidak langsung menyapa mereka, Reszha berpikir untuk.... Menjahili keduanya? Niatnya sih begitu, tapi sepertinya Reszha tidak mau berbuat kenakalan, karena hari ini mungkin adalah hari sialnya. "Tan, Na, Ra." ucapnya, sembari menarik salah satu kursi yang berada disebelah Riena. Ketiga orang yang Reszha sapa langsung menoleh, dan menertawakan wajah gadis itu yang terlihat kusut. "Mangkanya, kalo orang lagi nelfon itu dengerin dulu, Zha." kata Mara, sembari memindahkan segelas minuman ke tempat Reszha. Gadis yang mereka ledeki hanya mengerucutkan bibirnya, kesal sekali ia pada tiga sahabatnya ini. "Lagian, siapa suruh kalian datangnya cepet banget? Kita tuh janjian jam setengah 10 ya!" timpal Reszha, membela dirinya sendiri.
Memang benar, mereka semua sepakat untuk datang di jam yang sudah ditentukan. Akan tetapi, Intan menyuruh kedua sabahatnya lebih cepat, karena ada sesuatu yang ingin ia bicarakan pada mereka. "Kita lagi bahas rencana buat bantuin lo kabur, Zha." ucap Intan, membuat Reszha sedikit tersedak. Mereka menyuruhnya cepat–cepat datang hanya untuk ini? Bagus sih, akan tetapi itu tidak penting sekarang! "Kalian gak perlu repot–repot, gue kabur gak akan ada yang tau. Dan tunggu aja kabar dari gue, kalo gue udah sampai ke tempat tujuan." balas Reszha tenang.
Intan paham, sangat sulit untuk Reszha mempercayai seseorang. Tapi setidaknya, ia harus mengambil seseorang untuk membantunya, bukan? Bagaimana jika dalam perjalanan Reszha mengalami kecelakaan? Atau mungkin ia diculik? Ke depannya kan tidak akan ada yang tahu bagimana jadinya nanti, toh Reszha juga hanya seorang gadis di bawah umur, ia pasti memerlukan bantuan orang dewasa. "Lagian kita kan janji buat main, sebelum kelulusan mau bikin kenangan. Itukan rencana awalanya?" ucap Reszha lagi, yang hanya dibalas helaan nafas ketiga sahabatnya. Ya ampun, kenapa sangat sulit untuk masuk ke dalam rencananya Reszha? Bahkan inti masalah hidupnya saja masih tertutup rapat sampai sekarang. Tidak heran jika orang–orang mengganggap Reszha seorang gadis yatim piatu biasa. "Kalian kayak gatau Reszha aja, cewe keras kepala yang keputusannya selalu mutlak." sindir Riena, seraya mengambil keripik kentang yang berada ditengah meja. Yeah, seharusnya mereka tidak memaksa Reszha untuk memberitahu apa yang ia rencanakan, akhirnya akan sia–sia saja.
"Abis darisini, kita jadi ke tempat awal? Atau keliling Monas?" tanya Mara, untuk memecahkan keheningan yang terjadi. Ketiga sahabatnya tampak berpikir, yang satu menggaruk kepala, dan yang satunya lagi memegang alisnya. Mereka bingung.
Jika sudah seperti ini... seharusnya orang yang bisa berpikir jernih adalah Reszha dan Riena. Tapi sepertinya kedua orang itu kehilangan ide untuk rencana yang selanjutnya. "Kayaknya di otak Riena isinya cuma pendaftaran–pendaftaran doang deh, sampe stres gitu dia." ledek Intan, yang sambut gelagak tawa ketiganya. 'Plak!' tak terasa, Reszha dengan enteng memukul kepala Intan, membuat sang empunya meringis kesakitan. "Lo kalo ngomong suka bener deh Tan!" ucap Reszha kemudian, dan kembali mengundang gelagak tawa semua sabahatnya.
Yah, terkadang suasana hangat bersama sahabat seperti inilah yang Reszha rindukan bdan pikirkan. Selama tiga tahun ke depan, Reszha tidak tahu apakah ia akan merasakan kehangatan seperti ini atau tidak. Karena ia akan pergi jauh dari Indonesia, meninggalkan orang–orang berharga yang tak bisa Reszha lupakan keberadaannya. "Ekhem. Sekarang, gimaba kalo kita ke Kotu aja? Sekalian foto–foto kan disana!" usul Reszha pada akhirnya. Tanpa berpikir panjang, mereka mengangguk setuju, dan beralih mengemas semua barang yang mereka keluarkan. Setidaknya, Kota Tua adalah destinasi healing terbaik untuk sekarang ini, selain low budget, tempatnya juga tidak terlalu jauh.
Singkat cerita, ke–empat gadis ini sudah sampai di Kota Tua, mereka segera mencari tempat terbaik untuk duduk dan berfoto. Di siang hari, dan dihari kerja kota tua tidak terlalu ramai pengunjung, yeah hal itu juga yang menjadi alasan mereka bermain di hari kerja, bukan di hari libur. "Coba aja Kota Tua sepi kayak gini tiap hari, kayaknya gue bakal betah banget deh di sini." ujar Mara, dengan senyum yang mengembang wajahnya. Namanya juga pesona tempat bersejarah, semakin sepi, akan semakin terasa suasananya nyamannya. "Gue beberapa cemilan dulu ya, kalian jangan pergi jauh–jauh nanti gua cariinnya ribet!" tutur Reszha, yang diangguki oleh ketiganya.
Ketika melihat Reszha yang semakin jauh, Intan bangkit dari duduknya, dan berlari menyusul gadis itu. Ia baru ingat, jika sekarang bahaya mengintai Fareszha, karena kembalinya Maura bukanlah berita baik untuk Reszha. Wanita itu mungkin saya sudah mempersiapkan rencana–rencana jahat, untuk mencelakai adiknya sendiri, Intan sangat tahu akan hal itu. "Gue ikut ya? siapa tau lu belanjanya banyak." ujarnya, ketika berhasil menyelaraskan langkahnya dengan Reszha. Reszha hanya mengangguk kecil, kemudian ia menggandeng tangan Intan, agar terlihat seperti seorang sahabat sejati. "Masalah kemarin... kak Maura gak ngelakuin apa–apa kan ke lo? Gue cuma enggak mau hal buruk terjadi lagi ke lo, setelah dia balik." lanjutnya membuat perhatian Reszha sedikit tertarik. Reszha tahu jika Intan khawatir padanya, tapi tenang saja Maura tidak akan bisa melakukan apapun pada Reszha, karena kembalinya Maura kemari, hanyalah untuk uang dan warisan. "Gue punya banyak cara, buat buat ngehindar dari jebakan kak Maura." balas Reszha tenang, dan itu membuat Intan sedikit lega.
Di dalam minimarket, mereka harus menunggu antrian karena banyak yang membeli. Intan menunggu di luar, sedangkan Reszha mengantri di dalam sini agar bisa cepat membayar. "Antrian selanjutnya?" tanya kasir itu, dan Reszha maju untuk mendapatkan bagiannya. Setelah selesai, Reszha segera pergi dari depan meja kasir, agar lain yang mengantri bisa mendapatkan bagiannya juga.
'Bruk!'
"Ah maaf! Aku tidak sengaja!"
Melihat semua makanan yang ia beli berserakan di jalan, tanpa pikir panjang Reszha langsung membereskannya. Ia pikir, lelaki yang menabrak ini tidak akan membantunya, tapi ternyata dirinya salah. "Sekali lagi aku minta maaf!" ucapnya, dengan nada yang benar–benar meresa bersalah. "Tidak masalah, santai aja." balas Reszha, sembari mengambil makanannya ditangan pria itu. "Terimakasih, kalau begitu saya pergi dulu!" katanya lagi, dan Reszha hanya mengangguk kecil. Pria itu, Reszha seperti mengenalnya, tapi ia lupa dimana pernah bertemu dengannya.
"Lo gak kenapa–napa Zha?" tanya Intan, sembari mengecek keadaan Fareszha. Gadis itu menggeleng kecil, dan menyerahkan sebagian makanannya pada Intan. Tidak ada yang buruk, hanya tabrakan kecil, dan makannya sedikit hancur. "Lagian tu orang jalan gak pake mata apa? Orang segede gaban gini masih di tabrak aja." lanjutnya lagi. Sepertinya, Reszha sedikit kesal dengan ucapan Intan yang terkahir, ia seolah mengatakan jika tubuhnya itu besar, padahal tidak seperti itu. "Daripada lo marah–marah mending kita sekarang cepetan, pasti Riena sama Mara udah nungguin kita." timpal Reszha, sembari menarik tangan Intan untuk ikut berlari. Secara tidak sadar, di sisi lain ada orang yang sedang tersenyum puas dengan apa yang ia dapatkan. Orang itu akan membuat masalah baru untuk Reszha, mungkin ini adalah terakhir kali untuk Reszha bisa keluar rumah lagi.
"Woy gantian dong foto–fotonya!" teriak Intan pada Riena dan Mara, yang langsung diangguki keduanya. Tanpa seizin Reszha, Intan langsung memberikan ponsel gadis itu pada Mara, membuat sang empunya ponsel menatapnya dengan tatapan sinis. Tapi tentunya Intan tidak berfoto sendiri, ia juga mengajak Reszha sebagai pemilik ponsel untuk ikut berfoto. "Oke siap ya! 1... 2... tii—weh? Siapa nih yang nelpon? Namanya raja iblis dari neraka?" ujar Mara secara tiba–tiba, dan itu berhasil membuat Reszha terkejut bukan main. Mendengar nama kontak Nicho yang dipanggil, Reszha langsung berlari, dan mengambil alih kembali ponselnya. Semoga saja, Nicho menelfon bukan untuk membawa berita buruk.
Dengan perasaan yang campur aduk, Reszha menekan ikon berwarna hijau yang ada di layar ponselnya, selang beberapa detik saja, suara berat seorang pria terdengar. "Pulang sekarang juga, atau aku hancurkan semua barang yang ada di kamarmu." ucap Nicho dingin, membuat tubuh Reszha menegang seketika. Sekarang apalagi kesalahannya? Bukankah tadi pagi tidak ada masalah sedikitpun? Atau mungkin, salah satu dari tiga maid itu mengatakan sesuatu pada Nicho? "Gue harus cabut sekarang! Paman Nicho tiba–tiba marah!" katanya, yang langsung berlari tanpa mau mendengarkan balasan dari ketiga sahabatnya.
Reszha berusaha mencari motor gojek yang ia pesan, dan ketika ia berhasil menemukannya, gadis itu langsung bergegas ke arah motor gojek itu. "Langsung pergi sekarang ya Pak, cari rute yang paling cepat!" titah Reszha, yang dibalas anggukan oleh driver ojek itu. Sepanjang jalan Reszha yang memikirkan kesalahan apa yang dia perbuat, padahal ini masih jam 2 siang, dan tenggat waktu yang Nicho berikan itu jam 7 malam. Toh Reszha juga tahu ia tidak akan pulang lebih dari jam 4 sore, tapi entah ada masalah apa, Nicho tiba–tiba marah seperti tadi.
"Makasih ya pak! Saya udah bayar lewat ovo!" seru Reszha, sesaat setelah ia melepaskan helm yang ia gunakan. Driver ojol itu hanya menggeleng kecil sembari ia berkata
"Anak muda zaman sekarang memang selalu terburu–buru." ucapnya kecil, kemudian langsung merenggang pergi.
Lain halnya dengan Reszha sekarang, gadis itu berlari sekuat tenaga untuk sampai ke pintu utama, setelah ia melihat keberadaan mobil Nicho dihalaman rumah. Apakah pria itu sudah menunggu lama? Maka Reszha harus cepat masuk ke dalam!
'Brugh!'
Ketika gadis itu sampai di dalam rumah, alangkah terkejutnya ia mendapati sebuah benda keras dilempar ke hadapannya. Ada apalagi ini?
"Lihat? Gadis rendahan ini sudah pulang. Dan sekarang, adalah bagianmu untuk menghukumnya, kak Nicho William."
Satu nama yang terlintas di otak Reszha adalah... "Maura." Ah, Sekarang Reszha tahu apa yang terjadi disini. Maura datang, untuk membuat masalah baru, agar Reszha semakin menderita.
~~~~